Jakarta (ANTARA) - Perusahaan Manajer Investasi (MI) Syailendra Capital membidik reksa dana pasif untuk menarik investor seiring dengan kinerja reksa dana yang memiliki kinerja di bawah indeks acuan atau "underperform".
Presiden Direktur Syailendra Capital Fajar R Hidayat melalui keterangan di Jakarta, Senin, mengatakan sejak 2005 hingga 2020, sebagian besar reksadana saham aktif mencatatkan kinerja di bawah indeks acuan pada 11 dari 16 tahun terakhir.
Besarnya proporsi "underperforming" itu, lanjutnya, memberikan tantangan bagi investor memastikan produk pilihannya dapat konsisten memberikan imbal hasil yang lebih baik dari indeks acuan.
"Kami melihat ada kebutuhan bagi investor untuk berinvestasi pada reksadana saham pasif," ujar Fajar.
Baca juga: MI sebut pentingnya diversifikasi aset di tengah volatilitas pasar
Fajar mengatakan Syailendra memiliki dua produk reksadana pasif atau yang juga disebut reksadana indeks. Pertama adalah Syailendra MSCI Indonesia Value Index Fund (SMSCI). Reksa dana indeks tersebut mengacu pada indeks MSCI Indonesia Value Index yang berisi saham-saham "undervalued", tapi akan menjadi "the rising star" dalam jangka panjang
Syailendra MSCI Indonesia Value Index Fund akan melakukan investasi dengan komposisi portofolio investasi minimum 80 persen dan maksimum 100 persen dari Nilai Aktiva Bersih (NAB) pada efek bersifat ekuitas yang diterbitkan oleh korporasi yang ditawarkan melalui penawaran umum dan diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terdaftar dalam MSCI Value Index.
Lalu minimum nol persen dan maksimum 20 persen dari NAB pada instrumen pasar uang dalam negeri yang mempunyai jatuh tempo tidak lebih dari satu tahun dan/atau deposito.
"Hasilnya, tiga bulan terakhir, cutoff date 30 Desember 2020, SMSCI mencatatkan imbal hasil atau yield 27,3 persen pada tiga bulan terakhir dan 26,7 persen pada enam bulan terakhir," kata Fajar.
Baca juga: Reksa Dana Haji Syariah dinilai dapat minimalisasi risiko investasi
Kedua, Syailendra ETF MSCI Indonesia ESG Universal Fund, yaitu reksa dana indeks yang berinvestasi pada saham-saham dengan skor ESG yang baik dan bertujuan untuk memperoleh imbal balik yang menarik dalam jangka panjang.
Reksa dana tersebut juga termasuk reksa dana indeks ETF sehingga investor dapat memperdagangkannya kapan saja karena tidak perlu menunggu NAB harian.
ESG adalah singkan dari dari Environment, Social, and Good Governance. Artinya, reksa dana berbasis ESG ini berisi emiten-emiten yang bertanggungjawab secara lingkungan, sosial dan memiliki tata kelola yang baik.
Menurut Fajar, reksadana itu memiliki mandat utama yaitu berinvestasi pada efek saham sesuai dengan bobot indeks yang ingin direplikasi. Tujuan utama dari reksa dana tersebut adalah untuk memberikan tingkat imbal hasil yang menyerupai indeks acuannya.
"Hal ini berbeda dengan reksa dana aktif. Tujuan utamanya adalah untuk mengalahkan indeks acuan sehingga investor memiliki eksposur risiko yang lebih tinggi terhadap manajer investasi," ujar Fajar.
Ia menambahkan, keberhasilan dari pengelolaan suatu reksa dana indeks, yaitu jika kinerja reksa dana tersebut sama persis dengan kinerja indeks yang digunakan. Namun, umumnya tidak pernah terjadi karena ada biaya-biaya yang harus dibayar oleh reksa dana tersebut, yaitu biaya manajemen untuk manajer investasi, biaya bank kustodian, dan biaya transaksi jual beli saham atau obligasi.
Oleh sebab itu, ukuran keberhasilan yang sering digunakan adalah seberapa kecil perbedaan antara kinerja suatu reksadana indeks dengan kinerja indeks itu sendiri yang dikenal dengan istilah Standard Error (SE).
Besaran SE yang digunakan dalam suatu reksa dana indeks umumnya adalah 1 persen. Artinya manajer investasi akan berusaha keras agar kinerja reksa dananya perbedaan maksimumnya hanya 1 persen lebih tinggi atau lebih rendah dari indeks yang digunakan.
Reksa dana aktif "underperform", Syailendra bidik reksa dana pasif
26 April 2021 13:26 WIB
Ilustrasi - Berinvestasi reksa dana dari rumah (Foto HO STAR AM)
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021
Tags: