Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pewarta Foto Indonesia (PFI) Pusat Reno Esnir mendorong kepolisian dan kelompok organisasi profesi jurnalis untuk bersinergi demi mencegah sekaligus menekan kasus intimidasi yang kerap dialami oleh para wartawan selama peliputan.

"Sinergi ini dalam artian membuka komunikasi dengan aparat kepolisian. Paling tidak, kami (sebagai organisasi profesi jurnalis) memberi masukan kepada kepolisian mengenai tugas-tugas jurnalistik (penting-red) untuk memberitakan kepentingan publik,” kata Reno Esnir saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Menurut dia, kemitraan dan sinergi yang kuat antara kepolisian dan jurnalis dapat jadi salah satu cara meningkatkan kualitas kebebasan pers di Indonesia.

"Terkadang, pimpinan di tingkat atas sudah mengerti (mengenai tugas jurnalis-red), tetapi di tingkat bawah masih ada yang luput memahami bahwa kerja jurnalis dilindungi oleh undang-undang," tutur Reno merujuk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Untuk Hari Kebebasan Pers Dunia yang diperingati tiap 3 Mei, Reno berharap ke depan kerja-kerja peliputan tidak lagi mengalami hambatan dan pelarangan dari oknum aparat.

Baca juga: PBB Indonesia: Jurnalisme beretika berkontribusi terhadap SDGs

Baca juga: Akademisi: Kebebasan pers indikator kematangan demokrasi


Ia lanjut menyebut sejauh ini tantangan yang masih dihadapi oleh jurnalis, termasuk para pewarta foto, masih kerap ditemui kasus intimidasi, kesulitan mendapatkan izin peliputan, dan adanya kasus kekerasan/kontak fisik yang dialami beberapa wartawan saat meliput aksi unjuk rasa atau kerusuhan.

Dalam kesempatan terpisah, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam catatannya menunjukkan selama kurun waktu satu tahun terakhir, ada sekitar 90 kasus kekerasan yang dialami oleh jurnalis di Indonesia.

"Dari periode 2020-2021, catatan kami ada 90 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Ini meningkat jauh dari periode sebelumnya, yang sebanyak 57 kasus," kata Ketua Divisi Advokasi AJI Erick Tanjung dalam acara virtual "Peluncuran Catatan AJI atas Situasi Kebebasan Pers Indonesia 2021", Senin.

Beberapa kasus kekerasan itu, di antaranya intimidasi, penganiayaan, pelarangan liputan, pelarangan pemberitaan, kriminalisasi, dan teror digital seperti doxing (pengungkapan data pribadi ke media sosial untuk tujuan persekusi) serta peretasan.

AJI juga mencatat anggota kepolisian menempati urutan teratas untuk pelaku kekerasan paling banyak terhadap jurnalis.

Dari total 90 kasus kekerasan terhadap jurnalis, sebanyak 70 persen di antaranya dilakukan polisi, sebut AJI dalam catatannya.

Sementara itu, pihak lain yang masih menghambat kerja peliputan dan jadi pelaku kekerasan, di antaranya advokat, jaksa, pejabat pemerintahan/eksekutif, Satpol PP/aparat pemerintah daerah, dan pihak tidak dikenal.

Baca juga: AJI sebut kekerasan terhadap jurnalis meningkat hingga 90 kasus

Baca juga: AJI: Pelaku kekerasan terhadap jurnalis paling banyak adalah polisi