Jakarta (ANTARA News) - Pengamat pasar uang, Irfan Kurniawan memperkirakan rupiah pada Jumat (23/7) berada dalam kisaran yang ketat antara Rp9.060 hingga Rp9.100 per dolar AS, karena minimnya isu positif yang dapat menggerakkan mata uang Indonesia.

Rupiah masih berada dalam kisaran Rp9.060-Rp9.100, karena belum ada faktor penggerak positif yang kuat muncul di pasar, kata Irfan Kurniawan di Jakarta, Kamis.

Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, Kamis sore, turun 20 poin menjadi Rp9.060-Rp9.070 karena tekanan pasar masih berlanjut dan aktifnya Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi pasar.

Irfan Kurniawan yang juga Analis PT First Asia Capital mengatakan, BI masih berada di pasar melakukan pembelian rupiah, sehingga koreksi terhadap mata uang Indonesia berlanjut.

Namun pembelian rupiah oleh BI tidak besar yang bertujuan agar mata uang lokal itu menjauhi level Rp9.000, katanya.

Ia mengatakan, rupiah bisa menguat asalkan didukung oleh faktor fundamental ekonomi sehingga BI membiarkan kenaikan mata uang Indonesia itu hingga melewati angka Rp9.000.

Namun apabila kenaikan itu karena dana asing yang masuk, maka BI akan menahan dengan melakukan intervensi pasar, katanya.

Kenaikan rupiah hingga mencapai angka Rp9.000, menurut dia, tidak ada untungnya, apabila didukung oleh "hot money" yang suatu saat meningkat dan menurun.

Hal ini yang dicegah BI agar posisi rupiah tidak berfluktuasi dengan tajam, ucapnya.

Sementara itu, pengamat pasar uang lainnya dari PT Currency Management Group, Farial Anwar mengatakan, rupiah sebenarnya sudah dapat mencapai dikisaran Rp8.000 sampai Rp8.500 per dolar, apabila BI tidak intervensi.

BI tidak menginginkan rupiah berada di bawah angka Rp9.000 per dolar, karena otoritas itu mempunyai kepentingan terhadap dolar.

"Karena itu kami optimis rupiah masih berada dalam kisaran yang sempit pada perdagangan berikutnya," tuturnya.
(T.H-CS/P003)