Lamongan (ANTARA News) - Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Kabupaten Lamongan Jatim meminta pemerintah pusat membuat Program Daging Miskin

"Kalau ada program Raskin (Beras untuk Warga Miskin) kenapa pemerintah tidak mencetuskan Program Daging Miskin, Susu Miskin Dan Telur Miskin," kata Ir Wardoyo Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan setempat, saat menanggapi anjloknya harga sapi di Lamongan akibat sapi impor, Selasa

Menurutnya, Program yang diusulkan ini, jauh lebih bermanfaat dari program Raskin, karena selain akan menyehatkan, perputaran ekonomi ditingkat peternak juga akan membangun anak-anak Indonesia yang cerdas karena asupan makanan proteinnya berkecukupan.

"Jika ini benar-benar dijalankan pemerintah maka persoalan anjloknya harga sapi dan juga impor daging serta sapi dengan sendirinya akan selesai. Masyarakat cukup memanfaatkan sumberdaya yang ada di dalam negeri sendiri," tandasnya

Karenanya, ia meminta, pemerintah pusat segera menghentikan program sapi impor yang selama ini masih saja berlaku bagi para importer.

"Karena kebutuhan daging dalam negeri masih bisa dipenuhi dengan hasil budidaya ternak sapi oleh masyarakat Indonesia. Apa artinya impor sapi kalau dalam negeri saja sudah bisa memenuhi," tegasnya

Sehingga kebijakan impor sapi tidak sinergi dengan kondisi di daerah, masyarakat pedesaan masih bisa mengandalkan budidaya ternaknya untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia. Kebijakan diperbolehkannya impor sapi hanya akan menguntungkan segelintir importir, namun melemahkan petani ternak domestik.

"Faktanya dengan kebijakan dibukanya pintu impor sapi, ternyata berakibat cukup parah dan semakin melemahnya harga sapi yang dipelihara peternak di Indonesia. Dan kenyataan itu hampir merata di seluruh wilayah Indonesia," ujarnya

Pemerintah pusat juga harus bisa menjaga keseimbangan peluang dibukanya kran impor daging. Kondisi ini juga satu diantara penyebab harga sapi semakin anjlok dan tidak terkendali. Hingga peternak banyak yang mengalami kerugian hingga puluhan juta dan bahkan ratusan juta.

"Intinya pemerintah harus menghentikan impor daging," imbuhnya menegaskan.

Selama kebijakan pemerintah pusat tidak mengacu kenyataan di daerah, maka kondisi petani ternak di Indonesia akan mengalami nasib yang semakin terpuruk.

Padahal lanjut Wardoyo, populasi sapi di Lamongan cukup banyak, yakni mencapai 60 ribu ekor sapi. Untuk sementara, pihaknya memberikan solusi kepada peternak, dengan arahan efisiensi pakan, yakni dengan pendekatan tekonologi pengelolaan pakan. Teknologi ini terus digerojok Dinas Peternakan karena masa panen di Lamongan untuk mengumpulkan jerami terbatas.

Teknologi lainnya, pemberian pakan jadi, amuniasi jerami, silase yakni alternative teknologi pengelolaan pakan dan dengan dengan cara vermentasi disamping menggalakkan tanaman rumput gajah. "Kita sudah upayakan untuk membantu peternak dengan berbagai cara," tambahnya.

Salah satu peternak asal Kalipang Lamongan, Suprayitno (48) mengaku mengalami kerugian hingga Rp150 Juta hanya karena kondisi harga sapi hancur yang diakibatkan kebijakan impor sapi oleh pemerintah.

"Pokoknya hancur-hancuran usaha ternak saya, gara-gara sapi impor. Kami meminta pemerintah membuat kebijakan yang tidak merugikan, salah satunya sapi impor harus dihentikan," keluhnya. (PSO163/K004)