Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menyatakan masih memerlukan pinjaman siaga yang diperoleh dari beberapa negara termasuk dari Jepang sebesar 1,15 miliar dolar Amerika Serikat (AS).

"Kita masih memungkinkan memakai itu, jika kita tidak punya akses ke pasar karena demand rendah dan yield (imbal hasil) yang tinggi," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Rahmat Waluyanto, di sela rakernas akuntansi dan pelaporan keuangan di Jakarta, Selasa.

Sebelumnya Jepang melalui Japan Bank for International Corporation (JBIC) menyediakan fasilitas pinjaman siaga sebesar 1,5 miliar dolar AS.

Pemerintah juga sudah menggunakan sekitar 350 juta dolar AS sebagai jaminan ketika menerbitkan Samurai Bond untuk kali pertama tahun 2009.

Selain dari Jepang, pemerintah juga memiliki pinjaman siaga dari pihak lain sehingga totalnya mencapai sekitar lima miliar dolar AS.

Pinjaman siaga itu berasal dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, dan Australia. Berbeda dengan Jepang, pinjaman siaga dari pihak-pihak itu akan digunakan untuk pembiayaan (public expenditure support facility).

"Yang dari Jepang ditujukan untuk market access support facillity," kata Rahmat.

Ia menyebutkan, hingga saat ini belum ada penarikan pinjaman siaga selain dari Jepang karena pemerintah merasa aman dengan pembiayaan selama ini.

"Pinjaman kontingensi dari jepang ini lebih fleksibel, kalau kita mau menerbitkan samurai kita bisa pakai fasilitas itu, masih mungkin

dipergunakan, sementara yang dari Bank Dunia, ADB, dan Australia berakhir tahun ini," katanya.

Sementara itu mengenai commitment fee, Rahmat mengatakan, untuk

pinjaman siaga dari Bank Dunia, ADB, dan Australia sebesar 0,25 persen.

"Ini sebenarnya bukan commitment fee, tapi semacam administration fee," kata Rahmat.
(T.A039*S034/D012/P003)