Telaah
Ikhtiar mengerem euforia Lebaran
Oleh Sri Muryono
12 Mei 2021 15:51 WIB
Jamaah Tarekat Syattariah berada di halaman Masjid Syaikhuna Habib Muda Seunagan sebelum melaksanakan shalat Idul fitri 1442 Hijriah, Desa Peuleukung, Seunagan Timur, Nagan Raya, Aceh, Rabu (12/5/2021). Jamaah Syattariah melaksanakan shalat Idul fitri 1442 Hijriah lebih awal dari jadwal yang telah ditetapkan Pemerintah. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melalui Kementerian Agama telah menetapkan 1 Syawal 1442 Hijriah atau Idul Fitri pada Kamis (13/5).
Keputusan itu diambil dalam sidang isbat di Jakarta, Selasa (11/5). Sidang isbat diawali pemaparan oleh tim unifikasi kalender Islam Kementerian Agama (Kemenag).
Mereka menyampaikan bahwa ketinggian hilal di seluruh wilayah Indonesia pada posisi di bawah ufuk, antara minus 5 derajat 36 menit sampai minus 4 derajat 39 menit.
Dengan menghitung posisi hilal di bawah minus itu, maka umur Ramadhan genap 30 hari. Dengan demikian, Idul Fitri atau 1 Syawal berlangsung pada Kamis, 13 Mei 2021.
Sehari sebelumnya, pada Senin (10/5) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1442 Hijriyah atau Idul Fitri jatuh pada Kamis 13 Mei 2021.
Keputusan itu berdasarkan hasil hisab "hakiki wujudul hilal" Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.
Dasar penetapan 1 Syawal itu karena berdasarkan hasil pemantauan hilal, ijtimak atau konjungsi antara matahari dan bulan menjelang Syawal 1442 H terjadi pada Rabu 12 Mei 2021 pukul 02.03.02 WIB.
Hilal sudah terwujud saat terbenam matahari di Yogyakarta. Pada saat terbenam matahari, bulan berada di atas ufuk. Kemunculan hilal tersebut menandai 1 Syawal 1442 Hijriah pada Kamis, 13 Mei 2021.
Baca juga: Kapolri tegaskan kebijakan larangan mudik untuk lindungi masyarakat
Namun untuk kedua kalinya, Idul Fitri atau masyarakat menyebutnya Lebaran ini harus dilalui di tengah pembatasan sosial dan ekonomi akibat wabah virus corona (COVID-19). Kian hari, wabah global ini kian tak pasti akan berakhir.
Bahkan harapan semula bahwa vaksin adalah harapan untuk mengakhiri wabah ini ternyata masih perlu dibuktikan. Apalagi dengan munculnya varian-varian baru.
Hal itu menambah kekhawatiran di tengah perayaan Idul Fitri. Apalagi hari raya ini identik dengan pertemuan keluarga dan antarwarga.
Meski dalam beberapa pekan terakhir, pertambahan kasus baru sekitar 5.000 per hari tetapi momen Lebaran dikhawatirkan memicu lonjakan kasus baru.
Karena itu, berbagai pihak terus-menerus menyampaikan imbauan mengenai potensi penularan atau penyebaran virus tersebut.
Ditutup
Upaya memutus penularan dan penyebarannya juga dilakukan dengan pembatasan aktivitas publik. Mudik adalah salah satu tradisi menjelang Lebaran yang tahun ini kembali dilarang, meski masih ada warga yang tetap nekat.
Shalat Tarawih dilakukan dengan pembatasan dan penerapan protokol kesehatan (prokes) ketat. Begitu juga Shalat Idul Fitri yang semakin diperketat baik jumlah jamaah maupun kapasitas tempatnya.
Warga DKI Jakarta juga diimbau untuk melaksanakan Shalat Idul Fitri atau Shalat Id di rumah masing-masing. Apabila melaksanakan Shalat Id di luar rumah, diingatkan agar shalat dilakukan di tempat ibadah terdekat sesuai tempat tinggal.
Baca juga: Masjid Istiqlal tak akan gelar Shalat Idul Fitri 1442 Hijriah
Untuk menghindari adanya penularan virus corona saat melangsungkan ibadah, kapasitas masjid, lapangan maupun mushala dibatasi hingga maksimal 50 persen.
Kemudian pusat perbelanjaan (mal), warung makan, kafe, restoran, hingga bioskop di zona merah dan oranye di Ibu Kota dihentikan sementara pada 12-16 Mei 2021.
Dalam kaitan itu pula, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 memang selayaknya memperketat pengawasan mobilitas serta kerumunan masyarakat yang cenderung terjadi di sejumlah tempat wisata menjelang Idul Fitri 1442 Hijriah.
Untuk tempat pariwisata yang berlokasi di zona merah dan zona oranye pun akan tutup. Tempat pariwisata yang berlokasi di zona kuning dan hijau boleh beroperasi dengan pembatasan pengunjung maksimal 50 persen dari kapasitas dan penerapan prokes secara ketat.
Pada situasi penuh pembatasan itulah, Lebaran kali ini berlangsung untuk kedua kalinya. Situasi dan suasana itu tak jauh berbeda dengan tahun lalu. Kerinduan
Dalam kaitan itulah, imbauan Anggota DPD RI atau Senator DKI Jakarta Fahira Idris kepada warga perlu menjadi perhatian agar Lebaran tidak memicu lonjakan kasus COVID-19.
Kerinduan bertatap muka langsung, bersalaman, saling mengunjungi dan bersilaturahmi yang menjadi aktivitas dan pemandangan khas saat Idul Fitri atau lebaran masih harus tertahan.
Itu karena pandemi COVID-19 yang masih juga belum terkendali mengharuskan kita menahan diri untuk membatasi mobilitas dan berinteraksi serta tidak boleh lengah jalankan protokol kesehatan.
Baca juga: Enam desa Muslim di Pulau Ambon rayakan Idul Fitri lebih awal
Kerinduan kehangatan suasana Idul Fitri di masa-masa sebelum pandemi pasti membuncah di semua hati umat muslim. Terlebih ini kali kedua, Idul Fitri dirayakan di tengah pandemi.
Namun, semua aturan pembatasan yang diterapkan dalam merayakan Idul Fitri ini harus dijalankan dengan sepenuh hati sebagai ikhtiar besar untuk mengakhiri pandemi.
Ini tahun kedua umat Islam merayakan Idul Fitri di tengah berbagai aturan pembatasan akibat pandemi COVID-19 yang masih juga belum terkendali.
Tentunya saat ini kerinduan akan suasana Idul Fitri yang penuh kehangatan sudah memuncak setelah tahun kemarin juga harus menahan diri.
Tetapi situasi dan kondisi berkata lain. Idul Fitri tahun ini juga masih harus menahan diri. Meski demikian, semoga kita diberi keikhlasan hati menjalani dan mematuhi semua aturan pembatasan ini.
Juga ada kemudahan dan kelapangan jalan bagi bangsa ini untuk mengendalikan pandemi sehingga tahun depan bisa kembali merayakan Idul Fitri seperti masa-masa sebelum pandemi.
Baca juga: Kapolri tegaskan kebijakan larangan mudik untuk lindungi masyarakat
Terjadinya tren lonjakan kasus positif COVID-19 di berbagai negara diharapkan tidak terjadi di Indonesia. Konsistensi berbagai aturan pembatasan yang ditetapkan pemerintah memegang peran penting agar lonjakan kasus bisa dihindari.
Konsistensi aturan ini sangat berdampak terhadap tingkat kepedulian, kedisiplinan dan ketaatan masyarakat dalam menjalankan aturan dan protokol kesehatan.
Pengorbanan untuk menahan diri menaati berbagai aturan pembatasan dalam merayakan hari kemenangan ini diyakini berbuah kebaikan terutama mempercepat pengendalian pandemi.
Harapannya pemerintah, pemerintah daerah, Satgas COVID-19 dan para pemangku kepentingan penanggulangan COVID-19 lainnya diberi keteguhan dan kekuatan hati serta kelapangan jalan untuk segera mengakhiri pandemi ini.
Keputusan itu diambil dalam sidang isbat di Jakarta, Selasa (11/5). Sidang isbat diawali pemaparan oleh tim unifikasi kalender Islam Kementerian Agama (Kemenag).
Mereka menyampaikan bahwa ketinggian hilal di seluruh wilayah Indonesia pada posisi di bawah ufuk, antara minus 5 derajat 36 menit sampai minus 4 derajat 39 menit.
Dengan menghitung posisi hilal di bawah minus itu, maka umur Ramadhan genap 30 hari. Dengan demikian, Idul Fitri atau 1 Syawal berlangsung pada Kamis, 13 Mei 2021.
Sehari sebelumnya, pada Senin (10/5) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1442 Hijriyah atau Idul Fitri jatuh pada Kamis 13 Mei 2021.
Keputusan itu berdasarkan hasil hisab "hakiki wujudul hilal" Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.
Dasar penetapan 1 Syawal itu karena berdasarkan hasil pemantauan hilal, ijtimak atau konjungsi antara matahari dan bulan menjelang Syawal 1442 H terjadi pada Rabu 12 Mei 2021 pukul 02.03.02 WIB.
Hilal sudah terwujud saat terbenam matahari di Yogyakarta. Pada saat terbenam matahari, bulan berada di atas ufuk. Kemunculan hilal tersebut menandai 1 Syawal 1442 Hijriah pada Kamis, 13 Mei 2021.
Baca juga: Kapolri tegaskan kebijakan larangan mudik untuk lindungi masyarakat
Namun untuk kedua kalinya, Idul Fitri atau masyarakat menyebutnya Lebaran ini harus dilalui di tengah pembatasan sosial dan ekonomi akibat wabah virus corona (COVID-19). Kian hari, wabah global ini kian tak pasti akan berakhir.
Bahkan harapan semula bahwa vaksin adalah harapan untuk mengakhiri wabah ini ternyata masih perlu dibuktikan. Apalagi dengan munculnya varian-varian baru.
Hal itu menambah kekhawatiran di tengah perayaan Idul Fitri. Apalagi hari raya ini identik dengan pertemuan keluarga dan antarwarga.
Meski dalam beberapa pekan terakhir, pertambahan kasus baru sekitar 5.000 per hari tetapi momen Lebaran dikhawatirkan memicu lonjakan kasus baru.
Karena itu, berbagai pihak terus-menerus menyampaikan imbauan mengenai potensi penularan atau penyebaran virus tersebut.
Ditutup
Upaya memutus penularan dan penyebarannya juga dilakukan dengan pembatasan aktivitas publik. Mudik adalah salah satu tradisi menjelang Lebaran yang tahun ini kembali dilarang, meski masih ada warga yang tetap nekat.
Shalat Tarawih dilakukan dengan pembatasan dan penerapan protokol kesehatan (prokes) ketat. Begitu juga Shalat Idul Fitri yang semakin diperketat baik jumlah jamaah maupun kapasitas tempatnya.
Warga DKI Jakarta juga diimbau untuk melaksanakan Shalat Idul Fitri atau Shalat Id di rumah masing-masing. Apabila melaksanakan Shalat Id di luar rumah, diingatkan agar shalat dilakukan di tempat ibadah terdekat sesuai tempat tinggal.
Baca juga: Masjid Istiqlal tak akan gelar Shalat Idul Fitri 1442 Hijriah
Untuk menghindari adanya penularan virus corona saat melangsungkan ibadah, kapasitas masjid, lapangan maupun mushala dibatasi hingga maksimal 50 persen.
Kemudian pusat perbelanjaan (mal), warung makan, kafe, restoran, hingga bioskop di zona merah dan oranye di Ibu Kota dihentikan sementara pada 12-16 Mei 2021.
Dalam kaitan itu pula, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 memang selayaknya memperketat pengawasan mobilitas serta kerumunan masyarakat yang cenderung terjadi di sejumlah tempat wisata menjelang Idul Fitri 1442 Hijriah.
Untuk tempat pariwisata yang berlokasi di zona merah dan zona oranye pun akan tutup. Tempat pariwisata yang berlokasi di zona kuning dan hijau boleh beroperasi dengan pembatasan pengunjung maksimal 50 persen dari kapasitas dan penerapan prokes secara ketat.
Pada situasi penuh pembatasan itulah, Lebaran kali ini berlangsung untuk kedua kalinya. Situasi dan suasana itu tak jauh berbeda dengan tahun lalu. Kerinduan
Dalam kaitan itulah, imbauan Anggota DPD RI atau Senator DKI Jakarta Fahira Idris kepada warga perlu menjadi perhatian agar Lebaran tidak memicu lonjakan kasus COVID-19.
Kerinduan bertatap muka langsung, bersalaman, saling mengunjungi dan bersilaturahmi yang menjadi aktivitas dan pemandangan khas saat Idul Fitri atau lebaran masih harus tertahan.
Itu karena pandemi COVID-19 yang masih juga belum terkendali mengharuskan kita menahan diri untuk membatasi mobilitas dan berinteraksi serta tidak boleh lengah jalankan protokol kesehatan.
Baca juga: Enam desa Muslim di Pulau Ambon rayakan Idul Fitri lebih awal
Kerinduan kehangatan suasana Idul Fitri di masa-masa sebelum pandemi pasti membuncah di semua hati umat muslim. Terlebih ini kali kedua, Idul Fitri dirayakan di tengah pandemi.
Namun, semua aturan pembatasan yang diterapkan dalam merayakan Idul Fitri ini harus dijalankan dengan sepenuh hati sebagai ikhtiar besar untuk mengakhiri pandemi.
Ini tahun kedua umat Islam merayakan Idul Fitri di tengah berbagai aturan pembatasan akibat pandemi COVID-19 yang masih juga belum terkendali.
Tentunya saat ini kerinduan akan suasana Idul Fitri yang penuh kehangatan sudah memuncak setelah tahun kemarin juga harus menahan diri.
Tetapi situasi dan kondisi berkata lain. Idul Fitri tahun ini juga masih harus menahan diri. Meski demikian, semoga kita diberi keikhlasan hati menjalani dan mematuhi semua aturan pembatasan ini.
Juga ada kemudahan dan kelapangan jalan bagi bangsa ini untuk mengendalikan pandemi sehingga tahun depan bisa kembali merayakan Idul Fitri seperti masa-masa sebelum pandemi.
Baca juga: Kapolri tegaskan kebijakan larangan mudik untuk lindungi masyarakat
Terjadinya tren lonjakan kasus positif COVID-19 di berbagai negara diharapkan tidak terjadi di Indonesia. Konsistensi berbagai aturan pembatasan yang ditetapkan pemerintah memegang peran penting agar lonjakan kasus bisa dihindari.
Konsistensi aturan ini sangat berdampak terhadap tingkat kepedulian, kedisiplinan dan ketaatan masyarakat dalam menjalankan aturan dan protokol kesehatan.
Pengorbanan untuk menahan diri menaati berbagai aturan pembatasan dalam merayakan hari kemenangan ini diyakini berbuah kebaikan terutama mempercepat pengendalian pandemi.
Harapannya pemerintah, pemerintah daerah, Satgas COVID-19 dan para pemangku kepentingan penanggulangan COVID-19 lainnya diberi keteguhan dan kekuatan hati serta kelapangan jalan untuk segera mengakhiri pandemi ini.
Copyright © ANTARA 2021
Tags: