"Pemanfaatan ini dapat menjadi solusi permasalahan sampah di Kota Tangerang," kata Ikhsan.
Dengan penduduk hampir dua juta jiwa, jumlah sampah di Kota Tangerang saat ini mencapai 1.500 ton per hari.
Komposisi sampah di TPA Rawakucing terdiri dari sampah kayu, sampah pasar, dan sampah perkotaan atau rumah tangga yang diolah menjadi pelet Solid Recovered Fuel (SRF) atau Refused Derived Fuel (RDF).
"Program co-firing ini merupakan jalan yang baik untuk keluar dari permasalahan sampah dan juga untuk mendorong renewable energy," kata Ikhsan.
Dia menyampaikan harga pelet sampah saat ini lebih murah 15 persen ketimbang harga batu bara, sehingga co-firing biomassa potensial untuk menjadi bahan bakar PLTU Lontar.
"Saat ini pelet masih dihargai senilai 85 persen dari harga batu bara. Kami mendorong percepatan peningkatan penggunaan energi baru terbarukan, karena ini sampahnya diolah menjadi pelet biomassa untuk mensubstitusi batubara sebagai bahan bakar PLTU,” jelas Ikhsan.
PLN memanfaatkan pengolahan sampah dengan skala riset lima ton per hari menjadi co-firing biomassa untuk PLTU Lontar. Perseroan menargetkan peningkatan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan menjadi 16 gigawatt pada 2024.
Seperti diketahui, co-firing merupakan proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial atau bahan campuran batubara di PLTU.
Baca juga: PLN kejar target uji coba "co-firing" PLTU biomassa
Baca juga: Pemprov NTB jajaki serius kemitraan dengan Denmark bangun PLT Biomassa
Baca juga: PLN dan PTPN X kerja sama jual beli listrik tenaga biomassa