Jakarta (ANTARA News) - PT PLN (Persero) menyatakan bahwa dasar penghitungan tarif listrik baru yang dibuatnya berbeda dengan versi yang dibuat oleh pihak pengusaha.

Menurut Kepala Divisi Niaga PLN Benny Marbun di Jakarta Senin, dalam penghitungannya, pengusaha masih memasukkan biaya beban dalam perhitungan tarif listrik yang baru.

"Sementara, tarif berdasarkan Permen ESDM No 7 Tahun 2010, tidak ada lagi biaya beban," ujarnya.

Ia mencontohkan, pengusaha masih menghitung biaya beban Rp1,9 miliar per bulan.

"Jadi, pengusaha menambah biaya beban Rp1,9 miliar ke dalam perhitungan tarif, sehingga tagihannya menjadi di atas Rp4 miliar dari seharusnya hanya Rp2,5 miliar," katanya.

Benny meminta pengusaha yang masih belum jelas cara perhitungan tarif baru, bisa menghubungi posko di Kantor PLN Pusat atau melalui surat elektronik ke alamat groupposkotdl2010@pln.co.id.

"Mudah-mudahan dengan penjelasan ini, pelaksanaan TDL dapat berjalan dengan baik," ujarnya.

Sementara, Wakil Sekjen Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani mengatakan, pihaknya tetap berpendapat perhitungan kenaikan TDL lebih besar dari 10 persen.

Menurut dia, dalam perhitungannya, kenaikan tarif mencapai sekitar 35 persen, bahkan, industri perhotelan yang terkena koefisien dua, kenaikannya bisa sampai 70 persen.

Franky mengatakan, pihaknya tetap meminta penundaan pemberlakuan kenaikan TDL, dengan alasan jika menunggu sampai ada tagihan pasti terkena denda.

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bobby A Rizaldi mengatakan, dirinya tidak setuju penundaan kenaikan tarif. "Namun, kalau di lapangan tidak sesuai, maka memang bisa dikaji lagi."

Menurut dia, berdasarkan simulasi, tambahan kenaikan tarif industri tidak terlalu siginifikan.

"Kalau ada yang berbeda, maka bisa dibandingkan setelah tagihannya keluar," katanya.

(K007/S025/S026)