BPKN ungkap tips agar konsumen tak terjerat UU ITE
23 April 2021 17:57 WIB
Ketua YLK Sulteng Salman Hadianto menyampaikan materi pada sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) Nomor 8 Tahun 1999, di Palu. (ANTARA/Muhammad Hajiji/am.)
Jakarta (ANTARA) - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengungkapkan sejumlah tips agar konsumen tidak terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Pasalnya, semakin marak konsumen yang diseret ke meja hijau karena diduga melakukan pencemaran nama baik di ruang maya.
"Tahap pertama, konsumen punya kesempatan untuk komplain. Itu diatur UU, tapi bukan (komplain) ke publik, melainkan ke perusahaan tersebut," kata Ketua Komisi Advokasi BPKN Rolas B. Sitinjak dalam seri Diskusi Publik Perlindungan Konsumen bertajuk "Akankah Ada Stella-Stella lain....", Jumat.
Rolas mengatakan, agar bisa jadi bukti, komplain harus diutarakan secara tertulis kepada perusahaan di mana konsumen mendapatkan barang atau jasa.
"Jika komplain saudara tidak ditanggapi, saudara punya hak untuk bercerita ke orang lain dengan catatan nama pemberi barang atau jasa dibuat hanya inisial," katanya.
Baca juga: Banyak konsumen terjerat kasus, BPKN: revisi UU ITE mendesak dilakukan
Rolas menyebut hal itu dilakukan bukan untuk menghancurkan nama perusahaan tetapi agar masyarakat berhati-hati sehingga tidak ada lagi korban selanjutnya.
Senada, Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Edmon Makarim menyarankan jika konsumen tidak menyukai layanan perusahaan atau pemberi barang/jasa, konsumen harus menegakkan hak mereka dengan menyampaikan komplain.
Menurut Edmon, jika komplain tak digubris, bukan berarti konsumen bebas untuk membicarakan keluhan mereka ke orang lain atau ruang publik. Meski hal itu dilakukan agar perusahaan mengetahuinya, tapi langkah tersebut justru malah menimbulkan masalah baru.
Baca juga: Kemendag: Konsumen diharapkan gunakan hak dan kewajibanya
"Dengan hal seperti itu, akan lebih mudah menjelaskan kerugian pihak lain (perusahaan) akibat apa yang dilakukan konsumen baik materil maupun immateril," imbuhnya.
Sebagai konsumen, lanjut Edmon, ada kewajiban untuk menyelesaikan masalah secara patut. Ia juga mengingatkan agar konsumen tak membahas soal komplain tersebut dengan orang lain di ruang publik, termasuk media sosial.
"Sosmed bukan diary. Sosmed ruang publik. Jadi hati-hati di sana. Lalu kalau mau ngomongin orang lain, jangan langsung tembak nama, cukup dengan inisial," tutup Edmon.
UU Perlindungan Konsumen sendiri mengatur soal hak dan kewajiban konsumen, hak dan tanggung jawab pelaku usaha, perbuatan yang dilarang pelaku usaha serta pidana atas pelanggaran yang bertentangan dengan UU tersebut.
Pasalnya, semakin marak konsumen yang diseret ke meja hijau karena diduga melakukan pencemaran nama baik di ruang maya.
"Tahap pertama, konsumen punya kesempatan untuk komplain. Itu diatur UU, tapi bukan (komplain) ke publik, melainkan ke perusahaan tersebut," kata Ketua Komisi Advokasi BPKN Rolas B. Sitinjak dalam seri Diskusi Publik Perlindungan Konsumen bertajuk "Akankah Ada Stella-Stella lain....", Jumat.
Rolas mengatakan, agar bisa jadi bukti, komplain harus diutarakan secara tertulis kepada perusahaan di mana konsumen mendapatkan barang atau jasa.
"Jika komplain saudara tidak ditanggapi, saudara punya hak untuk bercerita ke orang lain dengan catatan nama pemberi barang atau jasa dibuat hanya inisial," katanya.
Baca juga: Banyak konsumen terjerat kasus, BPKN: revisi UU ITE mendesak dilakukan
Rolas menyebut hal itu dilakukan bukan untuk menghancurkan nama perusahaan tetapi agar masyarakat berhati-hati sehingga tidak ada lagi korban selanjutnya.
Senada, Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Edmon Makarim menyarankan jika konsumen tidak menyukai layanan perusahaan atau pemberi barang/jasa, konsumen harus menegakkan hak mereka dengan menyampaikan komplain.
Menurut Edmon, jika komplain tak digubris, bukan berarti konsumen bebas untuk membicarakan keluhan mereka ke orang lain atau ruang publik. Meski hal itu dilakukan agar perusahaan mengetahuinya, tapi langkah tersebut justru malah menimbulkan masalah baru.
Baca juga: Kemendag: Konsumen diharapkan gunakan hak dan kewajibanya
"Dengan hal seperti itu, akan lebih mudah menjelaskan kerugian pihak lain (perusahaan) akibat apa yang dilakukan konsumen baik materil maupun immateril," imbuhnya.
Sebagai konsumen, lanjut Edmon, ada kewajiban untuk menyelesaikan masalah secara patut. Ia juga mengingatkan agar konsumen tak membahas soal komplain tersebut dengan orang lain di ruang publik, termasuk media sosial.
"Sosmed bukan diary. Sosmed ruang publik. Jadi hati-hati di sana. Lalu kalau mau ngomongin orang lain, jangan langsung tembak nama, cukup dengan inisial," tutup Edmon.
UU Perlindungan Konsumen sendiri mengatur soal hak dan kewajiban konsumen, hak dan tanggung jawab pelaku usaha, perbuatan yang dilarang pelaku usaha serta pidana atas pelanggaran yang bertentangan dengan UU tersebut.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: