Kemenkes: Kondisi geografis tantangan distribusi vaksin hingga pelosok
20 April 2021 15:06 WIB
Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu, dalam kegiatan Diskusi Media "Tantangan Distribusi Vaksin" yang disiarkan secara daring, Selasa (20/4/2021). (ANTARA/Andi Firdaus).
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah menghadapi tantangan geografis dalam pendistribusian vaksin COVID-19 ke berbagai pelosok daerah di Indonesia, kata Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu.
"Tantangan distribusi vaksin ke pelosok Indonesia tentu adalah geografis. Saat ini ada 17 ribu pulau di Indonesia," kata Maxi dalam Diskusi Media "Tantangan Distribusi Vaksin" yang disiarkan secara daring diikuti di Jakarta, Selasa.
Maxi mengatakan strategi yang disiapkan di antaranya dengan menggandeng PT Bio Farma sebagai penyedia jasa ekspedisi vaksin berdasarkan pengalaman Indonesia dalam program vaksinasi selama bertahun-tahun.
Baca juga: Pemprov Sumsel setop distribusi vaksin COVID-19 ke empat daerah
"Pengalaman Indonesia dengan vaksinasi rutin bertahun-tahun adalah modal utama bagaimana kita mendistribusikan vaksin COVID-19," katanya.
Tahapan distribusi vaksin disesuaikan dengan cakupan sasaran yang sudah ditetapkan sebagai peta jalan oleh Lembaga Kesehatan Dunia (WHO).
Yakni gelombang pertama pada Januari hingga April 2021 yang menyasar seluruh tenaga kesehatan di 34 provinsi sebanyak 1,3 juta jiwa, 21,5 juta jiwa masyarakat lanjut usia di atas 60 tahun dan 17,4 juta jiwa petugas pelayanan publik.
Baca juga: Batam targetkan seluruh warga divaksin COVID-19 akhir 2021
Pada gelombang kedua April hingga Maret 2021, vaksinasi COVID-19 Nasional mulai menyasar kelompok masyarakat rentan, yaitu mereka yang tinggal di daerah dengan tingkat penularan yang tinggi sebanyak 63,9 juta jiwa dan masyarakat lain, yaitu masyarakat dengan pendekatan klaster, sesuai dengan ketersediaan vaksin sebanyak 77,4 juta jiwa.
"Yang saya khawatirkan adalah sasaran tiga dan empat, banyak kemampuan vaksinasi di daerah yang kurang, sehingga harus kami antispasi bersama Bio Farma untuk membuat hub di daerah agar pasokan aman," katanya.
Maxi mengatakan ketersediaan vaksin di daerah tidak lepas dari upaya mengelola rantai dingin sepanjang jalur distribusi.
Baca juga: Muhammadiyah dorong pemerintah percepat distribusi vaksin
"Namun vaksin tertentu seperti Pfizer kami belum ada pengalaman. Kalau jenis vaksin lainnya rantai dinginnya berkisar 2-8 derajat Celcius," katanya.
Kemenkes juga perlu memastikan ketersediaan armada distribusi vaksin melalui jalur darat, laut dan udara. "Bahkan di daerah tertentu juga ada yang jalan kaki," katanya.
Maxi menambahkan pasokan vaksin juga memungkinkan untuk disampaikan langsung menuju sejumlah fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau oleh armada.
"Kebijakan pemerintah bagaimana distribusi sampai provinsi, lalu ke kabupaten/kota, baru ke kecamatan dan sampai di fasilitas kesehatan. Tapi untuk menjaga mutu vaksin distribusi seperti ke Nusa Tenggara Timur (NTT) bisa sekali menggunakan penerbangan ke kota tujuan," katanya.
Baca juga: Provinsi Jambi terima distribusi 250 vial vaksin AstraZeneca
"Tantangan distribusi vaksin ke pelosok Indonesia tentu adalah geografis. Saat ini ada 17 ribu pulau di Indonesia," kata Maxi dalam Diskusi Media "Tantangan Distribusi Vaksin" yang disiarkan secara daring diikuti di Jakarta, Selasa.
Maxi mengatakan strategi yang disiapkan di antaranya dengan menggandeng PT Bio Farma sebagai penyedia jasa ekspedisi vaksin berdasarkan pengalaman Indonesia dalam program vaksinasi selama bertahun-tahun.
Baca juga: Pemprov Sumsel setop distribusi vaksin COVID-19 ke empat daerah
"Pengalaman Indonesia dengan vaksinasi rutin bertahun-tahun adalah modal utama bagaimana kita mendistribusikan vaksin COVID-19," katanya.
Tahapan distribusi vaksin disesuaikan dengan cakupan sasaran yang sudah ditetapkan sebagai peta jalan oleh Lembaga Kesehatan Dunia (WHO).
Yakni gelombang pertama pada Januari hingga April 2021 yang menyasar seluruh tenaga kesehatan di 34 provinsi sebanyak 1,3 juta jiwa, 21,5 juta jiwa masyarakat lanjut usia di atas 60 tahun dan 17,4 juta jiwa petugas pelayanan publik.
Baca juga: Batam targetkan seluruh warga divaksin COVID-19 akhir 2021
Pada gelombang kedua April hingga Maret 2021, vaksinasi COVID-19 Nasional mulai menyasar kelompok masyarakat rentan, yaitu mereka yang tinggal di daerah dengan tingkat penularan yang tinggi sebanyak 63,9 juta jiwa dan masyarakat lain, yaitu masyarakat dengan pendekatan klaster, sesuai dengan ketersediaan vaksin sebanyak 77,4 juta jiwa.
"Yang saya khawatirkan adalah sasaran tiga dan empat, banyak kemampuan vaksinasi di daerah yang kurang, sehingga harus kami antispasi bersama Bio Farma untuk membuat hub di daerah agar pasokan aman," katanya.
Maxi mengatakan ketersediaan vaksin di daerah tidak lepas dari upaya mengelola rantai dingin sepanjang jalur distribusi.
Baca juga: Muhammadiyah dorong pemerintah percepat distribusi vaksin
"Namun vaksin tertentu seperti Pfizer kami belum ada pengalaman. Kalau jenis vaksin lainnya rantai dinginnya berkisar 2-8 derajat Celcius," katanya.
Kemenkes juga perlu memastikan ketersediaan armada distribusi vaksin melalui jalur darat, laut dan udara. "Bahkan di daerah tertentu juga ada yang jalan kaki," katanya.
Maxi menambahkan pasokan vaksin juga memungkinkan untuk disampaikan langsung menuju sejumlah fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau oleh armada.
"Kebijakan pemerintah bagaimana distribusi sampai provinsi, lalu ke kabupaten/kota, baru ke kecamatan dan sampai di fasilitas kesehatan. Tapi untuk menjaga mutu vaksin distribusi seperti ke Nusa Tenggara Timur (NTT) bisa sekali menggunakan penerbangan ke kota tujuan," katanya.
Baca juga: Provinsi Jambi terima distribusi 250 vial vaksin AstraZeneca
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021
Tags: