Telaah
Mewaspadai kembali munculnya klaster perkantoran
Oleh Sri Muryono
28 April 2021 18:01 WIB
Petugas dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menunjukkan stiker segel yang akan dipasang pada perkantoran yang beroperasi meski ada karyawannya positif COVID-19 saat inspeksi mendadak di Senayan, Jakarta, Kamis (1/10/2020). Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 88 tahun 2020, perkantoran wajib melakukan penghentian sementara aktivitas paling sedikit 3 x 24 jam apabila ditemukan pekerja yang terpapar virus corona. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
Jakarta (ANTARA) - Arus lalu lintas di beberapa ruas jalan di DKI Jakarta pada Selasa (27/4) siang yang cerah tampak ramai lancar.
Namun menjelang sore, suasana sedikit berubah. Ada kepadatan, bahkan sedikit kemacetan di sejumlah lampu pengatur lalu lintas (traffic light).
Demikianlah suasana Ibu Kota akhir-akhir ini. Masyarakat beraktivitas dalam berbagai bidang dan sektor.
Namun harus diakui bahwa beragam aktivitas itu berlangsung dalam pembatasan akibat masih adanya wabah virus corona (COVID-19). Kerangka kebijakannya adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sejak 10 April 2020 telah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan telah beberapa kali memperpanjang PPKM. Terakhir diperpanjang hingga 3 Mei 2021.
Perpanjangan PPKM di Jakarta dan daerah-daerah lainnya menunjukkan bahwa belum ada kepastian untuk mengindikasikan wabah ini segera berakhir.
Kendati akhir-akhir ini angka-angka kasus harian secara nasional berada di sekitar 5.000 tetapi belum ada pihak yang bisa memastikan kapan akan berakhir.
Baca juga: Satgas: Terjadi peningkatan kasus pada klaster perkantoran di Jakarta
Alih-alih memastikan wabah berakhir, justru semua pihak sedang dilanda kekhawatiran terjadi tsunami corona seperti di India. Momentum terjadinya lonjakan kasus baru ada pada arus mudik dan arus balik Lebaran.
Karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk menihilkan mudik. Penyekatan dan penutupan jalur dilakukan dimana-mana dan tidak sekedar di Jakarta dan sekitarnya.
Kekhawatiran terjadinya lonjakan kasus baru dari momentum arus mudik dan arus balik didasarkan pada data dan kenyataan selama setahun lebih wabah virus dari Wuhan (China) tersebut.
Setiap momentum pergerakan atau mobilitas penduduk berdampak terhadap kenaikan kasus pada beberapa hari setelahnya.
Naik lagi
Meningkatnya mobilitas publik berkorelasi terhadap pertambahan kasus. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dalam dua pekan terakhir terdapat peningkatan kasus aktif secara fluktuatif.
Pada 5 April terdapat 6.075 kasus aktif dan meningkat menjadi 6.924 kasus aktif dua pekan berikutnya. Karena itu, tak berlebihan kiranya untuk diingatkan lagi agar warga DKI menaati 3M termasuk menghindari kerumunan dan menghindari mobilisasi sangat penting.
Pengalaman tahun lalu dan akhir pekan lalu menunjukkan bahwa ketika aktivitas penduduk meningkat, lalu angka kasus baru bergerak naik. Terlebih ada sedikit pelonggaran aktivitas publik baik di perkantoran maupun pusat perbelanjaan.
Baca juga: Satgas: Terjadi peningkatan kasus pada klaster perkantoran di Jakarta
Dalam konteks itulah, perpanjangan PPKM tersebut tampaknya menunjukkan Pemprov DKI tidak ingin lengah kendati situasi peningkatan kasus baru COVID-19 pandemi terbilang terkendali meski kasus aktif masih bergerak fluktuatif.
Salah satu yang sedang mendapat sorotan adalah munculnya kembali kasus-kasus baru dari orang yang bekerja di perkantoran. Istilah yang populer dipahami publik adalah klaster perkantoran.
Ini sebenarnya bukan hal baru dalam khazanah wabah virus corona di Indonesia karena pernah terjadi. Pada pertengahan tahun lalu, klaster perkantoran pernah ada atau pernah terjadi di Ibu Kota.
Itu terjadi ketika mulai ada pelonggaran aktivitas publik perkantoran sejalan dengan perubahan kebijakan yakni dari PSBB ke PSBB Transisi.
Peningkatan kasus baru termasuk dari perkantoran akhirnya memaksa Pemprov DKI Jakarta menarik kembali rem darurat. PSBB Transisi kemudian dikembalikan ke PSBB.
Kini di tengah kekhawatiran munculnya lonjakan kasus-kasus baru haruskah dilakukan pengetatan kembali? Haruskah menarik kembali rem darurat?
Pelajaran
Yang pasti, munculnya kembali fenomena klaster perkantoran di DKI Jakarta mendapat perhatian serius dari Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19.
Baca juga: DKI teliti penyebab kembali munculnya klaster perkantoran
Peningkatan penularan SARS-Cov-2 penyebab COVID-19 pada klaster perkantoran di DKI Jakarta terjadi dalam dua pekan terakhir.
Pada 5-11 April 2021 terdapat 157 kasus positif COVID-19 di 78 perkantoran. Sementara pada 12-18 April 2021 jumlah positif COVID-19 meningkat jadi 425 kasus dari 177 perkantoran.
Data yang disampaikan Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito tersebut dihimpun berdasarkan data yang dirilis Pemprov DKI Jakarta.
Kemunculan beberapa kasus positif di perkantoran elah direspons Satgas COVID-19 dengan mendorong pemerintah setempat melakukan penutupan sementara operasional kantor.
Selama proses penutupan, Satgas meminta agar seluruh area perkantoran dilakukan disinfeksi untuk membunuh virus yang mungkin tertinggal.
Selain itu agar ada "testing" dan "tracing" terhadap kontak erat agar penularan tidak meluas dan menimbulkan klaster.
Selanjutnya melakukan optimalisasi Satgas COVID-19 yang sudah ada di perkantoran. Jika belum ada satgas di perkantoran tersebut maka segera dibentuk dan jika sudah ada lakukan evaluasi kinerja.
Baca juga: Satgas minta penutupan sementara kantor yang terpapar COVID-19
Sedangkan kapasitas instansi pada sektor perkantoran yang melaksanakan PPKM diarahkan tetap mengacu pada instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2021 yaitu maksimal 50 persen untuk yang hadir secara fisik di kantor dengan pengetatan protokol kesehatan.
Yang pasti, kejadian di DKI Jakarta perlu menjadi pelajaran bagi daerah lain agar tidak muncul fenomena serupa. Daerah yang tidak menerapkan PPKM perlu membuat aturan secara jelas demi menjalankan kehidupan sosial dan ekonomi aman COVID-19.
Bagi daerah yang tidak muncul klaster perkantoran, persoalan ini diyakini telah ditangani secara optimal. Adapun munculnya kembali klaster perkantoran, perlu diteliti penyebabnya.
Pertama, mungkin pengawasan dan penegakan aturan yang kendur. Kedua, euforia vaksinasi yang telah diterima karyawan menimbulkan tingkat percaya diri berlebihan sehingga lupa protokol kesehatan (prokes).
Pengalaman tahun lalu menunjukkan bahwa fenomena klaster perkantoran bisa diminimalkan dengan sosialisasi prokes.
Selain itu, penegakan aturan yang disertai sanksi penutupan atau penyegelan sementara terhadap perusahaan yang bandel.
Namun menjelang sore, suasana sedikit berubah. Ada kepadatan, bahkan sedikit kemacetan di sejumlah lampu pengatur lalu lintas (traffic light).
Demikianlah suasana Ibu Kota akhir-akhir ini. Masyarakat beraktivitas dalam berbagai bidang dan sektor.
Namun harus diakui bahwa beragam aktivitas itu berlangsung dalam pembatasan akibat masih adanya wabah virus corona (COVID-19). Kerangka kebijakannya adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sejak 10 April 2020 telah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan telah beberapa kali memperpanjang PPKM. Terakhir diperpanjang hingga 3 Mei 2021.
Perpanjangan PPKM di Jakarta dan daerah-daerah lainnya menunjukkan bahwa belum ada kepastian untuk mengindikasikan wabah ini segera berakhir.
Kendati akhir-akhir ini angka-angka kasus harian secara nasional berada di sekitar 5.000 tetapi belum ada pihak yang bisa memastikan kapan akan berakhir.
Baca juga: Satgas: Terjadi peningkatan kasus pada klaster perkantoran di Jakarta
Alih-alih memastikan wabah berakhir, justru semua pihak sedang dilanda kekhawatiran terjadi tsunami corona seperti di India. Momentum terjadinya lonjakan kasus baru ada pada arus mudik dan arus balik Lebaran.
Karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk menihilkan mudik. Penyekatan dan penutupan jalur dilakukan dimana-mana dan tidak sekedar di Jakarta dan sekitarnya.
Kekhawatiran terjadinya lonjakan kasus baru dari momentum arus mudik dan arus balik didasarkan pada data dan kenyataan selama setahun lebih wabah virus dari Wuhan (China) tersebut.
Setiap momentum pergerakan atau mobilitas penduduk berdampak terhadap kenaikan kasus pada beberapa hari setelahnya.
Naik lagi
Meningkatnya mobilitas publik berkorelasi terhadap pertambahan kasus. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dalam dua pekan terakhir terdapat peningkatan kasus aktif secara fluktuatif.
Pada 5 April terdapat 6.075 kasus aktif dan meningkat menjadi 6.924 kasus aktif dua pekan berikutnya. Karena itu, tak berlebihan kiranya untuk diingatkan lagi agar warga DKI menaati 3M termasuk menghindari kerumunan dan menghindari mobilisasi sangat penting.
Pengalaman tahun lalu dan akhir pekan lalu menunjukkan bahwa ketika aktivitas penduduk meningkat, lalu angka kasus baru bergerak naik. Terlebih ada sedikit pelonggaran aktivitas publik baik di perkantoran maupun pusat perbelanjaan.
Baca juga: Satgas: Terjadi peningkatan kasus pada klaster perkantoran di Jakarta
Dalam konteks itulah, perpanjangan PPKM tersebut tampaknya menunjukkan Pemprov DKI tidak ingin lengah kendati situasi peningkatan kasus baru COVID-19 pandemi terbilang terkendali meski kasus aktif masih bergerak fluktuatif.
Salah satu yang sedang mendapat sorotan adalah munculnya kembali kasus-kasus baru dari orang yang bekerja di perkantoran. Istilah yang populer dipahami publik adalah klaster perkantoran.
Ini sebenarnya bukan hal baru dalam khazanah wabah virus corona di Indonesia karena pernah terjadi. Pada pertengahan tahun lalu, klaster perkantoran pernah ada atau pernah terjadi di Ibu Kota.
Itu terjadi ketika mulai ada pelonggaran aktivitas publik perkantoran sejalan dengan perubahan kebijakan yakni dari PSBB ke PSBB Transisi.
Peningkatan kasus baru termasuk dari perkantoran akhirnya memaksa Pemprov DKI Jakarta menarik kembali rem darurat. PSBB Transisi kemudian dikembalikan ke PSBB.
Kini di tengah kekhawatiran munculnya lonjakan kasus-kasus baru haruskah dilakukan pengetatan kembali? Haruskah menarik kembali rem darurat?
Pelajaran
Yang pasti, munculnya kembali fenomena klaster perkantoran di DKI Jakarta mendapat perhatian serius dari Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19.
Baca juga: DKI teliti penyebab kembali munculnya klaster perkantoran
Peningkatan penularan SARS-Cov-2 penyebab COVID-19 pada klaster perkantoran di DKI Jakarta terjadi dalam dua pekan terakhir.
Pada 5-11 April 2021 terdapat 157 kasus positif COVID-19 di 78 perkantoran. Sementara pada 12-18 April 2021 jumlah positif COVID-19 meningkat jadi 425 kasus dari 177 perkantoran.
Data yang disampaikan Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito tersebut dihimpun berdasarkan data yang dirilis Pemprov DKI Jakarta.
Kemunculan beberapa kasus positif di perkantoran elah direspons Satgas COVID-19 dengan mendorong pemerintah setempat melakukan penutupan sementara operasional kantor.
Selama proses penutupan, Satgas meminta agar seluruh area perkantoran dilakukan disinfeksi untuk membunuh virus yang mungkin tertinggal.
Selain itu agar ada "testing" dan "tracing" terhadap kontak erat agar penularan tidak meluas dan menimbulkan klaster.
Selanjutnya melakukan optimalisasi Satgas COVID-19 yang sudah ada di perkantoran. Jika belum ada satgas di perkantoran tersebut maka segera dibentuk dan jika sudah ada lakukan evaluasi kinerja.
Baca juga: Satgas minta penutupan sementara kantor yang terpapar COVID-19
Sedangkan kapasitas instansi pada sektor perkantoran yang melaksanakan PPKM diarahkan tetap mengacu pada instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2021 yaitu maksimal 50 persen untuk yang hadir secara fisik di kantor dengan pengetatan protokol kesehatan.
Yang pasti, kejadian di DKI Jakarta perlu menjadi pelajaran bagi daerah lain agar tidak muncul fenomena serupa. Daerah yang tidak menerapkan PPKM perlu membuat aturan secara jelas demi menjalankan kehidupan sosial dan ekonomi aman COVID-19.
Bagi daerah yang tidak muncul klaster perkantoran, persoalan ini diyakini telah ditangani secara optimal. Adapun munculnya kembali klaster perkantoran, perlu diteliti penyebabnya.
Pertama, mungkin pengawasan dan penegakan aturan yang kendur. Kedua, euforia vaksinasi yang telah diterima karyawan menimbulkan tingkat percaya diri berlebihan sehingga lupa protokol kesehatan (prokes).
Pengalaman tahun lalu menunjukkan bahwa fenomena klaster perkantoran bisa diminimalkan dengan sosialisasi prokes.
Selain itu, penegakan aturan yang disertai sanksi penutupan atau penyegelan sementara terhadap perusahaan yang bandel.
Copyright © ANTARA 2021
Tags: