Jakarta (ANTARA) - Sebagian masyarakat telah melakukan vaksinasi COVID-19, akan tetapi hal ini jangan sampai membuat terlena dan abai pada protokol kesehatan bahkan penambahan suplemen immunodulator sangat diperlukan.
Kondisi kekebalan tubuh manusia berbeda-beda tergantung dengan gender, kualitas gizi, memiliki penyakit penyerta, dan tingkat stres. Oleh karenanya, meski sudah divaksin bukan berarti seseorang bisa bebas dari paparan virus corona.
Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Alergi Immunologi, Dr dr Gatot Soegiarto, Sp.PD-KAI, FINASIM mengatakan orang yang usianya muda respon atau titer antibodi yang dibentuk akan lebih tinggi dari yang usia tua, sebab orangtua telah mengalami penurunan fungsi salah satunya adalah imun.
Baca juga: Selain vaksinasi, cegah kena COVID-19 dengan perkuat daya tahan tubuh
Perempuan juga memiliki respon antibodi yang lebih tinggi dibanding laki-laki. Orang dengan gizi bagus respon antibodinya lebih tinggi dibandingkan dengan yang bergizi buruk.
Begitu juga pada mereka yang memiliki penyakit penyerta, kemampuannya untuk membentuk antibodi juga lebih rendah dibandingkan orang yang tidak memiliki penyakit penyerta.
Akan tetapi, ada bahan tertentu yang memiliki kemampuan untuk membentuk titer antibodi seperti echinacea purpurea, bahan herbal yang bermanfaat sebagai immunomodulator.
"Penggunaan immunomodulator seperti echinacea purpurea ternyata bisa meningkatkan titer antibodi terhadap vaksinasi. Respon tubuh menjadi lebih baik," kata dr. Gatot dalam keterangan resmi Imboost pada Jumat.
Baca juga: Minum suplemen peningkat sistem imun sebaiknya ada jeda
Dokter Gatot mengatakan konsumsi immunomodulator diperbolehkan dalam jeda vaksinasi dosis 1 dan dosis 2. Namun yang harus diperhatikan adalah kandungan dalam suplemen tersebut, jika obatnya mengandung steroid dan penurun panas hanya boleh dikonsumsi sesuai kebutuhan.
"Tapi kalau berkepanjangan, ada jurnal yang meneliti bahwa konsumsi yang berlebihan dengan jenis obat ini (steroid, obat penurun panas) maka titer antibodinya menurun. Namun, kalau yang digunakan adalah immunomodulator echinacea purpurea, justru itu meningkatkan titer antibodi, justru itu boleh," ujar dr. Gatot.
Gatot juga menyarankan penggunaan immunomodulator berbahan echinacea purpurea untuk lansia. Sebab, hal tersebut dapat membantu meningkatkan imunitas yang kian menurun.
"Artinya dalam kondisi yang kurang, maka lansia harus dibantu atau dirangsang dengan immunomodulator," kata dr. Gatot.
Hal yang sama juga dikemukakan Spesialis Paru, Dr dr Erlina Burhan, M.Sc, Sp.P(K). Menurutnya, masyarakat yang sudah mendapat vaksin COVID-19 tetap membutuhkan suplemen tambahan sebab ada perlindungan yang sifatnya seratus persen dari vaksin.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mensyaratkan memberikan perlindungan 50 persen melalui vaksin sudah bisa dilakukan. Perlindungan 50 persen artinya kalau dibandingkan orang yang tidak divaksin, orang yang divaksin risiko tertularnya 50 persen lebih rendah.
BPOM sendiri telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization pada vaksin Sinovac dengan efikasi 65,3 persen. Artinya, risiko tertularnya 65,3 persen lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak divaksin.
Dokter Erlina menegaskan masyarakat harus diingatkan menjalankan 5M dan menjaga imunitas tubuh. Menurutnya ini adalah sesuatu yang penting agar pencegahan bisa benar-benar dilaksanakan.
"Jadi menurut saya, harus ada beberapa ikhtiar untuk menghindari terjadinya infeksi COVID-19 ini. Selain vaksinasi, juga bisa menjalankan 5M, termasuk dengan meningkatkan imunitas tubuh, salah satunya dengan mengonsumsi immunomodulator," kata dr Erlina.
Baca juga: LIPI ciptakan kandidat obat herbal perkuat imunitas lawan COVID-19
Baca juga: LIPI akan uji klinik imunomodulator herbal pada 90 pasien COVID-19
Baca juga: LIPI-mitra kerja segera uji klinik immunomodulator di RS Wisma Atlet
Usai vaksin tetap perlu konsumsi immunomodulator
30 April 2021 09:42 WIB
Ilustrasi suplemen immunomodulator (ANTARA/Shutterstock)
Pewarta: Maria Cicilia
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021
Tags: