Kematian COVID India tembus 1/4 juta, tak ada tanda sudah di puncak
12 Mei 2021 15:51 WIB
Petugas membawa jenazah yang meninggal karena COVID-19 di luar kamar mayat rumah sakit COVID-19 di Ahmedabad, India, Sabtu (8/5/2021). India pada hari Sabtu melaporkan rekor kematian COVID-19 dalam satu hari mencapai 4.187 kematian karena kasus melonjak lebih dari 400.000 untuk hari ketiga berturut-turut. ANTARA FOTO/REUTERS/Amit Dave/pras.
Bengaluru (ANTARA) - India pada Rabu mencatat rekor kematian harian COVID-19, sehingga angkanya menembus seperempat juta, saat seorang ahli virus terkemuka menuturkan bahwa terlalu dini untuk mengatakan jika infeksi mencapai puncaknya.
Tercatat penambahan 4.205 kematian dan 348.421 infeksi COVID-19, dengan keseluruhan jumlah kasus mencapai 23 juta lebih, menurut data Kementerian Kesehatan. Kendati demikian, para ahli percaya jumlah resmi mengabaikan skala sesungguhnya dari dampak epidemi, dan kematian serta infeksi yang sebenarnya bisa 5-10 kali lipat lebih banyak.
Kurva infeksi COVID-19 India kemungkinan menunjukkan tanda-tanda awal mendatar, namun penurunan jumlah infeksi baru sepertinya akan lamban, menurut ahli virus senior India, Shahid Jameel.
Baca juga: Yang perlu diketahui tentang virus corona varian India
Baca juga: Dokter India peringatkan warga kotoran sapi bukan obat COVID
"Terlalu cepat untuk mengatakan apakah kami telah mencapai puncak," katanya seperti dikutip surat kabar Indian Express. "Terdapat sejumlah indikasi kasus mereda. Namun kita jangan sampai lupa bahwa ini adalah dataran yang sangat tinggi. Kami sepertinya mendatar di sekitar 400.000 kasus per hari."
India, yang berpenduduk 1,4 miliar jiwa, saat ini menyumbang 1 dari 3 kematian COVID-19 yang dilaporkan di seluruh dunia, menurut hitungan Reuters. Rumah sakit, staf medis, kamar mayat dan krematorium di India kewalahan. Obat dan oksigen medis juga mengalami kelangkaan.
Gelombang kedua COVID-19 yang mengganas telah menyebar dari kota besar ke kota-kota kecil dan perdesaan.
Dalam laporan yang dipublikasi pada Rabu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan varian B1617 yang pertama kali muncul di India terdeteksi di sedikitnya 44 negara hingga saat ini. Lembaga kesehatan global itu mengklasifikasikanya sebagai "varian yang menjadi perhatian", yang mengharuskan analisis serta pelacakan yang ketat.
Gelombang kedua pandemi India meningkatkan seruan penguncian nasional sekaligus memicu lebih banyak negara bagian untuk memberlakukan pembatasan COVID-19 yang lebih ketat, yang membuat usaha dan perekonomian semakin babak belur.
Sumber: Reuters
Baca juga: Indonesia salurkan bantuan 200 alat konsentrator oksigen untuk India
Baca juga: Malaysia kembali pulangkan 132 orang dari India
Tercatat penambahan 4.205 kematian dan 348.421 infeksi COVID-19, dengan keseluruhan jumlah kasus mencapai 23 juta lebih, menurut data Kementerian Kesehatan. Kendati demikian, para ahli percaya jumlah resmi mengabaikan skala sesungguhnya dari dampak epidemi, dan kematian serta infeksi yang sebenarnya bisa 5-10 kali lipat lebih banyak.
Kurva infeksi COVID-19 India kemungkinan menunjukkan tanda-tanda awal mendatar, namun penurunan jumlah infeksi baru sepertinya akan lamban, menurut ahli virus senior India, Shahid Jameel.
Baca juga: Yang perlu diketahui tentang virus corona varian India
Baca juga: Dokter India peringatkan warga kotoran sapi bukan obat COVID
"Terlalu cepat untuk mengatakan apakah kami telah mencapai puncak," katanya seperti dikutip surat kabar Indian Express. "Terdapat sejumlah indikasi kasus mereda. Namun kita jangan sampai lupa bahwa ini adalah dataran yang sangat tinggi. Kami sepertinya mendatar di sekitar 400.000 kasus per hari."
India, yang berpenduduk 1,4 miliar jiwa, saat ini menyumbang 1 dari 3 kematian COVID-19 yang dilaporkan di seluruh dunia, menurut hitungan Reuters. Rumah sakit, staf medis, kamar mayat dan krematorium di India kewalahan. Obat dan oksigen medis juga mengalami kelangkaan.
Gelombang kedua COVID-19 yang mengganas telah menyebar dari kota besar ke kota-kota kecil dan perdesaan.
Dalam laporan yang dipublikasi pada Rabu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan varian B1617 yang pertama kali muncul di India terdeteksi di sedikitnya 44 negara hingga saat ini. Lembaga kesehatan global itu mengklasifikasikanya sebagai "varian yang menjadi perhatian", yang mengharuskan analisis serta pelacakan yang ketat.
Gelombang kedua pandemi India meningkatkan seruan penguncian nasional sekaligus memicu lebih banyak negara bagian untuk memberlakukan pembatasan COVID-19 yang lebih ketat, yang membuat usaha dan perekonomian semakin babak belur.
Sumber: Reuters
Baca juga: Indonesia salurkan bantuan 200 alat konsentrator oksigen untuk India
Baca juga: Malaysia kembali pulangkan 132 orang dari India
Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: