Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan, tersangka perkara korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum, Yusril Ihza Mahendra, harus tetap diberi keadilan.

"Kami masih menelaah pengujian UU-nya dan kasus konkritnya yakni status Yusril sebagai tersangka," katanya, usai menghadiri pembukaan Konvensi Perhimpunan Hubungan Masyarakat (Perhumas) 2010, di Jakarta, Rabu.

Mahfud mengatakan, MK hanya berwenang untuk melakukan pengujian terhadap UU-nya sedangkan terkait status Yusril Mahendra MK tidak dapat ikut campur.

"MK hanya bisa menelaah dan menguji UU-nya apakah sah atau tidak. Bagaimana putusan sela yang diajukan Yusril, jika dikabulkan akan berdampak pada status Yusril, itu yang kita kaji. Karena putusan sela itu bukan berarti membatalkan UU hanya menangguhkan UU," katanya.

Yang jelas, tambah Mahfud, MK akan memberikan keadilan bagi Yusril.

Ia mengungkapkan, sampai saat ini Yusril belum mengajukan perbaikan terhadap permintaanya agar Mahkamah Konstitusi menerbitkan putusan sela yang memerintahkan Kejaksaan Agung menghentikan dan atau menunda penyidikan perkara dugaan tindak pidana yang melibatkan dirinya.

"Sampai saat ini, yang bersangkutan belum mengajukan perbaikannya dalam jangka waktu 14 hari yang kami berikan. Jika dalam 14 hari yang bersangkutan tidak juga memberikan perbaikan, ya MK akan bersikap," kata Mahfud.

Pada pekan lalu Yusril Ihza Mahendra meminta Mahkamah Konstitusi menerbitkan putusan sela yang memerintahkan Kejaksaan Agung menghentikan dan atau menunda penyidikan perkara dugaan tindak pidana yang melibatkan dirinya.

"Saya meminta MK menyatakan menunda pelaksanaan berlakunya Pasal 22 Ayat 1 UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan sampai ada putusan akhir Mahkamah terhadap pokok permohonan a quo," kata Yusril.

Selain itu, mantan Menteri Kehakiman dan HAM ini juga meminta MK memerintahkan Kejagung menghentikan penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-79/F.2/Fd/1/06/2010 tanggal 24 Juni 2010, setidak-tidaknya sampai adanya putusan MK dalam perkara a quo yang berkekuatan hukum tetap.

Yusril berdalih, permintaan ini merujuk Pasal 58 UU MK yang menyatakan bahwa putusan Mahkamah tidak terlaku surut. Hal ini ditujukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap hak konstitusional dirinya.

"Secara faktual, pemohon telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Jaksa Agung yang telah berakhir masa jabatannya sehingga adalah patut apabila MK memerintahkan penghentian sementara suatu pelaksanaan tindakan hukum yang terkait dengan perkara yang sedang diuji," katanya.

Dikatakannya, permohonan provisi ini juga merujuk Pasal 63 MK yang mengatakan bahwa MK dapat mengeluarkan penetapan yang memerintahkan kepada pemohon dan/atau termohon untuk menghentikan sementara pelaksanaan kewenangan yang dipersengketakan sampai ada putusan MK.

Sebelumnya, MK pernah memutuskan putusan provisi pada perkara uji materi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 32 Ayat (1) butir c dengan pemohon Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah.(*)
(T.R018/R009)