Pengamat: Koalisi parpol Islam wacana positif hadapi politik pragmatis
16 April 2021 17:58 WIB
ILustrasi - Seorang pria duduk di depan proyektor yang menayangkan slide hasil survei Lembaga Survei Nasional (LSN) terkait kemungkinan beberapa partai Islam untuk berkoalisi pada Pemilu 2014 di Jakarta. ANTARA FOTO/Andika Wahyu/nz/pri.
Jakarta (ANTARA) - Upaya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjajaki peluang membentuk koalisi partai politik memperjuangkan kepentingan Umat Islam pada Pemilu 2024 merupakan wacana positif di tengah situasi politik yang pragmatis, kata pengamat politik, Emrus Sihombing.
"Pascareformasi, relasi antarpartai politik cukup cair dan kerja sama yang terbentuk sering kali tidak terkait dengan kesamaan perjuangan ideologi, melainkan lebih dibentuk oleh kepentingan-kepentingan sesaat yang pragmatis," kata dia, saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Baca juga: PAN nilai koalisi partai Islam kontraproduktif dengan rekonsiliasi
"Oleh karena itu, saya berpendapat, kalau mereka buat koalisi itu sangat bagus, apalagi di dalamnya langsung dirumuskan bersama visi, misi, program, dan calon yang akan diusung dalam Pilkada maupun Pemilu. Jadi, ada satu ideologi yang memang diusung bersama," kata dia.
Jika PKS dan PPP serius ingin membangun poros partai politik yang memperjuangkan kepentingan umat, Sihombing menyarankan sebaiknya ada langkah konkret yang secara terbuka ditunjukkan dua partai politik itu ke publik.
Baca juga: Akademisi sebut kekalahan parpol Islam karena banyak faktor
"Mereka seharusnya tidak lagi sekadar menjajaki. Tetapi, langsung menegaskan posisi, misalnya (langkah-langkah konkret itu) langsung diputuskan dalam waktu tempo tiga bulan," kata pengajar di Universitas Pelita Harapan.
Namun, jika ternyata dua partai itu tidak segera menunjukkan langkah-langkah konkret ke publik, maka menurut Emrus, istilah koalisi tidak tepat diberikan kepada upaya PKS dan PPP membentuk poros partai umat.
"Koalisi itu ideologis, dan jangka panjang. Jika mereka mengatakan membangun koalisi itu hanya dalam rangka Pemilu 2024, maka itu hanya kerja sama politik biasa," kata dia.
Dengan demikian, ia menyarankan PPP dan PKS agar tidak sekadar menjajaki peluang membentuk poros untuk kepentingan pemilu, tetapi untuk jangka panjang.
Baca juga: Bachtiar Chamsyah: PPP harus tetap mencerminkan partai Islam
"Koalisi (itu) sebaiknya dalam rangka membangun Indonesia tanpa ada batas tahun. Luar biasa jika itu bisa dilakukan," kata dia.
Pengurus pusat PPP dan PKS pada pertemuan di Jakarta, Rabu (14/4), mengirim sinyal keduanya membuka diri kepada peluang membentuk koalisi yang memperjuangkan kepentingan umat pada Pemilu 2024.
“Itu ide bagus, jadi PKS prinsipnya partai yang visinya rahmatan lil alamin. Kami akan menyambut siapapun yang akan bergabung dengan kami dan kami akan menyatukan kerja sama besar dengan partai lain. (Peluang membentuk koalisi) sangat mungkin, (karena) waktu masih panjang,” kata Sekretaris Jenderal PKS, Habib Aboe Bakar Alhabsyi, saat jumpa pers di Kantor DPP PKS, Rabu.
Baca juga: Relasi Islam dan kebangsaan sudah lebur
Ia menerangkan PPP dan PKS masih punya waktu kurang lebih 2,5 tahun untuk membahas kemungkinan membentuk poros partai politik yang fokus memperjuangkan kepentingan Umat Islam.
Sementara itu pada sesi jumpa pers yang sama, Sekretaris Jenderal DPP PPP, Arwani Thomafi, mengatakan, peluang membentuk koalisi merupakan salah satu poin penting membangun demokrasi yang lebih baik.
“Salah satu yang menjadi poin penting dalam kerja sama membangun demokrasi yang lebih baik saya kira juga (terkait) proses menuju pemilu 2024, dan itu sangat terbuka untuk dibicarakan dengan PKS,” kata dia.
Ia mengatakan PPP juga ingin melihat ada kontestasi yang lebih dinamis saat Pemilu 2024. “Saya kira tentu kami terbuka untuk berbicara dalam berbagai sisi untuk menuju tatanan 2024 yang lebih baik,” kata dia.
Wacana membentuk koalisi partai politik yang memperjuangkan kepentingan Umat Islam muncul ke publik setelah Ketua Umum DPP PPP, Suharso Monoarfa, menemui Presiden PKS, Ahmad Syaikhu, di Kantor DPP PKS, di Jalan TB Simatupang, Jakarta, Rabu.
"Pascareformasi, relasi antarpartai politik cukup cair dan kerja sama yang terbentuk sering kali tidak terkait dengan kesamaan perjuangan ideologi, melainkan lebih dibentuk oleh kepentingan-kepentingan sesaat yang pragmatis," kata dia, saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Baca juga: PAN nilai koalisi partai Islam kontraproduktif dengan rekonsiliasi
"Oleh karena itu, saya berpendapat, kalau mereka buat koalisi itu sangat bagus, apalagi di dalamnya langsung dirumuskan bersama visi, misi, program, dan calon yang akan diusung dalam Pilkada maupun Pemilu. Jadi, ada satu ideologi yang memang diusung bersama," kata dia.
Jika PKS dan PPP serius ingin membangun poros partai politik yang memperjuangkan kepentingan umat, Sihombing menyarankan sebaiknya ada langkah konkret yang secara terbuka ditunjukkan dua partai politik itu ke publik.
Baca juga: Akademisi sebut kekalahan parpol Islam karena banyak faktor
"Mereka seharusnya tidak lagi sekadar menjajaki. Tetapi, langsung menegaskan posisi, misalnya (langkah-langkah konkret itu) langsung diputuskan dalam waktu tempo tiga bulan," kata pengajar di Universitas Pelita Harapan.
Namun, jika ternyata dua partai itu tidak segera menunjukkan langkah-langkah konkret ke publik, maka menurut Emrus, istilah koalisi tidak tepat diberikan kepada upaya PKS dan PPP membentuk poros partai umat.
"Koalisi itu ideologis, dan jangka panjang. Jika mereka mengatakan membangun koalisi itu hanya dalam rangka Pemilu 2024, maka itu hanya kerja sama politik biasa," kata dia.
Dengan demikian, ia menyarankan PPP dan PKS agar tidak sekadar menjajaki peluang membentuk poros untuk kepentingan pemilu, tetapi untuk jangka panjang.
Baca juga: Bachtiar Chamsyah: PPP harus tetap mencerminkan partai Islam
"Koalisi (itu) sebaiknya dalam rangka membangun Indonesia tanpa ada batas tahun. Luar biasa jika itu bisa dilakukan," kata dia.
Pengurus pusat PPP dan PKS pada pertemuan di Jakarta, Rabu (14/4), mengirim sinyal keduanya membuka diri kepada peluang membentuk koalisi yang memperjuangkan kepentingan umat pada Pemilu 2024.
“Itu ide bagus, jadi PKS prinsipnya partai yang visinya rahmatan lil alamin. Kami akan menyambut siapapun yang akan bergabung dengan kami dan kami akan menyatukan kerja sama besar dengan partai lain. (Peluang membentuk koalisi) sangat mungkin, (karena) waktu masih panjang,” kata Sekretaris Jenderal PKS, Habib Aboe Bakar Alhabsyi, saat jumpa pers di Kantor DPP PKS, Rabu.
Baca juga: Relasi Islam dan kebangsaan sudah lebur
Ia menerangkan PPP dan PKS masih punya waktu kurang lebih 2,5 tahun untuk membahas kemungkinan membentuk poros partai politik yang fokus memperjuangkan kepentingan Umat Islam.
Sementara itu pada sesi jumpa pers yang sama, Sekretaris Jenderal DPP PPP, Arwani Thomafi, mengatakan, peluang membentuk koalisi merupakan salah satu poin penting membangun demokrasi yang lebih baik.
“Salah satu yang menjadi poin penting dalam kerja sama membangun demokrasi yang lebih baik saya kira juga (terkait) proses menuju pemilu 2024, dan itu sangat terbuka untuk dibicarakan dengan PKS,” kata dia.
Ia mengatakan PPP juga ingin melihat ada kontestasi yang lebih dinamis saat Pemilu 2024. “Saya kira tentu kami terbuka untuk berbicara dalam berbagai sisi untuk menuju tatanan 2024 yang lebih baik,” kata dia.
Wacana membentuk koalisi partai politik yang memperjuangkan kepentingan Umat Islam muncul ke publik setelah Ketua Umum DPP PPP, Suharso Monoarfa, menemui Presiden PKS, Ahmad Syaikhu, di Kantor DPP PKS, di Jalan TB Simatupang, Jakarta, Rabu.
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021
Tags: