Denpasar (ANTARA News) - Ketua Komisi I DPRD Bali I Made Arjaya mengatakan, belakangan ini marak terjadi kasus pertanahan di Bali, seperti investor yang menang lelang tidak bisa menikmati hasil lelang dan justru muncul gugatan setelah lelang ditetapkan.

"Kami tidak habis pikir ada apa ini. Kenapa tanah yang dilelang justru digugat lagi setelah lelang dan gugatannya justru dikabulkan Mahkamah Agung (MA)," kata Arjaya di Denpasar.

Dikatakan, munculnya kasus ributnya masalah tanah tersebut karena ada permainan dari oknum-oknum yang menjadi maklar kasus (markus), sehingga menjadikan kasus tanah tersebut kisruh.

"Markus yang bergentayangan tersebut memanfaatkan nama Bali sebagai daerah yang cukup terkenal dan punya nilai strategis di kemudian hari," katanya.

Mereka mencoba bermain sehingga mereka yang mestinya sudah jelas kepemilikannya, bisa digugat dan dikalahkan.

Salah satu kasus yang terbaru dilaporkan ke DPRD Bali, kata Arjaya, adalah dari pihak pengacara HK Kosasioh SH yang merupakan kuasa hukum Edy Sukaton Saputra mohon kepada DPRD Bali mengungkap adanya rekayasa atau pemalsuan surat-surat tanah dari pihak ketiga secara melawan hukum dengan tujuan untuk menguasai dan memiliki aset negara.

Edy Sukaton selaku Direktur PT Margasrikaton yang ditetapkan sebagai pemenang lelang melalui penetapan lelang tanggal 13 Januari 1997 telah mengadukan Wayan Tama dan kawan-kawan karena menggunakan surat palsu untuk memiliki tanah seluas 230,450 m2 yang terletak di Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.

Kasus pemalsuan surat-surat tersebut sekarang tengah ditindaklanjuti Mabes Polri yang melakukan penyidikan secara intensif di Mapolda Bali.

"Kalau urusan polisi kami serahkan sama polisi yang menangani. Hanya saja kami menjadi heran justru tanah negara yang telah dilelang tiba-tiba ada gugatan. Kalau sampai ada gugatan berarti Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus bertanggung jawab karena tiba-tiba ada gugatan," ucapnya.

Arjaya mengatakan, DPRD Bali beberapa waktu lalu telah mampu menyelamatkan sejumlah tanah aset negara sebelumnya menjadi penguasaan investor yang tidak jelas.

Seperti tanah seluas 11 hektar yang terletak di kawasan Bali Pecatu Graha (BPG) yang kini menjadi aset Pemprov Bali.

"Kalau kami lengah bisa jadi aset tersebut akan dikuasai investor. Kami bahkan menolak keinginan investor yang ingin menukar tanah tersebut. Di kawasan BPG tersebut harga tanah sudah cukup tinggi. Kalau ditukar dengan sebidang tanah di luar kawasan tersebut tentu tidak pas kalau hanya besarnya tigakali lipat di tempat lain," kata politisi PDI Perjuangan.

Ia mengatakan, masih banyak lagi masalah-masalah tanah negara yang kepemilikannya tidak jelas dan dikuasai investor di Bali sehingga kasusnya perlu di bongkar.

"Kalau masalah tanah yang dilaporkan ini terungkap saya pikir akan ada lagi kasus lain yang muncul. Kita tunggu saja perkembangannya," ujar Arjaya.
(ANT/A024)