KLHK sebut tren kapasitas pengelolaan sampah nasional meningkat
30 April 2021 16:07 WIB
Tangkapan layar Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar (panel kanan bawah) dan Ketua Lembaga PLH dan SDA MUI Hayu Prabowo (panel kiri bawah) dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat (30/4/2021) (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar mengatakan tren kapasitas pengelolaan sampah Indonesia meningkat setiap tahunnya untuk dapat mencapai target pengelolaan sampah 100 persen pada 2025.
"Secara tren kita mengalami peningkatan, walaupun kita harus mencapai Tahun 2025 itu 100 persen," kata Novrizal dalam konferensi pers virtual peluncuran Gerakan Sedekah Sampah Indonesia (GRADASI) yang dipantau dari Jakarta, Jumat.
Menurut data KLHK, pada 2019 tingkat pengurangan sampah Indonesia adalah 14,58 persen dan penanganan sampah sebanyak 34,60 persen menjadikan kapasitas pengelolaan sampah nasional berada di tingkat 49,18 persen.
Angka itu mengalami kenaikan pada 2020 dengan tingkat pengurangan sampah Indonesia mencapai 16,23 persen dan kemampuan penanganan 37,92 persen menjadikan total kapasitas pengelolaannya adalah 54,15 persen.
Sementara itu, pemerintah sebelumnya menargetkan akan mencapai kapasitas pengelolaan sampah 100 persen pada 2025, yang terdiri dari 30 persen tingkat pengurangan sampah serta 70 persen penanganan.
Novrizal sendiri mengakui masih terdapat gap yang cukup besar untuk mencapai target 100 persen, sehingga diperlukan upaya luar biasa untuk menangani permasalahan sampah.
Di sisi lain, meningkatnya kapasitas pengelolaan sampah itu menunjukkan tingkat partisipasi publik yang semakin meningkat.
"Oleh sebab itu menurut saya Gerakan Sedekah Sampah itu merupakan bagian dari partisipasi publik, bagian dari pengurangan sampah," ujarnya.
GRADASI Berbasis Masjid sendiri adalah gerakan pengelolaan sampah berbasis keagamaan yang digawangi oleh Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL) bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI), didukung oleh Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi serta KLHK.
Wujud dari gerakan sedekah sampah itu sendiri adalah sampah plastik yang tertampung di masjid akan dijual ke Bank Sampah maupun pengepul. Hasil dari proses itu dapat menjadi sumber dana untuk aktivitas masjid, serta disalurkan untuk membantu fakir miskin, anak yatim piatu dan janda sekitar lingkungan masjid.
Untuk percontohan enam masjid yang terbesar di beberapa daerah akan dan telah melakukan sedekah sampah tersebut.
Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (PLH dan SDA) MUI Hayu S. Prabowo dalam konferensi pers yang sama mengatakan sedekah sampah berangkat dari Fatwa MUI Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan.
Pendekatan keagamaan untuk pengelolaan sampah itu sangat penting, ujar Hayu, mengingat banyaknya volume sampah berjenis plastik yang dibuang ke laut dan besarnya jumlah sampah organik yang dihasilkan Indonesia.
"Muslim wajib untuk menjaga kebersihan dan wajib juga untuk mengelola sampah yang masih ada nilainya, masih bisa digunakan jadi tidak dibuang begitu saja. Contohnya ini adalah sampah plastik," kata Hayu.
"Secara tren kita mengalami peningkatan, walaupun kita harus mencapai Tahun 2025 itu 100 persen," kata Novrizal dalam konferensi pers virtual peluncuran Gerakan Sedekah Sampah Indonesia (GRADASI) yang dipantau dari Jakarta, Jumat.
Menurut data KLHK, pada 2019 tingkat pengurangan sampah Indonesia adalah 14,58 persen dan penanganan sampah sebanyak 34,60 persen menjadikan kapasitas pengelolaan sampah nasional berada di tingkat 49,18 persen.
Angka itu mengalami kenaikan pada 2020 dengan tingkat pengurangan sampah Indonesia mencapai 16,23 persen dan kemampuan penanganan 37,92 persen menjadikan total kapasitas pengelolaannya adalah 54,15 persen.
Sementara itu, pemerintah sebelumnya menargetkan akan mencapai kapasitas pengelolaan sampah 100 persen pada 2025, yang terdiri dari 30 persen tingkat pengurangan sampah serta 70 persen penanganan.
Novrizal sendiri mengakui masih terdapat gap yang cukup besar untuk mencapai target 100 persen, sehingga diperlukan upaya luar biasa untuk menangani permasalahan sampah.
Di sisi lain, meningkatnya kapasitas pengelolaan sampah itu menunjukkan tingkat partisipasi publik yang semakin meningkat.
"Oleh sebab itu menurut saya Gerakan Sedekah Sampah itu merupakan bagian dari partisipasi publik, bagian dari pengurangan sampah," ujarnya.
GRADASI Berbasis Masjid sendiri adalah gerakan pengelolaan sampah berbasis keagamaan yang digawangi oleh Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL) bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI), didukung oleh Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi serta KLHK.
Wujud dari gerakan sedekah sampah itu sendiri adalah sampah plastik yang tertampung di masjid akan dijual ke Bank Sampah maupun pengepul. Hasil dari proses itu dapat menjadi sumber dana untuk aktivitas masjid, serta disalurkan untuk membantu fakir miskin, anak yatim piatu dan janda sekitar lingkungan masjid.
Untuk percontohan enam masjid yang terbesar di beberapa daerah akan dan telah melakukan sedekah sampah tersebut.
Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (PLH dan SDA) MUI Hayu S. Prabowo dalam konferensi pers yang sama mengatakan sedekah sampah berangkat dari Fatwa MUI Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan.
Pendekatan keagamaan untuk pengelolaan sampah itu sangat penting, ujar Hayu, mengingat banyaknya volume sampah berjenis plastik yang dibuang ke laut dan besarnya jumlah sampah organik yang dihasilkan Indonesia.
"Muslim wajib untuk menjaga kebersihan dan wajib juga untuk mengelola sampah yang masih ada nilainya, masih bisa digunakan jadi tidak dibuang begitu saja. Contohnya ini adalah sampah plastik," kata Hayu.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021
Tags: