Pakar: Perpres Nomor 7/2021 respons negara tanggulangi terorisme
19 April 2021 00:59 WIB
Pakar hukum Hikmahanto Juwana dalam webinar bertema Refleksi Regulasi Anti Terorisme Ditinjau Dari Stabilitas Keamanan Negara yang digelar Divisi Kajian Strategis dan Advokasi IMMH UI, Minggu (18/4/2021). (HO/Dok IMMH UI)
Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum Hikmahanto Juwana menilai keberadaan Peraturan Presiden Nomor 7/2021 menunjukkan respons cepat negara untuk menanggulangi terorisme demi menciptakan rasa aman bagi masyarakat.
"Adanya Perpres Nomor 7 Tahun 2021, pemerintah dan negara telah merespon untuk ciptakan rasa aman di negara ini dari teroris," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu malam.
Perpres Nomor 7/2021 adalah tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.
Namun, kata dia, dalam penanganan teroris juga jangan hanya dilihat norma-normanya saja, tetapi juga perihal implementasinya.
Hal tersebut disampaikannya dalam webinar bertema Refleksi Regulasi Anti Terorisme Ditinjau Dari Stabilitas Keamanan Negara yang digelar Divisi Kajian Strategis dan Advokasi Ikatan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia (IMMH UI), Minggu.
"Melihat hal ini perlu kiranya pemerintah mendorong sebuah sistem baru ataupun perbaikan sistem terkait dengan regulasi dan penanganan terorisme di Indonesia. Dimulai dari merefleksi dengan menganalisis regulasi sampai kepada tindakan penanggulangan
terorisme," katanya.
Baca juga: Stigma kepada anak korban terorisme jadi kendala pemulihan
Baca juga: KPPPA bantu rehabilitasi anak korban jaringan teroris
Mantan Pimpinan Jamaah Islamiyah Nasir Abbas mengatakan, regulasi penanganan terorisme di Indonesia sudah baik sehingga tinggal sosialisasi dan edukasi saja.
Menurut dia, perihal pemberantasan itu bukan masalah undang-undang semata tetapi masalah kepekaan masyarakat sehingga perlunya sosialisasi dan edukasi regulasi Perpres 7/2021.
Sedangkan pakar intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertapati mengatakan penanganan teroris tidak cukup hanya dilakukan melalui seminar, melainkan perlu adanya implementasi dari regulasi sehingga dapat bernilai efektif untuk memberantas terorisme di Indonesia.
"Beberapa regulasi anti terorisme sudah cukup dan baik, tetapi perihal penanganan pada regulasi terorisme tersebut perlu diperluas dari berbagai sektor terlebih masyarakat perlu juga diberikan peran dalam penanganan," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua IMMH UI Fahmi Zakky mengatakan perlu adanya refleksi regulasi antiterorisme dengan meninjau beberapa faktor internal dan eksternal serta menilai dari efektifitas baik dari struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum.
"Mengingat peristiwa terorisme masih berjalan masif, terlebih belum lama ini terdapat kejadian teror di Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan, ada tanggal 28 Maret 2021," katanya.
"Adanya Perpres Nomor 7 Tahun 2021, pemerintah dan negara telah merespon untuk ciptakan rasa aman di negara ini dari teroris," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu malam.
Perpres Nomor 7/2021 adalah tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.
Namun, kata dia, dalam penanganan teroris juga jangan hanya dilihat norma-normanya saja, tetapi juga perihal implementasinya.
Hal tersebut disampaikannya dalam webinar bertema Refleksi Regulasi Anti Terorisme Ditinjau Dari Stabilitas Keamanan Negara yang digelar Divisi Kajian Strategis dan Advokasi Ikatan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia (IMMH UI), Minggu.
"Melihat hal ini perlu kiranya pemerintah mendorong sebuah sistem baru ataupun perbaikan sistem terkait dengan regulasi dan penanganan terorisme di Indonesia. Dimulai dari merefleksi dengan menganalisis regulasi sampai kepada tindakan penanggulangan
terorisme," katanya.
Baca juga: Stigma kepada anak korban terorisme jadi kendala pemulihan
Baca juga: KPPPA bantu rehabilitasi anak korban jaringan teroris
Mantan Pimpinan Jamaah Islamiyah Nasir Abbas mengatakan, regulasi penanganan terorisme di Indonesia sudah baik sehingga tinggal sosialisasi dan edukasi saja.
Menurut dia, perihal pemberantasan itu bukan masalah undang-undang semata tetapi masalah kepekaan masyarakat sehingga perlunya sosialisasi dan edukasi regulasi Perpres 7/2021.
Sedangkan pakar intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertapati mengatakan penanganan teroris tidak cukup hanya dilakukan melalui seminar, melainkan perlu adanya implementasi dari regulasi sehingga dapat bernilai efektif untuk memberantas terorisme di Indonesia.
"Beberapa regulasi anti terorisme sudah cukup dan baik, tetapi perihal penanganan pada regulasi terorisme tersebut perlu diperluas dari berbagai sektor terlebih masyarakat perlu juga diberikan peran dalam penanganan," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua IMMH UI Fahmi Zakky mengatakan perlu adanya refleksi regulasi antiterorisme dengan meninjau beberapa faktor internal dan eksternal serta menilai dari efektifitas baik dari struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum.
"Mengingat peristiwa terorisme masih berjalan masif, terlebih belum lama ini terdapat kejadian teror di Gereja Katedral, Makassar, Sulawesi Selatan, ada tanggal 28 Maret 2021," katanya.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021
Tags: