Semarang (ANTARA News) - Pengamat politik Universitas Diponegoro Semarang, Susilo Utomo, menilai Muhammadiyah yang kembali dipimpin Din Syamsudin akan tetap bersikap kritis terhadap pemerintah.

"Langkah-langkah politis Din Syamsudin selama ini memang kritis terhadap pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, karena itu Muhammadiyah akan mempertahankan kekritisannya," katanya di Semarang, Kamis.

Ia mencontohkan sikap kritis Din terhadap berbagai kebijakan pemerintah, seperti soal daftar pemilih tetap (DPT) dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah justru memfasilitasi pertemuan para elit politik terkait hal itu.

Banyak contoh kekritisan Din Syamsudin terhadap kebijakan pemerintah, lanjut pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Undip Semarang itu, sikap Din terkait DPT Pemilu Presiden 2009 itu hanya salah satunya.

Menurut dia, langkah-langkah politis Din sebenarnya hampir sama dengan Amien Rais yang juga pernah menjadi Ketua Umum Muhammadiyah, meskipun pandangan politis keduanya tidak seluruhnya sama.

"Saya melihat keduanya (Din dan Amien, red.) hampir sama ketertarikannya pada masalah politik, dan hal itu memengaruhi perjalanan organisasi itu ke depan, berbeda saat Muhammadiyah dipimpin Syafii Ma`arif," katanya.

Karena itu, kata dia, perjalanan Muhammadiyah ke depan lebih banyak menyoroti persoalan-persoalan politis, dibandingkan dengan fungsi organisasi keagamaan yang lebih berfungsi sebagai pengontrol sosial.

Ia mengatakan suatu organisasi keagamaan idealnya menjalankan fungsi keprofetikan yang memiliki tugas menjaga moral dan mengontrol secara sosial, bukan bersikap sebagai partisan, terutama dalam perpolitikan.

"Seperti halnya Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang memiliki massa besar, kemungkinan menjadi perebutan massa oleh kalangan partai politik sangat dimungkinkan dan tidak bisa terhindarkan," katanya.

Ditanya tentang pengaruh langkah Din yang cenderung politis dengan perkembangan massa Muhammadiyah ke depan, ia mengaku perkembangan massa suatu organisasi dipengaruhi oleh banyak faktor.

"Pada masa kepemimpinan Din periode sebelumnya juga lahir Partai Matahari Bangsa (PMB) yang didirikan tokoh-tokoh muda Muhammadiyah yang merasa `tidak puas` dengan Partai Amanat Nasional (PAN)," katanya.

Menurut dia, hal tersebut secara tidak langsung dipengaruhi oleh sikap ketua umumnya yang cenderung politis, dan langkah-langkah seperti itu akan mewarnai masa kepemimpinan Din pada 2010-2015 mendatang.

Terkait langkah "pengereman" yang akan dilakukan 12 formatur yang juga anggota PP Muhammadiyah, ia meragukan, sebab pola organisasi massa di Asia, termasuk Indonesia adalah adanya personalisasi ketua umum.

Din Syamsudin terpilih sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2010-2015 secara aklamasi yang dilakukan 13 formatur, dalam Muktamar ke-46 Muhammadiyah yang berlangsung di Yogyakarta pada 3-8 Juli 2010.

Tiga belas formatur PP Muhammadiyah periode 2010-2015 yang terpilih dan melakukan pemilihan ketua umum dan sekretaris umum; Din Syamsuddin, Muhammad Muqodas, A. Malik Fajar, A. Dahlan Rais, dan Haedar Nashir.

Selain itu, Yunahar Ilyas, Abdul Mu`ti, Agus Danarta, Syafiq A Mugni, Fatah Wibisono, M. Goodwil Zubir, Bambang Sudibyo, Dadang Kahmad, Syukrianto, dan AM Fatwa.(*)
(U.KR-ZLS/M028/R009)