Kombinasi energi baru terbarukan dapat meningkatkan efisiensi listrik
19 April 2021 15:01 WIB
Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember Soedibyo (kanan) saat melakukan pengujian rangkaian listrik di laboratorium Departemen Teknik Elektro ITS. (ANTARA/HO-ITS)
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Soedibyo berhasil mengombinasikan rangkaian energi baru terbarukan untuk meningkatkan efisiensi listrik di daerah terpencil melalui pemanfaatan sumber energi lokal, seperti matahari dan angin.
"Beberapa daerah terpencil tidak bisa dialiri jaringan listrik lantaran sulit terjangkau, sehingga diperlukan sumber listrik yang bisa didapatkan dari energi lokal ramah lingkungan," katanya dalam keterangan pers yang dikutip dari laman ITS di Jakarta, Senin.
Soedibyo memandang pemanfaatan energi baru terbarukan saat ini masih dinilai kurang efisien karena ketersediannya tidak bisa konstan secara terus-menerus dan penggunaannya juga tidak menentu di masyarakat.
Ketika cuaca mendung, sumber energi matahari siang jadi terhambat karena radiasinya terhalang awan dan uap air.
"Kami merangkai kombinasi sumber energi baru terbarukan, yaitu matahari, angin, dan hidrogen supaya dapat menghasilkan listrik yang konstan dan efisien," kata Soedibyo.
Dia menyebutkan beberapa komponen yang ada dalam rangkaian tersebut, antara lain panel surya sebagai penghasil listrik dari sinar matahari dan turbin angin sebagai penghasil listrik bertenaga angin.
Komponen kombinasi selanjutnya ada elektrolizer yang dapat mengubah air menjadi hidrogen, fuel cell yang bisa menghasilkan listrik dari hidrogen, penyimpanan hidrogen, dan pengubah arus listrik.
Prinsip kerja rangkaian itu adalah ketika listrik yang dihasilkan dari panel surya dan turbin angin lebih besar dari beban atau keperluan listrik masyarakat, maka kelebihan listrik akan digunakan oleh elektrolizer untuk menghasilkan air dari hidrogen.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sejak tahun 1998, rangkaian tersebut memiliki efisiensi 50-60 persen. Saat ini, rangkaian tersebut masih berupa prototipe dan telah dilakukan pengujian dalam skala laboratorium.
Penerapan rangakaian di daerah, lanjut dia, memerlukan beberapa data mulai dari intensitas cahaya matahari, potensi angin, dan data calon pelanggan listrik.
"Semua data itu akan diolah menggunakan perangkat lunak untuk menentukan jumlah panel surya, turbin angin, fuel cell, dan elektrolizer karena setiap daerah memiliki desain rangkaian yang berbeda," kata Soedibyo.
Lebih lanjut dia berharap agar pemanfaatan kombinasi energi baru terbarukan bisa meningkatkan pemakaian listrik ramah lingkungan dan meningkatkan angka elektrifikasi Indonesia sampai 100 persen baik itu daerah perkotaan, pedesaan, hingga kawasan terpencil bisa mendapatkan listrik secara merata.
Baca juga: Kementerian ESDM bidik investasi energi dan mineral 34,8 miliar dolar
Baca juga: Kementerian ESDM: Pemerintah jadikan listrik surya penopang bauran EBT
Baca juga: BPPT dorong inovasi pengembangan energi alternatif
"Beberapa daerah terpencil tidak bisa dialiri jaringan listrik lantaran sulit terjangkau, sehingga diperlukan sumber listrik yang bisa didapatkan dari energi lokal ramah lingkungan," katanya dalam keterangan pers yang dikutip dari laman ITS di Jakarta, Senin.
Soedibyo memandang pemanfaatan energi baru terbarukan saat ini masih dinilai kurang efisien karena ketersediannya tidak bisa konstan secara terus-menerus dan penggunaannya juga tidak menentu di masyarakat.
Ketika cuaca mendung, sumber energi matahari siang jadi terhambat karena radiasinya terhalang awan dan uap air.
"Kami merangkai kombinasi sumber energi baru terbarukan, yaitu matahari, angin, dan hidrogen supaya dapat menghasilkan listrik yang konstan dan efisien," kata Soedibyo.
Dia menyebutkan beberapa komponen yang ada dalam rangkaian tersebut, antara lain panel surya sebagai penghasil listrik dari sinar matahari dan turbin angin sebagai penghasil listrik bertenaga angin.
Komponen kombinasi selanjutnya ada elektrolizer yang dapat mengubah air menjadi hidrogen, fuel cell yang bisa menghasilkan listrik dari hidrogen, penyimpanan hidrogen, dan pengubah arus listrik.
Prinsip kerja rangkaian itu adalah ketika listrik yang dihasilkan dari panel surya dan turbin angin lebih besar dari beban atau keperluan listrik masyarakat, maka kelebihan listrik akan digunakan oleh elektrolizer untuk menghasilkan air dari hidrogen.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sejak tahun 1998, rangkaian tersebut memiliki efisiensi 50-60 persen. Saat ini, rangkaian tersebut masih berupa prototipe dan telah dilakukan pengujian dalam skala laboratorium.
Penerapan rangakaian di daerah, lanjut dia, memerlukan beberapa data mulai dari intensitas cahaya matahari, potensi angin, dan data calon pelanggan listrik.
"Semua data itu akan diolah menggunakan perangkat lunak untuk menentukan jumlah panel surya, turbin angin, fuel cell, dan elektrolizer karena setiap daerah memiliki desain rangkaian yang berbeda," kata Soedibyo.
Lebih lanjut dia berharap agar pemanfaatan kombinasi energi baru terbarukan bisa meningkatkan pemakaian listrik ramah lingkungan dan meningkatkan angka elektrifikasi Indonesia sampai 100 persen baik itu daerah perkotaan, pedesaan, hingga kawasan terpencil bisa mendapatkan listrik secara merata.
Baca juga: Kementerian ESDM bidik investasi energi dan mineral 34,8 miliar dolar
Baca juga: Kementerian ESDM: Pemerintah jadikan listrik surya penopang bauran EBT
Baca juga: BPPT dorong inovasi pengembangan energi alternatif
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021
Tags: