Jakarta (ANTARA) - Staf Ahli Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ryan Kiryanto mengatakan, Peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2020 yang diubah menjadi POJK Nomor 48 Tahun 2020 tentang restrukturisasi kredit dan kredit modal kerja baru bagi nasabah yang terdampak pandemi COVID-19, banyak mendapatkan apresiasi dari pelaku usaha.

Menurut Ryan, hal tersebut lantaran tidak hanya membantu pelaku bisnis keluar dari ancaman gagal bayar pinjaman, tetapi juga diyakini signifikan membantu mempercepat reopening atau pembukaan kembali kegiatan ekonomi daerah.

"Peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2020 tentang restrukturisasi kredit seharusnya berakhir 31 Maret 2021, kemudian diperbarui menjadi POJK Nomor 48/2020 untuk diperpanjang menjadi 31 Maret 2022. Ini paling banyak diapresiasi dan ditanyakan," ujar Ryan melalui keterangan di Jakarta, Minggu.

Ryan menuturkan, apresiasi tersebut disampaikan para pengusaha dalam Sarasehan dan Temu Stakeholders Jasa Keuangan untuk Akselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional yang telah digelar tiga kali yaitu di Semarang, Jawa Tengah dan Surabaya, Jawa Timur, serta Denpasar, Bali.

Temu Stakeholders Jasa Keuangan dihadiri oleh Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, Menteri Keuangan dan Ketua Komisi IX DPR RI sebagai narasumber utama, serta menghadirkan pelaku industri sektor riil dan jasa keuangan sebagai audiens.

Sarasehan dan Temu Stakeholders Jasa Keuangan untuk Akselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional, lanjut Ryan, bukanlah acara sosialisasi, melainkan dialog antara regulator dan pemangku kepentingan yang meliputi pelaku usaha dari berbagai sektor langsung di daerah.

Berdasarkan perkembangan terkini, Ryan menjelaskan, banyak testimoni dari pelaku bisnis tentang POJK Nomor 11 Tahun 2020. Para pengusaha mengakui setelah diperbarui menjadi POJK Nomor 48 Tahun 2020, mereka memiliki nafas lebih panjang karena status kredit lancar atau performing loan meskipun sedang direstrukturisasi.

Sarasehan dan Temu Stakeholders Jasa Keuangan untuk Akselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional ditargetkan dapat memotivasi dan membantu pelaku usaha di daerah untuk membuka kembali kegiatan bisnis, meski pandemi COVID-19 belum berakhir.

Untuk itu, kegiatan tersebut tidak akan berhenti pada provinsi di Jawa dan Bali, tetapi selanjutnya akan digelar di sejumlah daerah lain di wilayah Sumatera, seperti Palembang dan Medan serta kota di Sulawesi dan Kalimantan.

"Sehingga, seluruh kawasan terinformasi dengan baik dan pelaku usaha bisa memaksimalkan stimulus keuangan sesuai dengan komoditasnya masing-masing. Kebijakan ini akan berjalan selama satu tahun ke depan dan saat ini sudah menjelang kuartal ke-2 tahun 2021," kata Ryan.

Selain antusiasme dan testimoni audiens, Temu Stakeholders Jasa keuangan juga diikuti oleh sejumlah fenomena yang menunjukkan adanya geliat ekonomi, seperti kendaraan sepanjang Pantura yang mulai padat, beberapa rest area penuh, serta restoran yang mulai didatangi masyarakat.

Semua geliat ekonomi itu bisa menjadi tolok ukur atau parameter bahwa proses Sarasehan Jasa Keuangan sudah sesuai dengan maksud dan tujuannya yaitu menggerakkan ekonomi.

"Minimal fenomena di lapangan sudah terlihat. Jika pengusaha yakin bahwa ini saatnya untuk reopening kegiatan usaha, segeralah untuk dilakukan. Justru kalau menunggu lama, akan kehilangan momentum. Jadi reopening ekonomi itu tergantung keberanian dari setiap individu pelaku usaha untuk memulai," ujar Ryan.

Ryan menambahkan, pembukaan kembali kegiatan ekonomi saat ini harus dilakukan dengan kebiasaan baru atau new normal. Jika pelaku usaha menunjukkan mereka disiplin terhadap protokol kesehatan, konsumen tidak akan ragu untuk berbelanja.

Baca juga: OJK catat restrukturisasi kredit capai Rp971,1 triliun
Baca juga: OJK: Restrukturisasi kredit bisa dilakukan berulang
Baca juga: OJK proyeksi kredit tumbuh 6-7 persen 2021