Jakarta (ANTARA) - Kementerian Investasi yang akan dibentuk Presiden Joko Widodo perlu memiliki kejelasan dan ketegasan peran antara lain dalam rangka mengatasi obesitas regulasi yang kerap menghambat laju investasi di berbagai daerah.

"Dibentuknya Kementerian Investasi mungkin mencerminkan komitmen dan keseriusan pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi, tetapi masih belum jelas apakah kementerian ini akan mampu menjawab tantangan tumpang tindih regulasi yang selama ini banyak menghambat investasi," kata Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Andree Surianta dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, kalangan dunia usaha, yang menyambut baik reformasi investasi yang dimulai UU Cipta Kerja dan diteruskan Perpres 10/2021, masih memiliki keraguan mengenai dampaknya terhadap obesitas dan tumpang tindih regulasi di tingkat kementerian dan pemerintah daerah, di tangan siapa lebih dari 70 persen peraturan berada, dan sering menjadi sumber terhambatnya perizinan investasi.

Baca juga: BKPM: realisasi investasi triwulan I 2021 capai Rp219,7 triliun

Untuk itu, ia mengemukakan perlunya kepastian apakah wewenang Online Single Submission (OSS) yang sudah ada dan mengintegrasikan perizinan berbagai kementerian/lembaga dan pemerintah daerah di bawah satu atap akan dikembalikan ke kementerian/lembaga dan pemda terkait atau malah diambil alih sepenuhnya oleh Kementerian Investasi.

"Selain itu, ada juga bidang usaha yang saat ini di luar kewenangan BKPM, misalnya migas dan jasa keuangan. Apakah nanti ini akan menjadi ranah kementerian ini juga masih belum diketahui. Bagaimanapun bentuknya nanti, perlu perhatian khusus untuk menghindari tumpang tindih kewenangan karena investasi bisa terjadi di semua bidang usaha," ujar Andree.

Dengan kata lain, untuk memastikan kelancaran arus investasi di Indonesia, perlu perhatian khusus agar Kementerian Investasi tidak menciptakan tumpang tindih peraturan baru yang malah akan menghambat investasi.

Ia berpendapat bahwa jenis investasi yang ditargetkan seharusnya adalah yang membawa atau mengembangkan pengetahuan dan teknologi baru di negara ini.

Sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan pembentukan Kementerian Investasi merupakan hak prerogatif Presiden Joko Widodo dan ia tidak memiliki kewenangan untuk memberikan penjelasan terkait kementerian tersebut.

"Saya ini pembantu Presiden. Jadi, urusan yang kebijakan Bapak Presiden, mohon maaf, dengan segala hormat, kami tidak pada posisi untuk menjelaskan karena bukan domain BKPM," katanya pada konferensi pers virtual paparan realisasi investasi, Senin (26/4/2021).

Jawaban itu dikemukakan Bahlil saat ditanya soal pembentukan Kementerian Investasi dan status BKPM yang disebut-sebut akan naik kelas menjadi kementerian.

Dari berbagai isu yang berkembang, pembentukan Kementerian Investasi juga akan dipimpin oleh seorang menteri. Nama mantan Ketua Umum HIPMI itu pun digadang-gadang masuk jadi kandidat kuat Menteri Investasi.

Namun, menurut Bahlil, keputusan soal pemilihan pejabat negara merupakan sepenuhnya hak Presiden. Ia pun mengaku akan terus fokus pada tugas yang saat ini diembannya.

"Sebagai pembantu, harus tahu diri. Itu kewenangan dari Bapak Presiden. Itu adalah hak prerogatif Bapak Presiden," katanya.

Menurut dia, sebagai pembantu Presiden, BKPM akan mengerjakan tugas yang diberikan untuk menjaga iklim investasi, meningkatkan realisasi investasi, hingga mendorong kemudahan bagi para investor yang ingin menanamkan modal di Indonesia. Begitu pula untuk mendorong terciptanya dunia usaha baru.

Baca juga: Ekonom harap Kementerian Investasi dapat fasilitasi kebutuhan investor
Baca juga: Pembentukan Kementerian Investasi beri sentimen positif bagi pemodal