Jakarta (ANTARA) - Peneliti Senior sekaligus Mantan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Djarot Sulistio Wisnubroto mengatakan potensi lain nuklir tak hanya tentang energi, senjata, ataupun industri saja, tetapi juga bisa untuk sektor pertanian yang dapat menunjang ketahanan pangan. "Meski ini menjadi produk unggulan, tetapi banyak masyarakat tidak tahu dengan output nuklir di bidang pertanian," katanya dalam webminar yang dipantau di Jakarta, Kamis.

Djarot menjelaskan Batan memiliki 33 varietas padi, empat varietas sorgum, tiga varietas kacang hijau, 14 varietas kedelai, satu varietas kacang tanah, satu varietas gandum, dan satu varietas pisang.

Baca juga: Indonesia persiapkan nuklir untuk perangi kelaparan
Beragam produk unggulan sektor pertanian itu memanfaatkan radiasi nuklir sehingga membuat tanaman mampu menghasilkan produktivitas tinggi, tahan hama, dan kualitas premium.

Merujuk hasil survei Batan tahun 2016 yang mengambil sampel 1.000 petani tentang pendapatan padi nuklir mengungkapkan mayoritas dari mereka merasa untung.

Sebanyak 40,3 persen petani memperoleh untung Rp1-2 juta, 19,2 persen petani untung Rp3-5 juta, 17,8 persen petani untung Rp1 juta, 10,4 persen petani untung Rp5-10 juta, 6,8 persen petani untung Rp10-20 juta, 2,1 persen petani untung di atas Rp20 juta, dan hanya 3,4 persen saja pertani yang mengaku rugi.

Baca juga: Batan bantu perbaikan varietas padi lokal Landak dengan teknik radiasi
"Kita punya modal kuat menguntungkan dari sisi ekonomi, tapi memang kita menghadapi situasi tidak bisa masif karena belum bisa masuk ke Kementerian Pertanian," kata Djarot.

Ego sektoral antar lembaga menjadi tantangan terkait pemanfaatan teknologi nuklir yang membuat berbagai varietas tanaman unggulan bidang pertanian itu tak bisa berkembang luas di masyarakat.

Baca juga: Batan Siapkan Varietas Padi Radiasi Nuklir Mira-2