Islamabad (ANTARA News/AFP) - Menteri Luar Negeri India S.M. Krishna tiba Rabu di Pakistan dengan membawa sebuah pesan "perdamaian dan persahabatan" namun mendesak Islamabad bertindak pasti untuk menumpas terorisme.

"Saya membawa sebuah pesan perdamaian dan persahabatan dan kami berharap melaksanakan perjalanan perdamaian, meski lama dan sulit," kata kantor berita PTI mengutip pernyataan Krishna kepada wartawan di Islamabad.

Krishna dan Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mehmood Qureshi dijadwalkan bertemu Kamis dalam pembicaraan pertama tingkat menlu sejak New Delhi membekukan proses perdamaian yang telah berlangsung empat tahun akibat serangan-serangan Mumbai 2008.

"Tidak ada upaya selektif untuk melawan hal yang menakutkan ini. Ada bahaya yang jelas dari kelompok-kelompok teroris yang harus ditindak secara pasti," katanya, seperti dilaporkan PTI.

Menjelang pertemuan itu, India dikabarkan menuduh intelijen Pakistan mengawasi serangan-serangan Mumbai dimana 10 muslim bersenjata melakukan kekerasan 60 jam di kota India itu yang menewaskan 166 orang.

Surat kabar Indian Express mengutip Sekretaris Kementerian Dalam Negeri G. K. Pillai yang mengatakan, peranan badan intelijen Pakistan ISI semakin jelas dari hasil interogasi terhadap David Headley, seorang tersangka yang ditangkap di AS.

"Mereka mengendalikan dan mengkoordinasikan serangan-serangan itu dari awal hingga akhir," kata Pillai.

Krishna berharap memperoleh tanggapan atas permasalahan terorisme yang diajukan Menteri Dalam Negeri P. Chidambaram, khususnya menyangkut pembahasan yang dilakukannya selama kunjungannya belum lama ini ke Pakistan "dalam konteks" interogasi Headley.

Perundingan Kamis akan dipusatkan pada bagaimana cara memulai lagi proses perdamaian India-Pakistan, yang terhenti setelah serangan-serangan Mumbai.

Krishna juga dijadwalkan bertemu dengan Presiden Pakistan Asif Ali Zardari dan Perdana Menteri Yousuf Raza Gilani.

New Delhi menghentikan dialog dengan Islamabad yang dimulai pada 2004 setelah serangan-serangan Mumbai pada November 2008 yang menewaskan lebih dari 166 orang.

India menyatakan memiliki bukti bahwa "badan-badan resmi" di Pakistan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan serangan-serangan itu -- tampaknya menunjuk pada badan intelijen dan militer Pakistan. Islamabad membantah tuduhan tersebut.

Sejumlah pejabat India menuduh serangan itu dilakukan oleh kelompok dukungan Pakistan, Lashkar-e-Taiba, yang memerangi kekuasaan India di Kashmir dan terkenal karena serangan terhadap parlemen India pada 2001. Namun, juru bicara Lashkar membantah terlibat dalam serangan tersebut.

India mengatakan bahwa seluruh 10 orang bersenjata yang melakukan serangan itu datang dari Pakistan. New Delhi telah memberi Islamabad daftar 20 tersangka teroris dan menuntut penangkapan serta ekstradisi mereka.

Proses yang diluncurkan pada 2004 itu telah meredakan kekerasan di Kashmir.

Perbatasan de fakto memisahkan Kashmir antara India dan Pakistan, dua negara berkekuatan nuklir yang mengklaim secara keseluruhan wilayah itu.

Dua dari tiga perang antara kedua negara itu meletus karena masalah Kashmir, satu-satunya negara bagian yang berpenduduk mayoritas muslim di India yang penduduknya beragama Hindu.

Lebih dari 47.000 orang -- warga sipil, militan dan aparat keamanan -- tewas dalam pemberontakan muslim di Kashmir India sejak akhir 1980-an.

Pejuang Kashmir menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari India atau penggabungannya dengan Pakistan yang penduduknya beragama Islam.

New Delhi menuduh Islamabad membantu dan melatih pejuang Kashmir India. Pakistan membantah tuduhan itu namun mengakui memberikan dukungan moral dan diplomatik bagi perjuangan rakyat Kashmir untuk menentukan nasib mereka sendiri. (M014/K004)