Jakarta (ANTARA) - Pemerhati pendidikan dari Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal meminta pemerintah tidak hanya fokus pada protokol kesehatan pada pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas.

“Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) jangan hanya fokus pada protokol kesehatan tetapi hendaknya juga memperhatikan pedagogi dan kurikulum,” ujar Rizal di Jakarta, Rabu.

Dia menambahkan jika pedagogi dan kurikulum diabaikan maka dikhawatirkan akan menambah persoalan baru. Kemendikbudristek, lanjut dia, hendaknya tidak hanya mempersiapkan PTM terbatas tetapi juga harus memikirkan substansi yang diajarkan.

Pelaksanaan PTM terbatas dengan sistem bauran atau blended learning yang memadukan pembelajaran daring dan luring, lanjut dia, merupakan sistem yang tepat.

Baca juga: Kemendikbud sebut daftar periksa PTM terbatas terlalu panjang

Baca juga: PTM terbatas fokus pada perbaikan psikologis siswa


Meski demikian, Rizal mengakui bahwa tantangan guru pada pelaksanaan PTM terbatas tidak sedikit karena guru dituntut untuk menggelar dua metode pembelajaran sekaligus yakni tatap muka dan tatap maya.

Rizal menjelaskan apa yang dikhawatirkan dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yakni learning loss atau hilangnya kesempatan belajar, tidak hanya terjadi saat pandemi COVID-19. Akan tetapi terjadi sejak lama bahkan sebelum pandemi COVID-19 terjadi.

“Pandemi hanya semakin menyadarkan kita bahwa learning loss tersebut ada,” kata Rizal.

Learning loss sudah lama terjadi akibat kebijakan politik yang salah dan paradigma pendidikan yang masih birokratis dan berfokus pada permasalahan konten. Untuk itu, perlu dilakukan perubahan menyeluruh dari tingkat Presiden hingga ke pemerintah daerah.

Baca juga: Kemendikbud : PTM terbatas untuk kurangi penurunan kompetensi

Baca juga: Pemerhati sebut pembelajaran jarak jauh kurang maksimal