Dalam menghadapi penentangan yang meluas, junta bergelut untuk mempertahankan ketertiban di tengah protes yang berlangsung tiap hari di kota-kota dan pertempuran di negara-negara bagian wilayah perbatasan sejak pihaknya menggulingkan pemimpin terpilih pimpinan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.
Kantor berita Myanmar News Agency melaporkan bahwa kerusuhan di Kota Mindat terjadi pada Rabu (12/5) dan Kamis (13/5), melibatkan sekitar 100 orang yang menggunakan senjata rakitan untuk menyerang sebuah kantor polisi dan sekitar 50 orang menargetkan Bank Ekonomi Myanmar.
Laporan media tersebut menyatakan bahwa pasukan keamanan telah menangkis serangan tersebut tanpa menimbulkan korban.
Dokumen yang menyatakan pemberlakuan darurat militer di kota di Negara Bagian Chin, yang berbatasan dengan India, telah diunggah di The Global New Light of Myanmar, surat kabar yang dikelola negara.
Reuters tidak dapat secara independen memastikan kebenaran laporan media pemerintah tentang situasi di Mindat.
Tetapi, sebuah dokumen --yang diunggah di media sosial oleh media lokal yang mengeklaim berasal dari pemerintahan antijunta di daerah Mindat-- menyebutkan bahwa deklarasi darurat militer tidak valid.
Dikatakan juga bahwa pertempuran itu dipicu oleh tentara yang melanggar janji untuk membebaskan tujuh warga sipil yang ditahan selama protes baru-baru ini.
Seorang juru bicara Pasukan Pertahanan Chinland, milisi yang baru dibentuk, mengatakan pihaknya berada di balik pertempuran terakhir dan mengonfirmasi keaslian dokumen tersebut.
"Mereka (junta) tidak bisa lagi memerintah kota kecuali di beberapa daerah di mana mereka memiliki pangkalan. Mereka tidak memiliki kendali di daerah pedesaan," kata juru bicara itu. Ia mengatakan bahwa satu pejuang dari pasukan itu tewas dan bentrokan terus berlanjut dengan tentara yang membawa bala bantuan.
Juru bicara junta belum dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
Sebagai tanda keberlanjutan pembangkangan terhadap aturan militer, video di media sosial memperlihatkan para pendukung prodemokrasi meneriakkan "yakin akan menang", saat mereka berbaris di kota pusat perdagangan Myanmar, Yangon, pada Jumat.
Dengan 788 orang tewas dalam penindasan brutal terhadap protes oleh pasukan keamanan, menurut sebuah kelompok advokasi, beberapa pendukung pemerintah yang digulingkan berupaya mendapat pelatihan militer bersama para pemberontak yang telah memerangi militer selama beberapa dekade di daerah perbatasan.
Reuters tidak dapat secara independen memverifikasi korban karena militer telah memberlakukan pembatasan pada media, layanan internet, dan siaran satelit.
Pertempuran telah meningkat di beberapa daerah perbatasan sejak kudeta 1 Februari, dengan milisi etnis meningkatkan serangan, menduduki pos militer, dan menjatuhkan helikopter militer.
Dibentuk seminggu yang lalu oleh Pemerintah Persatuan Nasional yang menentang para jenderal, sebuah kelompok yang disebut Pasukan Pertahanan Rakyat telah meminta dukungan dari kelompok-kelompok etnis bersenjata yang telah lama menganggap militer Myanmar sebagai musuh terbesar mereka.
Sumber: Reuters
Baca juga: Junta Myanmar melabeli Pemerintah Persatuan Nasional sebagai teroris
Baca juga: Junta Myanmar tolak kunjungan utusan ASEAN sampai stabilitas pulih