Ahli berharap mutasi virus tidak mengarah ke yang lebih ganas
29 April 2021 20:37 WIB
Ahli Virologi Universitas Udayana Bali Prof I Gusti Ngurah Kade Mahardika dalam dialog bertema "Belajar dari India, Tingkatkan Kepatuhan Protokol Kesehatan Sekarang Juga" yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (29/4/2021). (ANTARA/ Zubi Mahrofi)
Jakarta (ANTARA) - Ahli virus Universitas Udayana Bali Prof I Gusti Ngurah Kade Mahardika mengharapkan bila terjadi mutasi virus SARS-CoV-2 di Indonesia tidak mengarah ke virus yang lebih ganas.
"Mutasi pasti akan terjadi pada virus. Peluangnya ada dua, menjadi ganas dan tidak ganas. Harapan saya virus itu bermutasi menjadi tidak ganas jangan sebaliknya," ujar I Gusti Ngurah Kade Mahardika dalam dialog bertema "Belajar dari India, Tingkatkan Kepatuhan Protokol Kesehatan Sekarang Juga" yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.
Saat ini, ia menyampaikan mutasi virus SARS-CoV-2 di India juga terdapat di 11 negara lainnya di dunia. Melihat hal itu masyarakat harus tetap menerapkan protokol kesehatan ketat.
Baca juga: Guru Besar FKUI ungkap dua kelompok besar mutasi virus di India
"Pertama adalah kerumunan masa harus dihindari, kedua pemerintah segera mempercepat coverage vaksinasinya sehingga pandemi segera berlalu," ucapnya.
Tingginya kasus di India, menurut dia, tidak hanya dikontribusi oleh adanya mutasi virus, melainkan adanya kerumunan masyarakat dan abai terhadap protokol kesehatan.
"Mutasi virus memang kemungkinan berkontribusi terhadap tsunami COVID-19 di India. Tapi ada faktor lain, yakni kerumunan sosial seperti upacara agama dan kampanye politik," kata I Gusti Ngurah Kade Mahardika.
Baca juga: Kemenkes teliti mutasi virus yang berpotensi dibawa pendatang India
Ia menambahkan, faktor lainnya yang memicu tsunami COVID-19 di India yakni euforia vaksinasi yang masih terlalu dini.
"Mudah-mudahan tidak terjadi di Indonesia karena vaksinasi di Indonesia masih sekitar 2,5 persen. Jadi jangan ada euforia vaksin," ucapnya.
Ia mengingatkan jika masyarakat abai terhadap protokol kesehatan maka dapat membuka potensi kenaikan kasus aktif dan akhirnya akan diikuti dengan angka kematian.
Baca juga: Menkes: Mutasi virus India sudah sampai di Indonesia
"Ketika ada kenaikan kasus maka akan diikuti letupan angka kematian, persis seperti yang terjadi di India saat ini," katanya.
Dalam kesempatan sama, Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan mengharapkan pemerintah tetap memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat untuk menghindari adanya kerumunan.
Baca juga: Tetap waspada mutasi virus penyebab COVID-19
"Harapannya tetap bertahan ada pembatasan kegiatan, hasil survei terakhir ada penurunan di berbagai wilayah," katanya
Ia mengingatkan bahwa pandemi belum berakhir dan tingkat positif rate COVID-19 di Indonesia juga masih tinggi.
"Karena itu protokol kesehatan tidak boleh ditawar harus disiplin menegakkan protokol kesehatan," ucapnya.
Baca juga: Menjaga diplomasi untuk jamin stok dan kejar target vaksinasi COVID-19
"Mutasi pasti akan terjadi pada virus. Peluangnya ada dua, menjadi ganas dan tidak ganas. Harapan saya virus itu bermutasi menjadi tidak ganas jangan sebaliknya," ujar I Gusti Ngurah Kade Mahardika dalam dialog bertema "Belajar dari India, Tingkatkan Kepatuhan Protokol Kesehatan Sekarang Juga" yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.
Saat ini, ia menyampaikan mutasi virus SARS-CoV-2 di India juga terdapat di 11 negara lainnya di dunia. Melihat hal itu masyarakat harus tetap menerapkan protokol kesehatan ketat.
Baca juga: Guru Besar FKUI ungkap dua kelompok besar mutasi virus di India
"Pertama adalah kerumunan masa harus dihindari, kedua pemerintah segera mempercepat coverage vaksinasinya sehingga pandemi segera berlalu," ucapnya.
Tingginya kasus di India, menurut dia, tidak hanya dikontribusi oleh adanya mutasi virus, melainkan adanya kerumunan masyarakat dan abai terhadap protokol kesehatan.
"Mutasi virus memang kemungkinan berkontribusi terhadap tsunami COVID-19 di India. Tapi ada faktor lain, yakni kerumunan sosial seperti upacara agama dan kampanye politik," kata I Gusti Ngurah Kade Mahardika.
Baca juga: Kemenkes teliti mutasi virus yang berpotensi dibawa pendatang India
Ia menambahkan, faktor lainnya yang memicu tsunami COVID-19 di India yakni euforia vaksinasi yang masih terlalu dini.
"Mudah-mudahan tidak terjadi di Indonesia karena vaksinasi di Indonesia masih sekitar 2,5 persen. Jadi jangan ada euforia vaksin," ucapnya.
Ia mengingatkan jika masyarakat abai terhadap protokol kesehatan maka dapat membuka potensi kenaikan kasus aktif dan akhirnya akan diikuti dengan angka kematian.
Baca juga: Menkes: Mutasi virus India sudah sampai di Indonesia
"Ketika ada kenaikan kasus maka akan diikuti letupan angka kematian, persis seperti yang terjadi di India saat ini," katanya.
Dalam kesempatan sama, Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan mengharapkan pemerintah tetap memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat untuk menghindari adanya kerumunan.
Baca juga: Tetap waspada mutasi virus penyebab COVID-19
"Harapannya tetap bertahan ada pembatasan kegiatan, hasil survei terakhir ada penurunan di berbagai wilayah," katanya
Ia mengingatkan bahwa pandemi belum berakhir dan tingkat positif rate COVID-19 di Indonesia juga masih tinggi.
"Karena itu protokol kesehatan tidak boleh ditawar harus disiplin menegakkan protokol kesehatan," ucapnya.
Baca juga: Menjaga diplomasi untuk jamin stok dan kejar target vaksinasi COVID-19
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021
Tags: