Jakarta (ANTARA News) - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menyambut baik fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan berita bohong, isapan jempol dan bersifat membuka aib orang lain untuk disiarkan di media massa, baik cetak elektronik televisi dan radio, serta portal berita Internet.

"Fatwa itu sejalan dengan prinsip PWI yang sudah berkali-kali ditegaskan dalam berbagai kesempatan, sekurang-kurangnya sejak tiga minggu terakhir yang terkait pro-kontra mengenai infotainmen," kata Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Pusat, H. Ilham Bintang, di Jakarta, Rabu.

Bagi PWI, menurut dia, hanya infotainmen yang tunduk kepada Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan taat Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang dapat diakui sebagai karya jurnalistik.

Berkaitan dengan fatwa MUI pada Selasa (27/7) yang mengharamkan gosip atau berita bohong dan membuka aib orang lain dalam pemberitaan media, menurut dia, sesungguhnya telah diatur dalam KEJ, khususnya pasal (4) dan (5).

PWI secara tegas menyatakan media dan pelakunya yang bekerja di luar koridor itu dipersilahkan keluar dari komunitas pers, demikian Ilham Bintang, yang juga Pemimpin Redaksi Tabloid Cek&Ricek (C&R).

Pada 29 Desember 2009, Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) bersama PWI Pusat mengeluarkan pernyataan bersama berkaitan dengan jurnalistik infotainmen yang bermutu dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi umat.

"Pernyataan bersama ini sebagai wujud bahwa NU sangat sangat memperhatikan masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang berkaitan dengan kepentingan kehidupan masyarakat luas," kata Ketua PBNU, Prof DR Said Agil Siradj, di Sekretariat PWI Pusat, Gedung Dewan Pers, Jakarta, pada saat itu. Kini Said Agil Siradj menjadi Ketua Umum PBNU.

Pernyataan bersama itu ditandatangani oleh Ketua PBNU, Ketua Umum PWI Pusat, Margiono, dan Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Pusat, Ilham Bintang. Pernyataan tersebut juga ditandatangani Wina Armada selaku anggota Dewan Pers dan Yusirwan Uyun yang anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).