Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia menunggak pembayaran biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio untuk izin pita frekuensi radio pada rentang 450—457,5 MHz berpasangan dengan 460—467,5 MHz selama 2 tahun.

"PT STI hingga saat ini memperlihatkan niat yang perlu dipertanyakan karena belum melaksanakan pembayaran BHP IPFR pada tahun keempat (2019) dan tahun kelima (2020) namun tetap mempergunakan secara komersial spektrum frekuensi radio pada pita 450 MHz. Hal ini tentu berdampak pada penerimaan negara," kata Menteri Kominfo Johnny G. Plate dalam keterangan pers yang dikutip ANTARA di Jakarta, Selasa pagi.

PT STI merupakan pemegang izin penyelenggaraan jaringan bergerak seluler pada pita frekuensi 450 MHz berdasarkan Keputusan Menteri Kominfo Nomor 1660 Tahun 2016 tertanggal 20 September 2016.

Pemegang izin tersebut dikenai BHP spektrum frekuensi radio berdasarkan formula BHP izin pita atau IPFR yang besarannya ditetapkan setiap tahun melalui keputusan menteri.

Baca juga: Kominfo minta YouTube blokir Paul Zhang

BHP spektrum frekuensi terkini diatur dalam Keputusan Menteri Kominfo Nomor 456 Tahun 2020 tentang Besaran dan Waktu Pembayaran BHP SFR untuk IPFT Tahun Kelima.

Penetapan keputusan menteri tersebut berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2015 yang mengatur menteri menetapkan besaran dan waktu pembayaran BHP IPFR setiap tahun.

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 menyatakan pembayaran wajib dilakukan di muka sebelum spektrum frekuensi radio dipergunakan setiap tahun.

Johnny menyatakan bahwa Keputusan Menteri Kominfo Nomor 456 Tahun 2020 masih berlaku dan belum pernah dibatalkan, baik oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maupun oleh keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum.

Kominfo menolak keberatan yang diajukan Sampoerna Telekomunikasi pada tanggal 12 Januari lalu.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, suatu keputusan administrasi negara dapat diajukan keberatan dalam waktu paling lama 21 hari kerja sejak diumumkannya keputusan tersebut oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.

"Keberatan PT STI juga telah ditolak Kementerian Kominfo pada tanggal 12 Januari 2021 sehingga apabila gugatan baru diajukan pada tanggal 16 April 2021, gugatan telah sangat lewat waktu," kata Johnny.

Kominfo menyatakan bahwa sampai saat ini belum menerima panggilan sidang dari Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.

Baca juga: Empat sektor prioritas wajib dikuatkan dorong digitalisasi nasional

Terkait dengan informasi adanya gugatan, sampai dengan saat ini Kementerian Kominfo belum menerima relaas atau panggilan sidang dari PTUN Jakarta.

"Selanjutnya, Kementerian Kominfo akan mengikuti jalannya proses persidangan dengan melibatkan asistensi dan bantuan hukum dari jaksa pengacara negara," kata Johnny.

Menurut Johnny, jika gugatan tersebut dikabulkan, akan mengakibatkan ketidakpastian iklim usaha telekomunikasi dan kerugian negara.