"Fenomena 'water spout' sangat berbahaya bagi nelayan ataupun kapal penumpang yang melakukan pelayaran bertepatan pada saat terjadi pusaran atau belalai angin itu," kata Kepala BMKG stasiun Rendani Manokwari, Daniel Tandi yang dikonfirmasi, di Manokwari, Minggu. Penampakan "water spout" itu sempat diabadikan warga melalui video pendek dan beredar di media sosial.
"Kalau angin puting beliung kejadiannya di darat dan berbahaya bagi rumah penduduk," katanya.
"Tidak semua awan cumulonimbus dapat menimbulkan fenomena 'water spout' karena itu pun tergantung pada kondisi labilitas atmosfer," katanya.
Ia mengatakan keberadaan awan cumulonimbus juga mengindikasikan potensi hujan lebat disertai kilat petir dan angin kencang dan pada kondisi tertentu dapat menimbulkan potensi puting water spout.
Menurut Oceanservice.noaa.gov, "tornadic waters pout" adalah tornado yang terbentuk di atas air, atau berpindah dari daratan ke perairan. Biasanya fenomena alam ini disertai dengan badai petir yang parah, angin kencang, hujan es yang besar, dan seringnya petir berbahaya.
Sedangkan peneliti Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Erma Yulihastin, dalam keterangan di situs resmi LAPAN, Kamis, 21 Januari 2021 menyatakan ada perbedaan antara "water spout" dan angin puting beliung.
"Terdapat perbedaan mendasar antara fenomena 'water spout' dan angin puting beliung akibat kondisi anomali cuaca. Perbedaan 'water spout' dengan puting beliung dapat diidentifikasi dari koneksinya dengan media air yang terdapat di bagian dasarnya," katanya terkait "water spout" yang juga pernah terjadi di Wonogiri, Jawa Tengah pada Januari lalu.
Baca juga: Manokwari waspada bibit siklon tropis 94 W
Baca juga: Lapan: Supermoon sebabkan pasang maksimum di laut
Baca juga: Papua Barat alami dampak badai Edi
Baca juga: Lapan: Waspadai rangkaian siklon tropis selama April 2021