Jakarta (ANTARA) - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan permohonan gugatan Pasal 173 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak sesuai dengan asas keadilan.

Lantaran partai politik yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 dan lolos memenuhi ketentuan ambang batas parlemen pada Pemilu 2019 tetap diverifikasi secara administrasi. Namun, tidak diverifikasi secara faktual.

Menurut Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati di Jakarta, Rabu, seharusnya semua partai politik tetap melakukan verifikasi faktual dan administrasi mengingat ada kondisi dinamis menyebabkan setiap partai tetap harus melakukan verifikasi faktual.

"Kalau kami melihatnya, supaya fair memang semua peserta pemilu harus sama startnya. Karena ada kondisi-kondisi yang dinamis tadi, misalnya ada daerah pemekaran dan keanggotaan yang dinamis," kata Khoirunnisa Nur Agustyati dalam siaran persnya.

Jika hanya partai baru atau tak lolos ambang batas parlemen yang melakukan verifikasi faktual, menurut dia, putusan MK tersebut tidak berasaskan keadilan.

"Iya, dalam konteks adanya syarat sebaran kantor dan keanggotaan," ujarnya.

Baca juga: Perludem ingatkan implikasi pemilu dan pilkada digelar serentak 2024
Dengan adanya putusan MK yang baru, kata Khoirunnisa, harus ada perlakuan baru terhadap parliamentary threshold (PT) karena ambang batas parlemen kini menjadi syarat keikutsertaan partai politik dalam pemilu.

"Maka, penentuan angka PT-nya harus rasional. Jangan sampai nanti malah PT makin ditingkatkan yang kemudian menyulitkan partai-partai yang tidak punya kursi di parlemen. Syarat kepemilikan kantor itu sebaiknya juga ditinjau ulang karena ini yang menjadikan biayanya mahal," ujar Khoirunnisa.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan gugatan Pasal 173 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal tersebut berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta pemilu.

Putusan itu merupakan perkara dari uji materi UU Pemilu yang diajukan oleh Partai Garuda dan diwakili Ketua DPP Ahmad Ridha serta Sekjen Abdulllah Mansuri. Partai Garuda meminta parpol yang sudah dinyatakan lulus verifikasi pada Pemilu 2019 tak perlu diverifikasi ulang untuk pemilu selanjutnya.

"Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman di persidangan MK, Jakarta, Selasa, (4/5).

MK memutuskan partai politik yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 dan lolos memenuhi ketentuan ambang batas parlemen pada Pemilu 2019 tetap diverifikasi secara administrasi. Namun, tidak diverifikasi secara faktual.

Baca juga: Titi: Sangat disayangkan DPR tak lanjutkan pembahasan RUU Pemilu
"Sepanjang tidak dimaknai bahwa partai politik yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 dan lolos atau memenuhi ketentuan parliamentary threshold pada Pemilu 2019 tetap diverifikasi secara administrasi dan tidak diverifikasi faktual," ucap Anwar.

Selain itu, partai politik yang tidak lolos atau tidak memenuhi ketentuan parliamentary threshold, partai politik yang hanya memiliki keterwakilan di tingkat DPRD provinsi/kabupaten/kota, dan partai politik yang tidak memiliki keterwakilan di tingkat DPRD provinsi/kabupaten/kota, diharuskan dilakukan verifikasi kembali secara administrasi dan faktual.

"Hal tersebut sama halnya dengan ketentuan yang berlaku terhadap partai politik baru," ucap Anwar.

Sementara itu, ada tiga hakim MK yang terdiri atas Saldi Isra, Suhartoyo, dan Enny Nurbaningsih menyatakan pendapat beberapa (dissenting opinion) terhadap putusan tersebut. Permohonan dinilai harus ditolak.

"Harusnya Mahkamah menolak dan menyatakan permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum," ujar Saldi.

Saldi mengacu pada putusan gugatan Nomor 53/PUU-XV/2017. Gugatan itu diajukan Partai Islam Damai Aman (Idaman) pimpinan Rhoma Irama pada bulan Agustus 2017.

"Verifikasi partai politik, baik administratif maupun faktual, sebagaimana dimaksud putusan MK Nomor 53/PUU-XV/2017 merupakan bagian dari desain memperkuat sistem pemerintahan presidensial," ucap Saldi.

Menurut Saldi, menghapus keharusan verifikasi, baik administratif maupun faktual, bagi semua partai politik yang hendak menjadi peserta pemilu, mengubah makna hakiki penyederhanaan partai politik, khususnya dalam sistem pemerintahan presidensial.

Baca juga: Titi sebut bakal terjadi irisan tahapan pileg, pilpres, dan pilkada