RUU PDP berikan perlindungan untuk perempuan dan anak-anak
30 April 2021 13:43 WIB
Koordinator SAFEnet Damar Juniarto (kiri atas); Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Mariam F. Barata (kiri bawah) dan moderator Ellen Kusuma (kanan bawah) saat webinar Digital Discourses: Menyatukan Masyarakat Sipil di Tengah Pandemi, Jumat (30/4/2021). ANTARA/Tangkapan layar.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika menilai Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi akan memberikan perlindungan bagi masyarakat, termasuk perempuan dan anak-anak.
"Data pribadi berbahaya kalau bocor, bisa menjadi ancaman untuk perempuan dan anak-anak," kata Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kominfo, Mariam F. Barata, saat webinar "Digital Discourses: Menyatukan Masyarakat Sipil di Tengah Pandemi", Jumat.
Kominfo, berdasarkan penelitian yang beredar, melihat bahwa perempuan lebih waspada dalam hal membagikan data pribadi, dibandingkan laki-laki. Tapi, perempuan kurang menyadari apa bahaya yang mengintai akibat data pribadi tersebar.
Pelecehan di dunia maya, fetisisasi, ancaman kekerasan, perdagangan perempuan, perundungan siber dan penculikan digital mengintai perempuan dan anak-anak di dunia maya jika data pribadi mereka tersebar.
Baca juga: Pengamat yakini RUU PDP melindungi masyarakat
Baca juga: Kominfo minta WhatsApp terapkan prinsip perlindungan data pribadi
Mariam berpendapat kasus data pribadi di dunia maya merupakan fenomena gunung es, terutama terhadap perempuan.
Pelanggaran data pribadi yang terjadi, seperti penyalahgunaan data pribadi, kebocoran data dan jual beli data pribadi terjadi karena serangan siber, kelalaian manusia, kesengajaan, kegagalan sistem dan tingkat kewaspadaan rendah terhadap keamanan data pribadi.
Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi, yang kini masih berbentuk rancangan undang-undang, sangat diperlukan agar data pribadi memiliki regulasi yang kuat dan kasus pelanggaran data pribadi bisa dijerat hukum.
Selama ini, menurut Mariam, kasus pelanggaran data pribadi belum banyak yang bisa ditindak secara hukum dan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP.
RUU PDP mengatur hak dan kewajiban subjek data atau pemilik data, salah satunya soal kewaspadaan dalam memberikan data pribadi.
Begitu juga dengan pihak yang mengumpulkan, mengelola dan memproses data yang harus disertai dengan dasar hukum.
"Urgensi untuk memiliki Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi karena saat ini marak pertukaran data pribadi," kata Mariam.
Salah satu bentuk pertukaran data pribadi terjadi ketika warganet berbelanja daring, data berupa nama, alamat dan nomer telepon tidak hanya digunakan untuk memesan barang di e-commerce, namun, juga akan berada di penyedia pembayaran dan pengiriman barang.
Pemerintah bersama DPR RI saat ini masih membahas Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi, yang ditargetkan bisa selesai tahun ini.
Baca juga: Kominfo berkomitmen terus kawal transformasi digital
Baca juga: Kominfo ajak warganet bicara baik di bulan Ramadhan
Baca juga: Menkominfo sebut industri hiburan perlu dukungan teknologi digital
"Data pribadi berbahaya kalau bocor, bisa menjadi ancaman untuk perempuan dan anak-anak," kata Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kominfo, Mariam F. Barata, saat webinar "Digital Discourses: Menyatukan Masyarakat Sipil di Tengah Pandemi", Jumat.
Kominfo, berdasarkan penelitian yang beredar, melihat bahwa perempuan lebih waspada dalam hal membagikan data pribadi, dibandingkan laki-laki. Tapi, perempuan kurang menyadari apa bahaya yang mengintai akibat data pribadi tersebar.
Pelecehan di dunia maya, fetisisasi, ancaman kekerasan, perdagangan perempuan, perundungan siber dan penculikan digital mengintai perempuan dan anak-anak di dunia maya jika data pribadi mereka tersebar.
Baca juga: Pengamat yakini RUU PDP melindungi masyarakat
Baca juga: Kominfo minta WhatsApp terapkan prinsip perlindungan data pribadi
Mariam berpendapat kasus data pribadi di dunia maya merupakan fenomena gunung es, terutama terhadap perempuan.
Pelanggaran data pribadi yang terjadi, seperti penyalahgunaan data pribadi, kebocoran data dan jual beli data pribadi terjadi karena serangan siber, kelalaian manusia, kesengajaan, kegagalan sistem dan tingkat kewaspadaan rendah terhadap keamanan data pribadi.
Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi, yang kini masih berbentuk rancangan undang-undang, sangat diperlukan agar data pribadi memiliki regulasi yang kuat dan kasus pelanggaran data pribadi bisa dijerat hukum.
Selama ini, menurut Mariam, kasus pelanggaran data pribadi belum banyak yang bisa ditindak secara hukum dan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP.
RUU PDP mengatur hak dan kewajiban subjek data atau pemilik data, salah satunya soal kewaspadaan dalam memberikan data pribadi.
Begitu juga dengan pihak yang mengumpulkan, mengelola dan memproses data yang harus disertai dengan dasar hukum.
"Urgensi untuk memiliki Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi karena saat ini marak pertukaran data pribadi," kata Mariam.
Salah satu bentuk pertukaran data pribadi terjadi ketika warganet berbelanja daring, data berupa nama, alamat dan nomer telepon tidak hanya digunakan untuk memesan barang di e-commerce, namun, juga akan berada di penyedia pembayaran dan pengiriman barang.
Pemerintah bersama DPR RI saat ini masih membahas Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi, yang ditargetkan bisa selesai tahun ini.
Baca juga: Kominfo berkomitmen terus kawal transformasi digital
Baca juga: Kominfo ajak warganet bicara baik di bulan Ramadhan
Baca juga: Menkominfo sebut industri hiburan perlu dukungan teknologi digital
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021
Tags: