Jakarta (ANTARA) - Meski dalam beberapa bulan terakhir ini terjadi penurunan angka kematian akibat COVID-19 di Indonesia, namun tidak berarti situasi pandemi sudah menurun atau berakhir di negara ini.

Belum lagi mengingat adanya lonjakan sejumlah kasus di beberapa negara, salah satunya India dalam beberapa waktu belakangan. Hal ini belum termasuk jumlah kasus COVID-19 di beberapa wilayah Indonesia yang kembali meningkat usai long weekend beberapa pekan lalu.

Baca juga: Tips dekorasi ruangan agar lebih meriah sambut Ramadhan

Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) kemudian berkolaborasi dengan Sigit Kusumawijaya, seorang arsitek dan ahli rancang kota sekaligus co-Inisiator Indonesia Berkebun, untuk merancang rekomendasi tata ruang dan tata perilaku adaptasi kehidupan baru.

Dalam diskusi media yang digelar pada Selasa (27/4), rekomendasi dari hasil kolaborasi ini dipaparkan.

Ketua Tim Mitigasi Dokter PB IDI & Ketua Terpilih PB IDI dr Adib Khumaidi, SpOT mengatakan bahwa salah satu solusi yang harus kita lakukan supaya tetap aman dan menghindari paparan adalah dengan mengupayakan adaptasi kehidupan baru.

"Bukan hanya dalam protokol kesehatan saja, namun juga kesiapan ruang yang memungkinkan orang untuk tetap beraktivitas. Melalui diskusi ini, kami mendorong pemerintah dan pimpinan perusahaan atau kantor untuk membuat regulasi tata kelola ruang sehingga ada proses pengawasan yang dilakukan dan semua aktivitas tetap bisa dilakukan tetapi dengan assesment terlebih dahulu oleh Tim pengawasan di setiap daerah dengan melibatkan Satgas COVID-19 daerah," jelas Adib.

Sementara itu Dr dr Eka Ginanjar, SpPD-KKV, MARS selaku Ketua Tim Pedoman dan Protokol dari Tim Mitigasi PB IDI mengimbau masyarakat untuk selalu patuh pada protokol kesehatan dan terus mengupayakan peningkatan sistem imun. Eka mengingatkan jangan sampai orientasi masyarakat pada ekonomi berisiko pada penguatan kesehatan, bukan hanya Treatment tetapi juga Testing dan Tracing (3T).

"Perlu adanya kolaborasi secara ketat mengendalikan agent-nya (SARS-CoV-2 / COVID19), lingkungannya, juga host-nya,” kata Eka.

Baca juga: Lima kiat menata tanaman hias untuk segarkan suasana rumah

Hierarki
Rekomendasi tata perilaku yang dianjurkan oleh Tim Mitigasi IDI sesuai dengan referensi dari National Institute for Occupational Safety and Health adalah dengan hierarki pengendalian risiko transmisi infeksi.

Hierarki tersebut adalah Vaksinasi dan 3T. Hal ini dibutuhkan untuk menghilangkan sumber bahaya secara fisik dan mengganti sumber bahaya.

Kemudian ada V-D-J-S yang merupakan kepanjangan dari Ventilasi-Durasi-Jarak-Sirkulasi. Fungsi V-D-J-S adalah untuk mengisolasi orang-orang dari sumber bahaya.

Setelah itu ada 5M yang dikenal dengan "Memakai Masker, Menjaga Jarak, Mencuci Tangan, Membatasi Mobilitas, Menghindari Kerumunan". Fungsi dari 5M ini adalah untuk mengubah kebiasaan beraktivitas dan bekerja, serta Penggunaan APD bagi para pekerja yang disesuaikan dengan risikonya.

"Pemahaman konsep akan rumah sehat ramah lingkungan diprioritaskan untuk menghindari kesalahpahaman akan anggapan bahwa rumah hijau adalah rumah yang memerlukan biaya perawatan tinggi ataupun rumah yang hanya memiliki banyak lahan hijau, banyak pohon ataupun sekadar dicat hijau," kata Sigit Kusumawijaya.

Sigit menjelaskan korelasinya secara tidak langsung yang nyata dirasakan adalah rumah hijau dan sehat dapat signifikan mengurangi beban dari fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia (puskesmas, klinik dan rumah sakit). Terlebih dalam kondisi saat ini rumah hijau dan sehat secara nyata dapat membantu mengurangi tingkat penyebaran tertular penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) termasuk memberikan kenyamanan penghuninya selama pandemi COVID-19.

"Hal ini dikarenakan walaupun hampir keseluruhan waktu penghuninya berada di dalam rumah, mereka akan tetap dapat merasakan berintensitas dekat dengan alam dan sekitar," tambah Sigit.

Manfaat yang dapat dirasakan dengan merancang ulang tata ruang hijau sebagaimana dikatakan Sigit antara lain; adanya pergantian udara segar yang dapat menghilangkan berbagai polutan (baik dari penguapan racun material rumah ataupun transmisi udara atau sistem pernafasan manusia) di dalam rumah.

Selain itu, penghuni juga bisa mendapatkan langsung sinar matahari untuk penerangan alami dan manfaat asupan kebutuhan pro vitamin D (sinar matahari), serta manfaat kedekatan dengan alam sebagai bagian dari elemen penyembuhan (self healing) seperti rasa tenang dan relaksasi pada penghuni (therapeutic).

“Kami berharap rekomendasi ini bisa menjadi rujukan dan masuk dalam regulasi sebagai upaya mengembalikan aktifitas masyarakat agar tidak hanya patuh pada protokol 5M saja tetapi juga memperhatikan tata kelola ruang ini, terutama di ruangan-ruangan tertutup yang lebih berisiko,” kata Adib.


Baca juga: Kiat atasi dinding rumah rembes air saat musim hujan

Baca juga: Lima ide kado dekorasi rumah untuk sambut tahun baru

Baca juga: Tren dekorasi hingga "makeup" pernikahan di 2021



Rekomendasi
Berikut ini adalah hasil kolaborasi Tim Mitigasi IDI bersama dengan Sigit Kusumawijaya yang diharapkan dapat diterapkan di rumah sehat atau di ruang-ruang tempat masyarakat beraktivitas, namun tetap dapat mengantisipasi penyebaran COVID-19.

Untuk sirkulasi udara, konsep "Rumah Hijau" membutuhkan sirkulasi udara yang lancar dan baik sehingga dapat membuang udara yang mengandung unsur-unsur toxic atau racun yang berbahaya untuk kesehatan pernafasan. Pengkondisian udara juga harus menjamin kenyamanan, kesehatan dan hemat energi

Dalam memilih material, Sigit menyarankan penggunaan material organik, non-porous dan non asbestos. Material organik yang mudah dibersihkan serta dirawat dapat mengurangi kemungkinan virus dan bakteri untuk bertahan hidup. Sedangkan bangunan tanpa penggunaan material asbestos dapat dihindari, mengingat jenis material ini dapat mengganggu kesehatan paru-paru

Untuk ruang dalam rumah, Sigit menyarankan penggunaan sistem air purification untuk memurnikan udara. Kemudian panel untuk tenaga surya (Solar Panel) dalam rangka untuk menghemat energi listrik.

Selain itu kenyamanan spasial ruang juga perlu dipertimbangankan dalam membangun "Rumah Hijau". Luas bangunan yang layak dan nyaman untuk dihuni, baik untuk kesehatan psikologis. Tata ruang dikatakan Sigit harus diperhatikan supaya dapat beradaptasi sesuai kebutuhan seperti ruang untuk bekerja atau belajar secara daring, area pintu masuk yang menyediakan area sanitasi dan ruang untuk karantina mandiri

Upaya konservasi air untuk menjaga kualitas air tanah dan mengurangi pencemaran juga harus diperhatikan. Penggunaan area resapan air atau kolam retensi dikatakan Sigit perlu diperhatikan untuk menampung dan meneruskan air ke dalam tanah serta mengurangi banjir.

Untuk pencahayaan, Sigit menyarankan adanya pencahayaan alami guna meningkatkan keterikatan dan hubungan penghuni dengan alam yang baik untuk kesehatan mental dan psikologis penghuni. Selain itu sinar matahari pagi juga banyak mengandung vitamin D yang berguna untuk kekebalan imun tubuh dan memperkuat tulang.

Terakhir adalah area hijau. Vegetasi alami berguna untuk ekologi dan untuk kesehatan fisik dan psikologi serta dapat menyaring polutan yang dapat masuk ke dalam rumah. Semenjak pandemi, area terbuka dan hijau banyak diminati dikarenakan sirkulasi udaranya yang lebih bebas mengalir.

Area berkebun di rumah untuk tanaman sayuran, obat-obatan juga dapat membantu kontribusi swasembada dan kelestarian kebutuhan pangan rumah tangga. Selain itu memanfaatkan sound barrier alami berupa pohon juga dapat digunakan untuk mengurangi kebisingan dari luar.

Baca juga: Kiat dekorasi rumah nyaman untuk "WFH"

Baca juga: Lima panduan membuat ruangan belajar anak yang menyenangkan

Baca juga: Tips menanam tanaman rempah di rumah