Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda) terkait uji materi Undang-Undang (UU) nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terhadap UUD 1945.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan perkara nomor 55/PUU-XVIII/2020 di Jakarta, Selasa.

Kedua, menyatakan pasal 173 ayat 1 UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu (lembaran negara RI tahun 2017 nomor 182, tambahan lembaran negara RI nomor 6109 yang menyatakan partai politik peserta Pemilu merupakan partai politik yang telah lulus verifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) bertentangan dengan UUD 1945.

Selain itu, sambung Anwar, juga tidak memiliki kekuatan mengikat sepanjang tidak dimaknai partai politik yang telah lolos verifikasi Pemilu 2019 dan lolos atau memenuhi ketentuan ambang batas parlemen pada Pemilu 2019 diverifikasi secara administrasi namun tidak verifikasi faktual.

Sedangkan partai politik yang tidak lolos atau memenuhi ketentuan Parlianmentary Threshold atau ambang batas parlemen, partai politik yang hanya memiliki keterwakilan di tingkat DPRD provinsi dan kabupaten serta kota dan partai politik yang tidak memiliki keterwakilan DPRD di tingkat provinsi, kabupaten dan kota diharuskan melakukan verifikasi faktual maupun administrasi.

"Hal tersebut sama dengan ketentuan yang berlaku terhadap partai politik baru," ujarnya.

Baca juga: Fraksi NasDem enggan revisi UU Pemilu-Pilkada dipisah

Baca juga: F-PPP DPR: Revisi UU Pemilu-Pilkada sebaiknya dilakukan setelah 2024


Pada amar putusan tersebut MK juga memerintahkan pemuatan dalam berita negara RI sebagaimana mestinya.

Pada bagian pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Majelis Hakim Arif Hidayat mengatakan pasal 173 ayat 1 UU tahun 2017 sudah pernah diajukan pengujian-nya ke MK dalam perkara 53/PUU-XV/2017 dan telah diputus 11 Januari 2018.

Dalam amar putusan tersebut menetapkan menyatakan frasa telah ditetapkan dalam pasal 173 ayat 1 UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pada perkara tersebut pemohon pada pokoknya mendalilkan frasa telah ditetapkan bersifat diskriminatif karena partai politik yang baru serta berbadan hukum diwajibkan verifikasi sebagai syarat mengikuti Pemilu 2019.

Sedangkan partai politik peserta Pemilu 2014 tidak diwajibkan mengikuti verifikasi sehingga menciptakan standar ganda.