Neraca komoditas gula perlu segera dibentuk, kata Anggota DPR
12 Mei 2021 11:40 WIB
Dokumentasi - Seorang pedagang menunjukkan gula pasir pasokan dari Bulog yang dijual sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) saat Operasi Pasar Gula Pasir Bulog di Pasar Bulu, Semarang, Jawa Tengah, Senin (18/5/2020). ANTARA FOTO/Aji Styawan/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Thohir menyatakan saat ini perlu untuk segera dibentuk neraca komoditas gula yang tepat guna dalam rangka mengetahui secara persis berapa kebutuhan gula nasional.
"Menyusul terbitnya Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 3 Tahun 2021 yang berdampak pada industri gula di dalam negeri, maka saatnya dibentuk neraca gula untuk mengetahui lebih jauh kebutuhan gula nasional," kata Achmad Hafisz Thohir dalam rilis di Jakarta, Rabu.
Menurut Hafisz, Peraturan Menteri Perindustrian tersebut perlu disorot lantaran gula impor akan diberi ruang secara masif masuk pasar lokal.
Hal tersebut, masih menurut dia, dinilai akan memukul kinerja industri gula nasional.
"Membuat neraca gula ini penting sebagai langkah membenahi persoalan yang terjadi dari hulu sampai hilir di sektor gula. Jangan sampai kita seolah-olah membiarkan industri gula tanah air babak belur tak berdaya terhadap gula impor," katanya.
Untuk itu, ujar dia, DPR diserukan agar menggunakan hak dan kewenangannya untuk mengawasi kebijakan pemerintah di sektor komoditas gula.
Sebelumnya, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta pemerintah merespons cepat keluhan pelaku UMKM yang bergerak di sektor industri makanan dan minuman (mamin) mengenai sulitnya pasokan gula rafinasi.
"Pemerintah harus cepat merespons permasalahan pelaku UMKM di industri makanan dan minuman yang kesulitan pasokan gula ratifikasi. Saat ini industri makanan dan minuman di Jawa Timur dalam posisi di ujung tanduk," kata Ketua DPD LaNyalla dalam keterangan resminya, Rabu (14/4).
Ketua DPD itu mengkritisi Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional.
Menurut LaNyalla, Permenperin Nomor 3 Tahun 2021 hanya mengizinkan impor gula mentah (rafinasi) bagi perusahaan yang memiliki Izin Usaha Industri (IUI) dan persetujuan prinsip sebelum 25 Mei 2010. Padahal, industri gula serta makanan dan minuman di Jawa Timur berdiri setelah 2010.
"Pemerintah perlu mendengarkan keluhan masyarakat terkait keluhan yang dapat menyebabkan kematian industri mikro dan kecil yang seharusnya menjadi perhatian untuk menggerakkan roda ekonomi," ujar Ketua DPD LaNyalla.
Baca juga: Jelang Ramadhan, Mendag pastikan harga gula sesuai HET
Baca juga: Produksi gula turun, DPD minta pemerintah genjot produktivitas tebu
Baca juga: Peneliti: Bangun pabrik gula harus dengan riset dan teknologi
"Menyusul terbitnya Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 3 Tahun 2021 yang berdampak pada industri gula di dalam negeri, maka saatnya dibentuk neraca gula untuk mengetahui lebih jauh kebutuhan gula nasional," kata Achmad Hafisz Thohir dalam rilis di Jakarta, Rabu.
Menurut Hafisz, Peraturan Menteri Perindustrian tersebut perlu disorot lantaran gula impor akan diberi ruang secara masif masuk pasar lokal.
Hal tersebut, masih menurut dia, dinilai akan memukul kinerja industri gula nasional.
"Membuat neraca gula ini penting sebagai langkah membenahi persoalan yang terjadi dari hulu sampai hilir di sektor gula. Jangan sampai kita seolah-olah membiarkan industri gula tanah air babak belur tak berdaya terhadap gula impor," katanya.
Untuk itu, ujar dia, DPR diserukan agar menggunakan hak dan kewenangannya untuk mengawasi kebijakan pemerintah di sektor komoditas gula.
Sebelumnya, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta pemerintah merespons cepat keluhan pelaku UMKM yang bergerak di sektor industri makanan dan minuman (mamin) mengenai sulitnya pasokan gula rafinasi.
"Pemerintah harus cepat merespons permasalahan pelaku UMKM di industri makanan dan minuman yang kesulitan pasokan gula ratifikasi. Saat ini industri makanan dan minuman di Jawa Timur dalam posisi di ujung tanduk," kata Ketua DPD LaNyalla dalam keterangan resminya, Rabu (14/4).
Ketua DPD itu mengkritisi Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional.
Menurut LaNyalla, Permenperin Nomor 3 Tahun 2021 hanya mengizinkan impor gula mentah (rafinasi) bagi perusahaan yang memiliki Izin Usaha Industri (IUI) dan persetujuan prinsip sebelum 25 Mei 2010. Padahal, industri gula serta makanan dan minuman di Jawa Timur berdiri setelah 2010.
"Pemerintah perlu mendengarkan keluhan masyarakat terkait keluhan yang dapat menyebabkan kematian industri mikro dan kecil yang seharusnya menjadi perhatian untuk menggerakkan roda ekonomi," ujar Ketua DPD LaNyalla.
Baca juga: Jelang Ramadhan, Mendag pastikan harga gula sesuai HET
Baca juga: Produksi gula turun, DPD minta pemerintah genjot produktivitas tebu
Baca juga: Peneliti: Bangun pabrik gula harus dengan riset dan teknologi
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021
Tags: