Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan kajian untuk menerapkan retribusi bagi pengguna jalan dengan sistem Electronic Road Pricing (ERP) sebagai salah satu cara mengatasi kemacetan di ibukota Jakarta.

"Salah satu jalan paling efektif dengan ERP untuk kawasan tertentu. Kita sedang mempelajari metode apa yang paling efektif kita pakai," kata Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, di sela-sela rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Selasa.

Fauzi Bowo, yang lebih akrab dipanggil Foke, menjelaskan ada dua metode penggunaan ERP, yaitu dengan pintu masuk (gate) atau dengan sistem satelit.

Sistem ERP diberlakukan, lanjutnya, untuk membatasi penggunaan kendaraan pribadi di kawasan tertentu di Jakarta.

Pemprov juga mengkaji wacana lain, yakni pembatasan kendaraan pribadi dengan pemberlakuan nomor kendaraan pribadi genap dan ganjil.

Akan tetapi, kata Foke, solusi utama mengatasi kemacetan di Jakarta yaitu dengan sistem transportasi massal.

"Busway akan tetap kita lanjutkan," katanya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, M. Tauchid, di Jakarta, Senin (10/5) mengatakan Pemprov DKI Jakarta segera menerapkan retribusi bagi pengguna jalan dengan sistem Electronic Road Pricing (ERP) setelah Peraturan Pemerintah (PP) tentang retribusi tersebut rampung.

"Kami akan terapkan jika ketentuan perundangannya sudah ada," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, M. Tauchid, di Jakarta.

Saat ini, Undang-undang Lalu Lintas Nomor 22 tahun 2009 telah mengizinkan adanya retribusi bagi pengguna jalan, dan Pemprov DKI berniat untuk menghapus sistem "3 in 1" yang dinilai kurang berhasil mengurai kemacetan di jalan-jalan protokol.

Dinas Perhubungan, kata Tauchid, kini sedang menunggu PP tentang penarikan retribusi terhadap kendaraan tersebut yang saat ini dibahas di Kementerian Perhubungan untuk kemudian dapat mengkaji besaran tarif penggunaan ruas jalan tertentu.

Dishub DKI menyebut pihaknya akan mengusulkan tarif yang cukup besar bagi kendaraan pribadi sebagai salah satu cara untuk memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum.

"Kalau pungutan retribusinya kecil, orang tetap akan menggunakan kendaraan pribadinya, makanya saya sepakat jika retibusi dibuat besar," ujar kepala Bidang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan DKI Jakarta, M Akbar.

Ia mengatakan pihaknya belum bisa memperkirakan berapa tarif yang akan dikenakan, namun Akbar berharap besarnya tarif nanti bisa membuat warga jera untuk menggunakan kendaraan pribadinya dan beralih ke sistem transportasi umum.

"Yang jelas retribusi yang dikutip harus mampu membuat efek jera. Kalau tidak begitu, mana mungkin berhasil cara ini," ujarnya.

Pungutan ERP tersebut, nantinya akan dimasukkan dalam kategori retribusi jasa umum karena retribusi jalan tidak terdapat dalam UU pajak dan retribusi daerah.

Akbar merinci kawasan 3 in 1 yang akan diganti dengan ERP adalah: 1. Jalan Sisimangaraja, jalur cepat dan jalur lambat. 2. Jalan Jenderal Sudirman, jalur cepat dan jalur lambat 3. Jalan MH Thamrin, jalur cepat dan jalur lambat 4. Jalan Medan Merdeka Barat 5. Jalan Majapahit 6. Jalan Gajah Mada 7. Jalan Pintu Besar Selatan 8. Jalan Pintu Besar Utara 9. Jalan Hayam Wuruk 10.

Sebagian Jalan Jenderal Gatot Subroto antara persimpangan Jalan Gatot Subroto-Jalan Gerbang Pemuda (Balai Sidang Senayan) sampai dengan persimpangan Jalan HR Rasuna Said-Jalan Jenderal Gatot Subroto pada jalan umum bukan tol. (*)
(N006/R009)