Mataram (ANTARA News) - Kejaksaan Negeri Mataram kembali melayangkan surat panggilan terhadap mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), H. Lalu Serinata, selaku terpidana kasus korupsi dana APBD tahun 2003 untuk dieksekusi ke penjara, setelah panggilan pertama diabaikan.

Kepala Seksi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) Sugiyanta yang mendampingi Asisten Intelijen Kejati NTB Nanang Sigit Yulianto, membenarkan hal itu ketika dikonfirmasi di Mataram, Kamis.

"Memang ada panggilan kedua untuk Serinata agar segera ke Kantor Kejari Mataram terkait eksekusi itu, panggilan menghadap itu dijadwalkan 13 Juli mendatang," ujarnya.

Sugiyanta dan Yulianto berharap terpidana korupsi bersedia dieksekusi sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku.

Keduanya pun menyayangkan sikap sanak keluarga Serinata yang menentang kebijakan eksekusi yang hendak dilakukan aparat Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram, Selasa (22/6) lalu.

Juga menyayangkan sikap Serinata yang mengabaikan surat panggilan menghadap ke Kantor Kejari Mataram pada Senin (28/6), terkait proses eksekusi itu.

Keduanya membenarkan kalau aparat Kejari Mataram terpaksa menyiasati cara mengeksekusi mantan Gubernur NTB selaku terpidana kasus korupsi dana APBD tahun 2003 itu, karena sanak keluarganya berupaya membendung upaya eksekusi tersebut.

Terpidana itu beserta penasihat hukumnya dipanggil ke Kantor Kejari untuk proses eksekusi karena menolak dijemput paksa dari kediamannya, meskipun aturan tidak mengharuskan mekanisme tersebut.

Mantan Gubernur NTB atau Gubernur NTB periode 2003-2008 itu harus dieksekusi karena putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2396/K/Pidsus/2009 tertanggal 11 Desember 2009, menolak kasasi yang diajukan penasihat hukum terdakwa maupun kasasi yang diajukan pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU), akhir Februari lalu.

JPU mengajukan kasasi karena majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Mataram mengurangi masa hukuman Serinata, sementara penasihat hukum Serinata mengajukan kasasi karena menurut mereka vonis PT Mataram masih tidak sesuai harapan.

Putusan PT Mataram, yakni Serinata divonis tiga tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta serta diwajibkan menyetor biaya pengganti sebesar Rp776 juta sesuai nilai kerugian negara.

Putusan majelis hakim PT Mataram tertanggal 20 Agustus 2009 itu lebih ringan dari putusan majelis hakim PN Mataram tertanggal 11 Juni 2009.

Majelis hakim PN Mataram menjatuhkan vonis lima tahun penjara dan denda sebesar Rp400 juta subsider enam bulan kurungan, serta dibebankan kewajiban membayar biaya pengganti sesuai nilai kerugian negara.

Serinata terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat tindak pidana korupsi secara bersama-sama ketika menjabat Ketua DPRD NTB periode 1999-2004 sekaligus sebagai Ketua Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT) secara "ex officio" sehingga merugikan negara sebesar Rp7,5 miliar lebih.

Serinata juga terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara Cq Pemerintah Provinsi NTB sebesar Rp2,5 miliar lebih pada dakwaan kedua, sehingga total kerugian negara mencapai Rp10 miliar.

Namun, majelis hakim PT Mataram malah mengabulkan permohonan penasehat hukum Serinata dan membatalkan putusan PN Mataram serta mengadili sendiri perkara itu.
(T.A058/Z003/P003)