"Catatan kami ada 14 kasus teror berupa serangan digital, 10 jurnalis menjadi korban, 4 media 'online'," kata Ketua Bidang Advokasi AJI Erick Tanjung pada "Peluncuran Catatan AJI atas Situasi Kebebasan Pers di Indonesia 2021" secara daring, di Jakarta, Senin.
Sementara itu, jenis serangan digital tersebut meliputi 8 kasus doxing, 4 kasus peretasan yang dialami media, dan 2 kasus distribused denial-of-service (DDos).
Kasus doxing pernah dialami oleh salah seorang jurnalis Detik.com pada 2020 kala memberitakan rencana Presiden Presiden Joko Widodo meninjau kegiatan 'new normal' di salah satu pusat perbelanjaan di Bekasi.
Setelah melakukan peliputan, wartawan tersebut dipersekusi. Salah satu aplikasi ojek 'online' atau daring yang digunakannya pun diretas hingga mengancam kenyamanan dan keselamatan jurnalis.
Baca juga: AJI: Pelaku kekerasan terhadap jurnalis paling banyak adalah polisi
Baca juga: AJI sebut kekerasan terhadap jurnalis meningkat hingga 90 kasus
"Akhirnya jurnalis ini di-doxing, datanya disebarkan, dia juga mengalami ancaman sampai diteror. Kasus ini belum selesai. Kita terus melakukan pendampingan kepada korban dengan cara mediasi dan sengketa pers-nya diserahkan ke Dewan Pers," ujar Erick.
Kasus lain yang juga menarik perhatian yakni kasus doxing yang menimpa Ketua AJI Bandar Lampung, Hendry Sihaloho.
Ia menerima doxing saat mendampingi panitia diskusi Unit Kegiatan Mahasiswa Teknokra Universitas Lampung yang mendapatkan teror karena hendak menggelar diskusi bertema rasisme Papua.
Baca juga: WPFD 2021, AJI dan PFI perlihatkan karya jurnalis saat konflik Aceh