UKK Respirologi: Menghindari pencetus asma hal utama selain obat
7 Mei 2021 19:28 WIB
Anggota UKK Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. Dr. dr Bambang Supriyatno dalam temu media terkait Hari Asma Sedunia tahun 2021 di Jakarta, Jumat (7/5/2021). (ANTARA/ Zubi Mahrofi)
Jakarta (ANTARA) - Anggota UKK Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. Dr Bambang Supriyatno menyatakan bahwa menghindari pencetus terjadinya serangan asma merupakan hal utama selain obat.
"Serangan asma terjadi karena ada pencetusnya. Obat asma itu hanya nomer sekian, nomer satunya adalah menghindari pencetusnya, yaitu asap, debu, dan makanan tertentu," ujar Prof Bambang dalam temu media terkait Hari Asma Sedunia tahun 2021 di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Wamenkes: Asma tidak bisa disembuhkan namun dapat dikendalikan
Ia menambahkan obat semprot atau hisap diberikan untuk mencegah supaya asma tidak timbul, dan obat asma tidak memiliki efek ketergantungan.
"Jadi, menghindari pencetus asma merupakan kunci utama," ucapnya.
Ia mengatakan asma bukan penyakit menular, sehingga anak yang menyandang asma tidak boleh dikucilkan.
"Anak asma dapat berprestasi, tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi genetik orang tuanya asal bisa menghilangkan mitos yang ada," ucapnya.
Bambang mengemukakan para orang tua wajib curiga jika anak mengalami batuk pada malam hari secara berulang.
"Pada anak-anak juga ada alergi yang biasanya terlihat pada pipinya merah-merah atau dermatis atopi, hati-hati ini besarnya nanti dia bisa potensi terkena asma," katanya.
Baca juga: PB Perpari: Kesalahpahaman tentang asma di masyarakat masih kuat
Baca juga: Kenali pemicu asma dan cara mengobatinya di masa pandemi
Dalam kesempatan itu, Bambang mengatakan penyakit asma termasuk kategori penyakit penyerta atau komorbid yang patut diwaspadai apabila terpapar COVID-19.
Namun, lanjut dia, setiap individu yang mengidap penyakit asma yang terkontrol, tidak akan terlalu berpengaruh buruk apabila terpapar COVID-19.
"Kalau asmanya terkontrol tidak terlalu banyak pengaruhnya terhadap COVID-19," katanya.
"Serangan asma terjadi karena ada pencetusnya. Obat asma itu hanya nomer sekian, nomer satunya adalah menghindari pencetusnya, yaitu asap, debu, dan makanan tertentu," ujar Prof Bambang dalam temu media terkait Hari Asma Sedunia tahun 2021 di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Wamenkes: Asma tidak bisa disembuhkan namun dapat dikendalikan
Ia menambahkan obat semprot atau hisap diberikan untuk mencegah supaya asma tidak timbul, dan obat asma tidak memiliki efek ketergantungan.
"Jadi, menghindari pencetus asma merupakan kunci utama," ucapnya.
Ia mengatakan asma bukan penyakit menular, sehingga anak yang menyandang asma tidak boleh dikucilkan.
"Anak asma dapat berprestasi, tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi genetik orang tuanya asal bisa menghilangkan mitos yang ada," ucapnya.
Bambang mengemukakan para orang tua wajib curiga jika anak mengalami batuk pada malam hari secara berulang.
"Pada anak-anak juga ada alergi yang biasanya terlihat pada pipinya merah-merah atau dermatis atopi, hati-hati ini besarnya nanti dia bisa potensi terkena asma," katanya.
Baca juga: PB Perpari: Kesalahpahaman tentang asma di masyarakat masih kuat
Baca juga: Kenali pemicu asma dan cara mengobatinya di masa pandemi
Dalam kesempatan itu, Bambang mengatakan penyakit asma termasuk kategori penyakit penyerta atau komorbid yang patut diwaspadai apabila terpapar COVID-19.
Namun, lanjut dia, setiap individu yang mengidap penyakit asma yang terkontrol, tidak akan terlalu berpengaruh buruk apabila terpapar COVID-19.
"Kalau asmanya terkontrol tidak terlalu banyak pengaruhnya terhadap COVID-19," katanya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021
Tags: