Artikel
Saat sampah menjadi media untuk bersedekah
Oleh Prisca Triferna Violleta
30 April 2021 17:36 WIB
Ketua Lembaga PLH dan SDA MUI Hayu Prabowo (kiri bawah) dan pengurus Masjid Raya Bintaro Jaya Chairul Saleh (kiri atas) dalam konferensi pers virtual Gerakan Sedekah Sampah Indonesia, Jakarta, Jumat (30/4/2021). (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Sampah tidak hanya dapat berakhir di keranjang tapi dapat juga menjadi media sedekah, seperti yang sudah dilakukan oleh beberapa masjid yang menjadi percontohan Gerakan Sedekah Sampah Indonesia (GRADASI) Berbasis Masjid.
Adalah Ananto Isworo salah satu orang yang memulai gerakan itu di Masjid Al Muharam, Kampung Brajan, Yogyakarta.
"Kami sudah memulai dan menginisiasi kegiatan ini sejak 1 Ramadhan 1434 Hijriah atau 9 Juli 2013. Kami memulai di 1 Ramadhan di mana banyak sampah kertas sisa nasi kotak yang berserakan, dari situlah kita muncul gerakan sedekah sampah berbasis masjid," kata Ananto dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat.
Ananto berkisah memulai gerakan itu sendiri berkeliling mengambil sampah dari setiap rumah warga. Pemilahan sampah plastik juga dilakukannya sendiri dengan dua tahun pertama mereka hanya memiliki lima relawan.
Kini sudah ada sekitar 40 relawan yang mayoritas adalah remaja masjid, yang terdiri dari yatim piatu dan fakir miskin.
"Mereka berharap dengan tenaga yang bisa mereka lakukan, bisa membantu teman-teman lain yang putus sekolah, yang tidak bisa bayar SPP sehingga mereka bergerak," katanya.
Sedekah sampah itu berkembang dengan program Sekolah Sedekah Sampah yang sejak 2013 telah menerima kunjungan dari mereka yang ingin belajar tentang pengelolaan sampah berbasis masjid.
Gerakan itu juga bertujuan untuk mengubah perspektif sampah dari yang harus dibuang menjadi yang bisa dikelola.
"Sedekah sampah ini tidak berorientasi kepada berapa sampah yang sudah saya sedekahkan karena di konsep sedekah sampah tidak ada volume. Berbeda dengan bank sampah, kalau bank sampah ada volume karena ada nilai ekonomi Rupiah," ujar Ananto.
Masjid menjadi koordinator dalam upaya penanganan sampah juga oleh Masjid Raya Bintaro Jaya di Jakarta. Chairul Saleh sebagai salah satu pengurus Masjid Bintaro Jaya mengatakan bahwa gerakan sedekah sampah itu adalah salah satu langkah yang dilakukan untuk mendukung gerakan Eco Masjid.
"Menjadikan masjid tidak hanya untuk keperluan ibadah, tapi masjid juga untuk membantu mengatasi persoalan lingkungan," kata Chairul.
Selain sedekah sampah, mereka juga mengembangkan program hemat air, dan memanfaatkan momentum Ramadhan untuk mengurangi plastik sekali pakai dengan mendorong jamaah untuk membawa tempat minum sendiri selama Shalat Tarawih.
Penggunaan istilah sedekah sendiri, menurutnya, digunakan untuk memotivasi jamaah untuk melakukan sedekah jariah yang hasilnya bisa bermanfaat untuk membantu operasional masjid serta kegiatan lainnya termasuk membantu dhuafa.
"Kita mencoba mengembangkan tagline untuk memotivasi jamaah bahwa Datang shalat di masjid bawa sampah, pulang bawa berkah," kata Chairul.
Kedua masjid itu sendiri adalah bagian dari enam masjid percontohan untuk Gerakan Sedekah Sampah Indonesia Berbasis Masjid yang diluncurkan oleh Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL) bersama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada hari ini.
Gerakan itu ingin mendorong masjid menjadi koordinator untuk memilah sampah plastik dan mengumpulkannya yang kemudian dijual ke bank sampah atau pengepul. Hasil penjualan sampah dapat menjadi sumber dana untuk aktivitas masjid, serta disalurkan untuk membantu fakir miskin, anak yatim piatu dan janda sekitar lingkungan masjid.
Baca juga: KLHK sebut tren kapasitas pengelolaan sampah nasional meningkat
Baca juga: KLHK: Masjid bisa berkontribusi dalam isu pengelolaan sampah
Garda terdepan
GRADASI adalah kolaborasi MUI dan bersama TKN PSL, yang didukung juga oleh Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dalam peluncurannya, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Nani Hendiarti mengatakan gerakan itu merupakan salah satu langkah untuk memperbaiki tata kelola sampah dan mengajak masyarakat serta komunitas agama mengubah pandangan terkait sampah.
"Kegiatan sedekah sampah berbasis masjid yang hari ini kita luncurkan bersama-sama merupakan wujud konkret dari kolaborasi berbagai komponen masyarakat," kata Nani.
Dia berharap gerakan itu dapat menjadi pendekatan baru sebagai platform amal bagi berbagai lapisan masyarakat Indonesia serta mendorong pengelolaan sampah yang lebih baik.
Inisiatif itu juga dapat memberikan pesan penting bahwa melakukan sedekah tidak hanya dapat dilakukan dalam bentuk uang atau harta yang lain. Namun, sampah yang bernilai dapat menjadi kesempatan untuk bersedekah.
Pemilihan masjid menjadi salah satu aktor dalam upaya penanganan sampah itu juga didukung oleh Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) M. Ali Yusuf.
Menurut Ali, permasalahan sampah itu kini harus dihadapi dengan upaya luar biasa dan melibatkan semua lapisan masyarakat.
Masjid memiliki sumber daya dan perangkat kelembagaan yang cukup lengkap dengan jumlah yang banyak di seluruh Indonesia. Semua faktor itu menunjukkan masjid memiliki potensi luar biasa memainkan peran dalam isu tersebut.
"Masjid memainkan peran keumatan, tidak hanya peran keagamaan. Oleh karena itu memang masjid harus berada di garda paling depan untuk berkontribusi yang nyata ikut menyelesaikan persoalan sampah," ujarnya.
Ketua Lembaga Pemulihan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (PLH dan SDA) MUI Hayu S. Prabowo juga mengatakan bahwa gerakan itu didasari oleh Fatwa MUI Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan.
Hayu mengatakan pendekatan itu penting mengingat banyaknya sampah yang berakhir di lautan dan mencemari perairan serta besarnya volume sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat Indonesia.
Pemilihan enam masjid sebagai percontohan gerakan itu sendiri adalah dari masjid-masjid yang sudah memiliki pengalaman dalam pengolahan sampah, yaitu Masjid Raya Bintaro Jaya, Masjid Azzikra, Masjid Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Masjid Batul Ma'Muur, Masjid Brajan, dan Masjid An-Nazofah.
Dia mengharapkan masjid-masjid yang telah menjadi percontohan itu dapat menggandeng berbagai masjid lain di kawasannya untuk terlibat dalam gerakan itu, menjalar dari masjid ke masjid-masjid lainnya.*
Baca juga: TKN PSL dan MUI inisiasi Gerakan Sedekah Sampah Indonesia
Baca juga: Jakarta Utara mampu kurangi sampah non-ekonomis 40 ton
Adalah Ananto Isworo salah satu orang yang memulai gerakan itu di Masjid Al Muharam, Kampung Brajan, Yogyakarta.
"Kami sudah memulai dan menginisiasi kegiatan ini sejak 1 Ramadhan 1434 Hijriah atau 9 Juli 2013. Kami memulai di 1 Ramadhan di mana banyak sampah kertas sisa nasi kotak yang berserakan, dari situlah kita muncul gerakan sedekah sampah berbasis masjid," kata Ananto dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat.
Ananto berkisah memulai gerakan itu sendiri berkeliling mengambil sampah dari setiap rumah warga. Pemilahan sampah plastik juga dilakukannya sendiri dengan dua tahun pertama mereka hanya memiliki lima relawan.
Kini sudah ada sekitar 40 relawan yang mayoritas adalah remaja masjid, yang terdiri dari yatim piatu dan fakir miskin.
"Mereka berharap dengan tenaga yang bisa mereka lakukan, bisa membantu teman-teman lain yang putus sekolah, yang tidak bisa bayar SPP sehingga mereka bergerak," katanya.
Sedekah sampah itu berkembang dengan program Sekolah Sedekah Sampah yang sejak 2013 telah menerima kunjungan dari mereka yang ingin belajar tentang pengelolaan sampah berbasis masjid.
Gerakan itu juga bertujuan untuk mengubah perspektif sampah dari yang harus dibuang menjadi yang bisa dikelola.
"Sedekah sampah ini tidak berorientasi kepada berapa sampah yang sudah saya sedekahkan karena di konsep sedekah sampah tidak ada volume. Berbeda dengan bank sampah, kalau bank sampah ada volume karena ada nilai ekonomi Rupiah," ujar Ananto.
Masjid menjadi koordinator dalam upaya penanganan sampah juga oleh Masjid Raya Bintaro Jaya di Jakarta. Chairul Saleh sebagai salah satu pengurus Masjid Bintaro Jaya mengatakan bahwa gerakan sedekah sampah itu adalah salah satu langkah yang dilakukan untuk mendukung gerakan Eco Masjid.
"Menjadikan masjid tidak hanya untuk keperluan ibadah, tapi masjid juga untuk membantu mengatasi persoalan lingkungan," kata Chairul.
Selain sedekah sampah, mereka juga mengembangkan program hemat air, dan memanfaatkan momentum Ramadhan untuk mengurangi plastik sekali pakai dengan mendorong jamaah untuk membawa tempat minum sendiri selama Shalat Tarawih.
Penggunaan istilah sedekah sendiri, menurutnya, digunakan untuk memotivasi jamaah untuk melakukan sedekah jariah yang hasilnya bisa bermanfaat untuk membantu operasional masjid serta kegiatan lainnya termasuk membantu dhuafa.
"Kita mencoba mengembangkan tagline untuk memotivasi jamaah bahwa Datang shalat di masjid bawa sampah, pulang bawa berkah," kata Chairul.
Kedua masjid itu sendiri adalah bagian dari enam masjid percontohan untuk Gerakan Sedekah Sampah Indonesia Berbasis Masjid yang diluncurkan oleh Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL) bersama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada hari ini.
Gerakan itu ingin mendorong masjid menjadi koordinator untuk memilah sampah plastik dan mengumpulkannya yang kemudian dijual ke bank sampah atau pengepul. Hasil penjualan sampah dapat menjadi sumber dana untuk aktivitas masjid, serta disalurkan untuk membantu fakir miskin, anak yatim piatu dan janda sekitar lingkungan masjid.
Baca juga: KLHK sebut tren kapasitas pengelolaan sampah nasional meningkat
Baca juga: KLHK: Masjid bisa berkontribusi dalam isu pengelolaan sampah
Garda terdepan
GRADASI adalah kolaborasi MUI dan bersama TKN PSL, yang didukung juga oleh Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dalam peluncurannya, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Nani Hendiarti mengatakan gerakan itu merupakan salah satu langkah untuk memperbaiki tata kelola sampah dan mengajak masyarakat serta komunitas agama mengubah pandangan terkait sampah.
"Kegiatan sedekah sampah berbasis masjid yang hari ini kita luncurkan bersama-sama merupakan wujud konkret dari kolaborasi berbagai komponen masyarakat," kata Nani.
Dia berharap gerakan itu dapat menjadi pendekatan baru sebagai platform amal bagi berbagai lapisan masyarakat Indonesia serta mendorong pengelolaan sampah yang lebih baik.
Inisiatif itu juga dapat memberikan pesan penting bahwa melakukan sedekah tidak hanya dapat dilakukan dalam bentuk uang atau harta yang lain. Namun, sampah yang bernilai dapat menjadi kesempatan untuk bersedekah.
Pemilihan masjid menjadi salah satu aktor dalam upaya penanganan sampah itu juga didukung oleh Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) M. Ali Yusuf.
Menurut Ali, permasalahan sampah itu kini harus dihadapi dengan upaya luar biasa dan melibatkan semua lapisan masyarakat.
Masjid memiliki sumber daya dan perangkat kelembagaan yang cukup lengkap dengan jumlah yang banyak di seluruh Indonesia. Semua faktor itu menunjukkan masjid memiliki potensi luar biasa memainkan peran dalam isu tersebut.
"Masjid memainkan peran keumatan, tidak hanya peran keagamaan. Oleh karena itu memang masjid harus berada di garda paling depan untuk berkontribusi yang nyata ikut menyelesaikan persoalan sampah," ujarnya.
Ketua Lembaga Pemulihan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (PLH dan SDA) MUI Hayu S. Prabowo juga mengatakan bahwa gerakan itu didasari oleh Fatwa MUI Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan.
Hayu mengatakan pendekatan itu penting mengingat banyaknya sampah yang berakhir di lautan dan mencemari perairan serta besarnya volume sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat Indonesia.
Pemilihan enam masjid sebagai percontohan gerakan itu sendiri adalah dari masjid-masjid yang sudah memiliki pengalaman dalam pengolahan sampah, yaitu Masjid Raya Bintaro Jaya, Masjid Azzikra, Masjid Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Masjid Batul Ma'Muur, Masjid Brajan, dan Masjid An-Nazofah.
Dia mengharapkan masjid-masjid yang telah menjadi percontohan itu dapat menggandeng berbagai masjid lain di kawasannya untuk terlibat dalam gerakan itu, menjalar dari masjid ke masjid-masjid lainnya.*
Baca juga: TKN PSL dan MUI inisiasi Gerakan Sedekah Sampah Indonesia
Baca juga: Jakarta Utara mampu kurangi sampah non-ekonomis 40 ton
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021
Tags: