Yogyakarta (ANTARA News) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menilai Indonesia masih kurang memperhatikan aspek-aspek kelautan meskipun negara ini dikenal memiliki wilayah laut yang sangat luas.

"Indonesia justru mengunggulkan kebijakan politik kontinental yang mengutamakan pulau-pulau, tetapi lupa bahwa lautan pula yang mempersatukan pulau tersebut," katanya pada sarasehan "Menata Ulang Keindonesiaan Kita" di Yogyakarta, Selasa.

Menurut dia, sudah saatnya kini Indonesia mengubah paradigma politiknya menjadi maritim dan tidak hanya kontinental.

Ia mengatakan, dalam Deklarasi Djuanda disebutkan bahwa lautan adalah yang mempersatukan pulau-pulau menjadi bagian Indonesia secara utuh. Bangsa ini tidak menyadari bahwa negara Indonesia adalah maritim.

"Ketika negara maritim hanya memperhatikan aspek kontinental, secara tidak langsung negara tersebut hanya akan mempertahankan keberadaan pulau-pulau besar. Pulau kecil yang juga merupakan bagian dari Indonesia cenderung diabaikan," katanya.

Menurut dia, lautan Indonesia telah dikuasai oleh 14 institusi, tetapi tetap saja tidak menyelesaikan masalah. Padahal, dengan kebijakan politik maritim berarti ada sebuah pengakuan jelas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara utuh.

"Hal itu menunjukkan tidak hanya pulau besar yang kita miliki, tetapi lautan Indonesia yang mempersatukan pulau-pulau tersebut," kata Sultan yang juga raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Ia mengatakan, untuk menata ulang kembali Indonesia tidak hanya bisa dilakukan secara internal tetapi juga perlu mengubah strategi integrasi dan kebijakan politik, diantaranya Bhinneka Tunggal Ika bukan sebagai simbol tetapi strategi integrasi bangsa.

"Strategi maritim juga perlu diintegrasikan untuk menjadi satu bagian. Kita juga perlu mengubah paradigma kenegaraan dari kontinental menjadi maritim," katanya.

(ANT/S026)