Teheran, 21/7 (ANTARA/AFP) - Amerika Serikat dan Jenderal David Petraeus akan ditelan "teror" di Afghanistan, kata komandan senior pasukan khusus Pengawal Revolusioner Iran pada Rabu.

"Kehadiran Petraeus di Afghanistan akan meningkatkan terorisme dan mensahkan perluasan kegagalan Amerika di negara terkoyak perang itu," kata Brigadir Jenderal Massoud Jazayeri seperti dikutip di laman web Pengawal Revolusi.

Pemerintah Amerika Serikat tidak mungkin berhasil, karena nyala api, yang akan menelan Amerika Serikat di Afghanistan, sudah terlihat. Teror akan mengalahkan Amerika Serikat dan sekutu NATO-nya di Afghanistan," katanya pada Sepahnews.

Petraeus, yang mengambil alih kepemimpinan atas 140.000 tentara Amerika Serikat dan NATO di Afghanistan pada 4 Juli, menghadapi tugas berat mewujudkan perdamaian bagi bangsa itu dan mengamankan jalan keluar menyelamatkan wajah pasukan sekutu tersebut, yang memerangi perlawanan maut semakin dahsyat pejuang Taliban.

Jazayeri yang juga berada di kedudukan utama tentara Iran, menyatakan Petraeus akan gagal dalam menggalang sekutu NATO-nya saat kemelut di Afghanistan sudah memuncak.

Tenggapan Jazayeri itu muncul sehari setelah Menteri Luar Negeri Iran Manouchehr Mottaki menyatakan pengiriman tentara pimpinan Amerika Serikat ke Afghanistan gagal menenangkan negara itu dan mengalahkan Taliban.

NATO menghadapi kemunduran besar di Afghanistan saat Gedung Putih memecat Jenderal Amerika Serikat Stanley McChrystal, yang mengecam presiden dan penasihat utama dalam wawancara dengan sebuah majalah.

Perpecahan muncul di persekutuan 46 negara itu saat berusaha memadamkan perlawanan sembilan tahun Taliban, dengan utusan khusus Inggris memperpanjang cuti, korban meningkat dan laporan bahwa Amerika Serikat "tanpa sengaja" mendukung panglima perang.

Kongres Amerika Serikat pada ahir Juni menyatakan siasat perang Afghanistan dirusak pembayaran jutaan dolar (miliaran rupiah) kepada panglima perang untuk mengawal iringan pasokan ke lebih dari 200 pangkalan tentara Amerika Serikat di seluruh negeri tersebut.

Penyelidikan itu, berjudul "Warlord, Inc" (Perusahaan Panglima), menemukan bahwa kesepakatan 2,16 miliar dolar Amerika Serikat (sekitar 21,6 triliun rupiah) untuk truk perbekalan ke pangkalan Amerika Serikat memicu kepanglimaan, pemerasan, dan korupsi serta mungkin menjadi sumber dana penting bagi pejuang.(B002/H-RN)