Tim teknis bansos akui terima "uang lelah" bansos COVID-19
28 April 2021 17:29 WIB
Jaksa KPK menghadirkan lima orang saksi untuk terdakwa mantan Menteri Sosial Juliari Batubara yang didakwa menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos COVID-19 di pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (28/4). ANTARA/Desca Lidya Natalia.
Jakarta (ANTARA) - Tim teknis yang mengurus adminsitrasi pengadaan bansos sembako COVID-19 di Kementerian Sosial periode April-November 2020 mengaku mendapat "uang lelah" di luar honor pelaksanaan program tersebut.
Total ada lima orang tim teknis yang mengakui menerima "uang lelah" yang diberikan oleh Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako COVID-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos periode April-Oktober 2020 baik secara langsung maupun melalui sopirnya bernama Sanjaya.
"Saya pernah terima dari penyedia (bansos), Pak Harry pernah kasih kami rokok bukan uang untuk teman-teman yang lain juga. Lalu dari Pak Joko ada dapat Rp85 juta diberikan secara bertahap dari Mei-September 2020," kata Kasubag Kepegawaian di Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kementerian Sosial Rizki Maulana di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Rizki menjadi saksi untuk terdakwa mantan Menteri Sosial Juliari Batubara yang didakwa menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos COVID-19.
Harry yang dimaksud oleh Rizki adalah Harry Van Sidabukke selaku perwakilan PT Mandala Hamonangan Sude.
Baca juga: Saksi ceritakan uang suap bansos dimasukkan ke tas gitar
Baca juga: Saksi ungkap proses Sritex jadi vendor "goody bag" bansos sembako
Baca juga: Saksi sebut Juliari Batubara rekomendasikan penyedia tas bansos COVID
"Pak Joko ngomongnya itu 'uang lelah' kami selama seminggu karena kami 'full' di ruangan itu terkait bansos ini, kami tidak meminta ke Pak Joko tapi Pak Joko berikan saja," ungkap Rizki.
Rizki pun mengaku tidak tahu sumber uang tersebut.
"Sumbernya dari mana saya kurang tahu karena diterima per minggu tidak selalu sama, jumlahnya beda-beda," tambah Rizki.
Rizki menyebut memang belum ada honor dalam pengadaan bansos COVID-19 tahap 1-6 periode April-Juli 2020.
"Honor resmi saat itu tidak ada karena baru ada di tahap 7, kami juga tidak ada SK (Surat Keputusan) sebagai tim teknis," ungkap Rizki.
Rizki ditunjuk bersama 4 orang lainnya yaitu Robin Saputra, Iskandar Zulkarnaen, Firmansyah dan Rosehan Asyari. Rizki, Robin dan Iskandar bertugas untuk mengurus dokumen pengadaan sedangkan Firmansyah bertugas untuk mengurus "goody bag" sementara Rosehan bertugas untuk mengurus transportasi.
"Seluruh uang Rp85 juta itu sudah dikembalikan karena saya sendiri tidak tahu sumber uangnya Pak Joko dari mana," tambah Rizki.
Selain mendapat uang, Rizki dan tim lainnya juga mengaku mendapat makan siang dari Joko.
Sedangkan pengelola keuangan Sekretariat Ditjen Linjamsos Robin Saputra mengaku mendapat Rp86 juta dari Joko.
"Saya pernah dapat Rp86 juta tapi tidak diberikan sekaligus pernah juga dari Sanjaya, sopir Pak Joko, sebanyak dua kali tapi saya tidak mengetahui sumber uang dari mana karena Pak Joko hanya menyampaikan itu uang lelah," kata Robin.
Robin mengaku mendapat uang itu di ruangan Joko di kantor Kemensos.
Selanjutnya Kasubdit Pencegahan Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kemensos Rosehan Asyari mengaku juga mendapat uang dari Joko.
"Saya dapat dari Pak Joko katanya uang transport karena saya Jumat-Sabtu pulang ke Yogyakarta, katanya 'nanti Senin kita kerja lagi, ini uang lelah urus bansos sembako'," ungkap Rosehan.
Rosehan mengaku menerima Rp70 juta dari Joko.
"Saya sudah kembalikan ke penyidik karena saat itu penyidik KPK tanya apa bersedia untuk mengembalikan uang, saya jawab bersedia," kata Rosehan.
Rosehan juga menyebut bahwa ia baru menerima honor resmi pada pengadaan tahap 7.
"Baru tahap 7 kami dapat honor sebesar Rp28 juta setelah dipotong pajak untuk masing-masing anggota tim, uang Rp28 juta untuk tahap 7-12," tambah Rosehan.
Selanjutnya Kasubag Verifikasi dan Akuntansi Sekretariat Linjamsos Firmansyah mengaku menerima uang sebesar Rp90 juta dari Matheus Joko Santoso.
"Total terima Rp90 juta, sudah saya kembalikan. Saat itu saya beranggapan itu uang lelah, pikiran saya sebagai honor," kata Firmansyah.
Firmansyah menerima uang lelah itu dari sopir Joko bernama Sanjaya.
"Yang menyampaikan bukan langsung Pak Joko tapi dari Sanjaya, katanya ada titipan dari Pak Matehus sebagai uang lelah saat itu tidak tanda terima," kata Firmansyah.
Terakhir Iskandar Zulkarnaen menerima Rp105 juta secara bertahap yaitu Rp10 juta, Rp10 juta Rp20 juta, Rp50 juta, Rp9 juta dan Rp6 juta
"Sebanyak Rp105 juta sudah saya kembalikan ke KPK," kata Iskandar.
Dalam dakwaan Juliari disebutkan anggota tim teknis/ULP menerima sejumlah uang "fee" rinciannya adalah Robin Saputra (Rp200 juta), Rizki Maulana (Rp175 juta), Iskandar Zulkarnaen (Rp175 juta), Firmansyah (Rp175 juta); Rosehan Asyari atau Reihan (Rp150 juta).
"Fee" tersebut dalam dakwaan berasal dari Harry Van Sidabukke yang mewakili PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude sebesar Rp1,28 miliar; dari Ardian Iskandar Maddanatja yang mewakili PT Tigapilar Agro Utama sebesar Rp1,95 miliar dan Rp29,252 miliar dari perusahaan penyedia lain.
Total ada lima orang tim teknis yang mengakui menerima "uang lelah" yang diberikan oleh Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako COVID-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos periode April-Oktober 2020 baik secara langsung maupun melalui sopirnya bernama Sanjaya.
"Saya pernah terima dari penyedia (bansos), Pak Harry pernah kasih kami rokok bukan uang untuk teman-teman yang lain juga. Lalu dari Pak Joko ada dapat Rp85 juta diberikan secara bertahap dari Mei-September 2020," kata Kasubag Kepegawaian di Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kementerian Sosial Rizki Maulana di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Rizki menjadi saksi untuk terdakwa mantan Menteri Sosial Juliari Batubara yang didakwa menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos COVID-19.
Harry yang dimaksud oleh Rizki adalah Harry Van Sidabukke selaku perwakilan PT Mandala Hamonangan Sude.
Baca juga: Saksi ceritakan uang suap bansos dimasukkan ke tas gitar
Baca juga: Saksi ungkap proses Sritex jadi vendor "goody bag" bansos sembako
Baca juga: Saksi sebut Juliari Batubara rekomendasikan penyedia tas bansos COVID
"Pak Joko ngomongnya itu 'uang lelah' kami selama seminggu karena kami 'full' di ruangan itu terkait bansos ini, kami tidak meminta ke Pak Joko tapi Pak Joko berikan saja," ungkap Rizki.
Rizki pun mengaku tidak tahu sumber uang tersebut.
"Sumbernya dari mana saya kurang tahu karena diterima per minggu tidak selalu sama, jumlahnya beda-beda," tambah Rizki.
Rizki menyebut memang belum ada honor dalam pengadaan bansos COVID-19 tahap 1-6 periode April-Juli 2020.
"Honor resmi saat itu tidak ada karena baru ada di tahap 7, kami juga tidak ada SK (Surat Keputusan) sebagai tim teknis," ungkap Rizki.
Rizki ditunjuk bersama 4 orang lainnya yaitu Robin Saputra, Iskandar Zulkarnaen, Firmansyah dan Rosehan Asyari. Rizki, Robin dan Iskandar bertugas untuk mengurus dokumen pengadaan sedangkan Firmansyah bertugas untuk mengurus "goody bag" sementara Rosehan bertugas untuk mengurus transportasi.
"Seluruh uang Rp85 juta itu sudah dikembalikan karena saya sendiri tidak tahu sumber uangnya Pak Joko dari mana," tambah Rizki.
Selain mendapat uang, Rizki dan tim lainnya juga mengaku mendapat makan siang dari Joko.
Sedangkan pengelola keuangan Sekretariat Ditjen Linjamsos Robin Saputra mengaku mendapat Rp86 juta dari Joko.
"Saya pernah dapat Rp86 juta tapi tidak diberikan sekaligus pernah juga dari Sanjaya, sopir Pak Joko, sebanyak dua kali tapi saya tidak mengetahui sumber uang dari mana karena Pak Joko hanya menyampaikan itu uang lelah," kata Robin.
Robin mengaku mendapat uang itu di ruangan Joko di kantor Kemensos.
Selanjutnya Kasubdit Pencegahan Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kemensos Rosehan Asyari mengaku juga mendapat uang dari Joko.
"Saya dapat dari Pak Joko katanya uang transport karena saya Jumat-Sabtu pulang ke Yogyakarta, katanya 'nanti Senin kita kerja lagi, ini uang lelah urus bansos sembako'," ungkap Rosehan.
Rosehan mengaku menerima Rp70 juta dari Joko.
"Saya sudah kembalikan ke penyidik karena saat itu penyidik KPK tanya apa bersedia untuk mengembalikan uang, saya jawab bersedia," kata Rosehan.
Rosehan juga menyebut bahwa ia baru menerima honor resmi pada pengadaan tahap 7.
"Baru tahap 7 kami dapat honor sebesar Rp28 juta setelah dipotong pajak untuk masing-masing anggota tim, uang Rp28 juta untuk tahap 7-12," tambah Rosehan.
Selanjutnya Kasubag Verifikasi dan Akuntansi Sekretariat Linjamsos Firmansyah mengaku menerima uang sebesar Rp90 juta dari Matheus Joko Santoso.
"Total terima Rp90 juta, sudah saya kembalikan. Saat itu saya beranggapan itu uang lelah, pikiran saya sebagai honor," kata Firmansyah.
Firmansyah menerima uang lelah itu dari sopir Joko bernama Sanjaya.
"Yang menyampaikan bukan langsung Pak Joko tapi dari Sanjaya, katanya ada titipan dari Pak Matehus sebagai uang lelah saat itu tidak tanda terima," kata Firmansyah.
Terakhir Iskandar Zulkarnaen menerima Rp105 juta secara bertahap yaitu Rp10 juta, Rp10 juta Rp20 juta, Rp50 juta, Rp9 juta dan Rp6 juta
"Sebanyak Rp105 juta sudah saya kembalikan ke KPK," kata Iskandar.
Dalam dakwaan Juliari disebutkan anggota tim teknis/ULP menerima sejumlah uang "fee" rinciannya adalah Robin Saputra (Rp200 juta), Rizki Maulana (Rp175 juta), Iskandar Zulkarnaen (Rp175 juta), Firmansyah (Rp175 juta); Rosehan Asyari atau Reihan (Rp150 juta).
"Fee" tersebut dalam dakwaan berasal dari Harry Van Sidabukke yang mewakili PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude sebesar Rp1,28 miliar; dari Ardian Iskandar Maddanatja yang mewakili PT Tigapilar Agro Utama sebesar Rp1,95 miliar dan Rp29,252 miliar dari perusahaan penyedia lain.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021
Tags: