Ketua MPR tegaskan urgensi keberadaan Pendidikan Pancasila
21 April 2021 11:54 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (kiri) saat melantik Muhammad Rizal sebagai anggota MPR RI menggantikan (alm) Ali Taher dari Fraksi PAN Daerah Pemilihan Banten III, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (21/4/2021). (ANTARA/HO/MPR RI)
Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR, Bambang Soesatyo atau Bamsoet, menegaskan urgensi keberadaan Pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam sistem pendidikan nasional Indonesia.
Karena itu, Bamsoet menyesalkan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (PP SNP) yang tidak mencantumkan Pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah/pelajaran wajib.
"Kemendikbud seharusnya menjadi garda terdepan yang memastikan Pancasila dan Bahasa Indonesia ditanamkan kepada seluruh peserta didik, agar tumbuh rasa nasionalisme dan cinta Tanah Air sejak dini," kata Bamsoet dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu, saat melantik Muhammad Rizal sebagai anggota MPR menggantikan (alm) Ali Taher dari Fraksi PAN Daerah Pemilihan Banten III, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Ia menilai PP SNP itu tidak selaras dengan UU tentang Pendidikan Tinggi dan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, yang mewajibkan Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah/pelajaran wajib.
Baca juga: Revisi PP 57/2021 Solusi Kembalikan Pancasila Dalam Pendidikan Nasional
"PP SNP tersebut dibuat tanpa informasi yang lengkap dan pertimbangan yang mendalam serta mencerminkan sikap yang tidak bertanggung jawab terhadap Pancasila dan Bahasa Indonesia," ujarnya.
Selain itu, Bamsoet juga menyesalkan hilangnya frasa agama dalam Visi Pendidikan Indonesia yang tercantum dalam Rancangan Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035.
Ia juga menyesalkan tidak adanya jejak pendiri Nahdlatul Ulama sekaligus pahlawan nasional KH Hasyim Asyari serta Presiden ke-4 sekaligus guru bangsa KH Abdurrahman Wahid dalam kamus sejarah daring yang diterbitkan dan dikelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Baca juga: Revisi PP 57/2021 Solusi Kembalikan Pancasila Dalam Pendidikan Nasional
"Walaupun Kemendikbud sudah menyatakan akan merevisi PP SNP serta mengoreksi Rancangan Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 dan Kamus Sejarah Online, kejadian ini tetap menjadi catatan yang harus mendapat perhatian serius dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," katanya.
Hal itu, menurut dia, agar ke depannya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan lebih bijaksana dalam mengeluarkan kebijakan.
Karena itu, Bamsoet menyesalkan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (PP SNP) yang tidak mencantumkan Pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah/pelajaran wajib.
"Kemendikbud seharusnya menjadi garda terdepan yang memastikan Pancasila dan Bahasa Indonesia ditanamkan kepada seluruh peserta didik, agar tumbuh rasa nasionalisme dan cinta Tanah Air sejak dini," kata Bamsoet dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu, saat melantik Muhammad Rizal sebagai anggota MPR menggantikan (alm) Ali Taher dari Fraksi PAN Daerah Pemilihan Banten III, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Ia menilai PP SNP itu tidak selaras dengan UU tentang Pendidikan Tinggi dan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, yang mewajibkan Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah/pelajaran wajib.
Baca juga: Revisi PP 57/2021 Solusi Kembalikan Pancasila Dalam Pendidikan Nasional
"PP SNP tersebut dibuat tanpa informasi yang lengkap dan pertimbangan yang mendalam serta mencerminkan sikap yang tidak bertanggung jawab terhadap Pancasila dan Bahasa Indonesia," ujarnya.
Selain itu, Bamsoet juga menyesalkan hilangnya frasa agama dalam Visi Pendidikan Indonesia yang tercantum dalam Rancangan Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035.
Ia juga menyesalkan tidak adanya jejak pendiri Nahdlatul Ulama sekaligus pahlawan nasional KH Hasyim Asyari serta Presiden ke-4 sekaligus guru bangsa KH Abdurrahman Wahid dalam kamus sejarah daring yang diterbitkan dan dikelola Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Baca juga: Revisi PP 57/2021 Solusi Kembalikan Pancasila Dalam Pendidikan Nasional
"Walaupun Kemendikbud sudah menyatakan akan merevisi PP SNP serta mengoreksi Rancangan Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 dan Kamus Sejarah Online, kejadian ini tetap menjadi catatan yang harus mendapat perhatian serius dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," katanya.
Hal itu, menurut dia, agar ke depannya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan lebih bijaksana dalam mengeluarkan kebijakan.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021
Tags: