Jakarta (ANTARA News) - Tentara mungkin terserang epilepsi akibat luka kepala yang mereka dapat dalam pertempuran 30 tahun sebelumnya, demikan hasil satu studi baru terhadap veteran Perang Vietnam.

Epilepsi pasca-trauma, begitulah gangguan serangan itu dikenal, umum terjadi setelah luka otak yang diderita dalam pertempuran, sebagaimana dikutip dari Reuters.

"Tentara menderita luka yang lebih parah ketimbang yang biasa terjadi pada penduduk sipil," kata Dr L James Willmore, yang tak terlibat dalam studi baru tersebut, kepada wartawan Reuters Health, Frederick Joelving.

"Dengan luka parah, hampir separuh penderitanya terserang epilepsi. itu sulit dirawat dan menjadi masalah yang terus ada," kata Willmore, ahli mengenai epilepsi di Saint Louis University di Missouri dan mantan petugas medis di Angkatan Laut AS.

Studi baru tersebut, yang disiarkan Senin (19/7) di jurnal Neurologi, adalah bagian dari upaya jangka panjang National Naval Medical Center untuk mengikuti perkembangan kesehatan veteran Vietnam yang menderita luka kepala. Itu adalah evaluasi ketiga atas kelompok tersebut, yang dilakukan 35 tahun setelah kerusakan awal.

Kebanyakan luka itu melibatkan tertusuknya tengkorak, misalnya oleh pecahan amunisi. Melalui wawancara dengan veteran, seorang ahli syaraf memastikan bahwa 87 dari 199 (44 persen) orang menderita epilepsi pasca-trauma.

Mereka juga membandingkan bahwa kurang dari empat persen di kalangan satu kelompok veteran Vietnam yang tak menderita luka kepala memiliki sejarah serangan --kurang-lebih sama dengan angka yang terlihat pada masyarakat umum, kata Willmore, ikut menulis tajuk tentang studi tersebut.

Sebelas veteran melaporkan mereka telah mengalami serangan untuk pertama kali antara evaluasi saat ini dan evaluasi mereka sebelumnya sekitar 15 tahun lalu. Willmore mengatakan catatan kegiatan otak mereka telah mengkonfirmasi luka itu adalah penyebabnya.

Namun tidak jelas bagaimana luka di kepala mengakibatkan epilepsi, terutama setelah bertahun-tahun.

Para peneliti tersebut, yang dipimpin oleh Jordan Grafman dari National Institute of Neurological Disorders and Stroke di Bethesda, Maryland, nyaris tak menemukan bukti. Namun mereka memang mengamati bahwa serangan lebih umum terjadi pada veteran yang di otak mereka tersimpan benda logam.

Menurut para peneliti itu, studi mereka adalah yang pertama yang mengikuti perkembangan veteran selama waktu yang demikian lama.

Mengingat berapa banyak tentara yang cedera masih hidup, mereka menyarankan pemeriksaan tentara yang menderita luka hingga ke otak untuk mengetahui serangan epilepsi pasca-trauma, sebagai bagian dari perawatan normal jangka panjang.

Karena tak ada cara untuk dapat meramalkan epilepsi hari ini, kata Willmore, "mereka yang merawat tentara kita yang cedera mesti sensitif terhadap kemunculan serangan epilepsi".
(C003/A024)