Mataram (ANTARA News) - Mayoritas warga Kota Mataram Nusa Tenggara Barat meminta digelar operasi pasar minyak tanah guna menekan lonjakan harga sekaligus menjaga ketersediaan bahan bakar rumah tangga itu di pasaran.

Kepala Bidang Perdagangan Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kota Mataram Bambang Juni Wartono, membenarkan hal itu ketika dikonfirmasi di Mataram, Minggu.

Bahkan, Bambang telah mengemukakan hal itu dalam rapat pemantapan ketersediaan pangan yang digelar di Kantor Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (6/7) lalu.

"Dari 50 kelurahan yang ada di Kota Mataram, sebanyak 30 kelurahan diantaranya sudah mengajukan operasi pasar (OP) minyak tanah sesuai permintaan warga setempat," ujarnya.

Ia mengatakan, pihaknya tengah berkoordinasi dengan Pertamina Depo Ampenan terkait permintaan operasi pasar di 30 kelurahan dalam Kota Mataram itu.

Namun, belum ada kesepakatan soal jadwal dan jumlah minyak tanah yang akan didistribusikan dalam operasi pasar khusus minyak tanah itu karena terjadi perbedaan harga.

Pihaknya menghendaki harga jual minyak tanah dalam operasi pasar itu sebesar Rp2.800/liter atau sedikit lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak tanah di pasaran Kota Mataram sesuai Surat Keputusan Gubernur NTB.

"Kelebihannya itu merupakan biaya operasional karena untuk menggelar operasi pasar dibutuhkan biaya transportasi dan biaya lainnya," ujarnya.

Namun, kata Bambang, pihak Pertamina Depo Ampenan, malah menghendaki harga jual minyak tanah dalam operasi pasar itu sebesar Rp3.000/liter.

"Itu masalahnya sehingga operasi pasar minyak tanah yang direncanakan tidak berjalan lancar. Setahu kami, operasi pasar murah itu tidak boleh jauh dari harga normal," ujarnya.

Operasi pasar minyak tanah di Kota Mataram itu dibutuhkan karena terjadi lonjakan harga di pasaran dan mencuat indikasi kelangkaan karena ditengarai agen dan pangkalan menjual bahan bakar untuk kebutuhan rumah tangga itu kepada petani untuk kepentingan pemanasan atau omprongan tembakau virginia.

Agen dan pangkalan minyak tanah di Kota Mataram merupakan sasaran serbu para petani tembakau itu, sehingga harga jual minyak tanah di Mataram pun meroket hingga mencapai Rp9.000/liter dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang tidak sampai Rp3.000/liter.

Sekertaris Himpunan Wiraswasta Nasional (Hiswana) Minyak dan Gas (Migas) NTB H. Nurdin Ending, pun membenarkan sinyalemen perebutan minyak tanah bersubsidi itu.

"Sangat mungkin, lonjakan harga minyak tanah untuk kebutuhan rumah tangga hingga mencapai Rp9.000/liter itu karena ada perebutan seperti itu," ujarnya.

Perebutan yang dimaksudkan itu yakni adanya upaya petani tembakau yang masih menggunakan tungku oven berbahan bakar minyak tanah atau perantara petani itu, untuk mendapatkan minyak tanah bersubsidi yang peruntukkan untuk kebutuhan rumah tangga.

Perebutan itu dilatarbelakangi oleh kebijakan penghentian jatah minyak tanah bersubsidi untuk kebutuhan pemanasan atau omprongan tembakau virginia di Pulau Lombok, sejak tahun 2009.

Dengan demikian, jatah minyak tanah untuk kebutuhan rumah tangga menjadi berkurang dan mencuat kelangkaan di berbagai lokasi sehingga lonjakan harga pun sulit dibendung.

Sementara kebijakan penghentian minyak tanah bersubsidi untuk kebutuhan petani tembakau virginia itu, sudah diikuti dengan upaya konversi tungku oven berbahan bakar minyak tanah ke oven berbahan bakar batu bara, gas dan bahan bakar lainnya selain minyak tanah dan kayu dari hasil hutan.

Versi Dinas Perkebunan Provinsi NTB, kini tungku oven tembakau virginia di Pulau Lombok yang belum dikonversi mencapai 10.614 unit, atau baru 5.167 unit yang telah dikonversi. (ANT/K004)