Wabup OKU divonis delapan tahun penjara
4 Mei 2021 17:36 WIB
Dokumentasi - Terdakwa Wakil Bupati Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatera Selatan periode 2015-2025 nonaktif Johan Anuar menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (6/4/2021). ANTARA/Nova Wahyudi.
Palembang (ANTARA) - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang, Sumatera Selatan, memvonis Wakil Bupati Ogan Komering Ulu (OKU) nonaktif Johan Anuar delapan tahun penjara dan denda Rp500 juta dalam perkara korupsi pengadaan tanah kuburan yang merugikan negara Rp5,7 miliar pada 2013, Selasa.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Palembang juga mewajibkan terdakwa mengembalikan kerugian negara sebesar Rp3,2 miliar dengan ketentuan diganti hukuman satu tahun penjara jika tidak mampu ditunaikan.
"Juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak selesai menjalani masa hukuman," Ketua Majelis Hakim Erma Suharti membacakan putusan di Ruang Tipikor PN Palembang.
Vonis tersebut hampir sama dengan tuntutan Jaksa KPK yang meminta terdakwa divonis delapan tahun penjara dan didenda Rp200 juta serta dicabut hak politiknya.
Majelis hakim menyatakan Johan Anuar melanggar Pasal Pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Dalam putusanya, majelis hakim memberi poin pemberat yakni terdakwa tidak mendukung program pemberantasan korupsi, terdakwa berbelit-beli dalam persidanya dan tidak memberikan contoh baik semasa aktif sebagai anggota DPRD OKU periode 2009-2014.
Baca juga: Jaksa KPK tuntut Wabup OKU dipenjara delapan tahun
Sementara terdakwa melalui kuasa hukumnya Titis Rachmawati menyatakan banding atas putusan tersebut karena menilai putusan tersebut murni berdasarkan tuntutan JPU dan tidak mempertimbangkan fakta persidangan.
"Laporan BPK mengakui ada masyarakat yang menerima dana ganti rugi pengadaan tanah totalnya Rp2 miliar, itu seharusnya juga ditarik, bukan dikenakan untuk Johan Anuar," kata Titis usai persidangan.
Selain mengajukan banding, pihaknya juga akan menempuh berbagai terobosan hukum lain.
Sementara Jaksa KPK M Asri Irawan mengatakan ganti rugi yang diterima masyarakat dihitung secara komperhensif sebagai kerugian negara.
"Pengadaan tanah itu termasuk perbuatan melawan hukum, jadi ganti rugi dihitung sebagai kerugian negara (total loss)," jelas Asri.
Terdakwa Johan Anuar Johan pada 2012 sedang menjabat Wakil Ketua DPRD OKU, dia telah menyiapkan lahan yang akan ditawarkan ke Pemkab OKU untuk kebutuhan Tempat Pemakaman Umum (TPU) dengan menugaskan Nazirman dan Hidirman untuk membeli lahan dari berbagai pemilik tanah dan nantinya tanah-tanah tersebut diatasnamakan Hidirman.
Baca juga: Wabup Ogan Komering Ulu berbaju tahanan ke lokasi pelantikan
Johan juga telah mentransfer Rp1 miliar kepada Nazirman sebagai cicilan transaksi jual beli tanah untuk merekayasa peralihan hak atas tanah tersebut sehingga nantinya harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang digunakan adalah harga tertinggi.
Untuk memperlancar proses tersebut, Johan menugaskan Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) saat itu Wibisono menandatangani proposal kebutuhan tanah TPU untuk diusulkan ke APBD Tahun Anggaran (TA) 2013.
Pada 2013, Johan mengusulkan anggaran TPU dalam APBD Kabupaten OKU TA 2013 yang memang tidak dianggarkan sebelumnya.
Selain itu, ia juga aktif melakukan survei langsung ke lokasi TPU dan menyiapkan semua keperluan pembelian dan pembebasan lahan dengan perantaraan Hidirman (orang kepercayaan Johan).
Dalam proses pembayarannya, tanah TPU tersebut senilai Rp5,7 miliar menggunakan rekening bank atas nama Hidirman atas perintah Johan.
Proses pengadaan tanah TPU tersebut sejak perencanaan sampai penyerahan hasil pengadaan tidak sesuai dengan ketentuan sehingga berdasarkan audit yang dilakukan oleh BPK RI diduga telah terjadi kerugian keuangan negara senilai Rp5,7 miliar.
Baca juga: PN Palembang izinkan Wabup OKU terpilih ikuti pelantikan di luar rutan
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Palembang juga mewajibkan terdakwa mengembalikan kerugian negara sebesar Rp3,2 miliar dengan ketentuan diganti hukuman satu tahun penjara jika tidak mampu ditunaikan.
"Juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak selesai menjalani masa hukuman," Ketua Majelis Hakim Erma Suharti membacakan putusan di Ruang Tipikor PN Palembang.
Vonis tersebut hampir sama dengan tuntutan Jaksa KPK yang meminta terdakwa divonis delapan tahun penjara dan didenda Rp200 juta serta dicabut hak politiknya.
Majelis hakim menyatakan Johan Anuar melanggar Pasal Pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Dalam putusanya, majelis hakim memberi poin pemberat yakni terdakwa tidak mendukung program pemberantasan korupsi, terdakwa berbelit-beli dalam persidanya dan tidak memberikan contoh baik semasa aktif sebagai anggota DPRD OKU periode 2009-2014.
Baca juga: Jaksa KPK tuntut Wabup OKU dipenjara delapan tahun
Sementara terdakwa melalui kuasa hukumnya Titis Rachmawati menyatakan banding atas putusan tersebut karena menilai putusan tersebut murni berdasarkan tuntutan JPU dan tidak mempertimbangkan fakta persidangan.
"Laporan BPK mengakui ada masyarakat yang menerima dana ganti rugi pengadaan tanah totalnya Rp2 miliar, itu seharusnya juga ditarik, bukan dikenakan untuk Johan Anuar," kata Titis usai persidangan.
Selain mengajukan banding, pihaknya juga akan menempuh berbagai terobosan hukum lain.
Sementara Jaksa KPK M Asri Irawan mengatakan ganti rugi yang diterima masyarakat dihitung secara komperhensif sebagai kerugian negara.
"Pengadaan tanah itu termasuk perbuatan melawan hukum, jadi ganti rugi dihitung sebagai kerugian negara (total loss)," jelas Asri.
Terdakwa Johan Anuar Johan pada 2012 sedang menjabat Wakil Ketua DPRD OKU, dia telah menyiapkan lahan yang akan ditawarkan ke Pemkab OKU untuk kebutuhan Tempat Pemakaman Umum (TPU) dengan menugaskan Nazirman dan Hidirman untuk membeli lahan dari berbagai pemilik tanah dan nantinya tanah-tanah tersebut diatasnamakan Hidirman.
Baca juga: Wabup Ogan Komering Ulu berbaju tahanan ke lokasi pelantikan
Johan juga telah mentransfer Rp1 miliar kepada Nazirman sebagai cicilan transaksi jual beli tanah untuk merekayasa peralihan hak atas tanah tersebut sehingga nantinya harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang digunakan adalah harga tertinggi.
Untuk memperlancar proses tersebut, Johan menugaskan Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) saat itu Wibisono menandatangani proposal kebutuhan tanah TPU untuk diusulkan ke APBD Tahun Anggaran (TA) 2013.
Pada 2013, Johan mengusulkan anggaran TPU dalam APBD Kabupaten OKU TA 2013 yang memang tidak dianggarkan sebelumnya.
Selain itu, ia juga aktif melakukan survei langsung ke lokasi TPU dan menyiapkan semua keperluan pembelian dan pembebasan lahan dengan perantaraan Hidirman (orang kepercayaan Johan).
Dalam proses pembayarannya, tanah TPU tersebut senilai Rp5,7 miliar menggunakan rekening bank atas nama Hidirman atas perintah Johan.
Proses pengadaan tanah TPU tersebut sejak perencanaan sampai penyerahan hasil pengadaan tidak sesuai dengan ketentuan sehingga berdasarkan audit yang dilakukan oleh BPK RI diduga telah terjadi kerugian keuangan negara senilai Rp5,7 miliar.
Baca juga: PN Palembang izinkan Wabup OKU terpilih ikuti pelantikan di luar rutan
Pewarta: Aziz Munajar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: