Edhy Prabowo mengaku tak bersalah usai didakwa terima Rp25,75 miliar
15 April 2021 15:08 WIB
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo menjalani sidang perdana kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster atau benur yang digelar secara virtual dari Pengadilan Tipikor di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (15/4/2021). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/hp.
Jakarta (ANTARA) - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tetap mengaku tidak bersalah setelah didakwa menerima 77 ribu dolar AS dan Rp24,625 miliar atau total-nya sekitar Rp25,75 miliar dari para pengusaha pengekspor benih bening lobster (BBL).
"Saya dari awal ketika masuk sini, saya tidak bersalah. Cuma saya bertanggung jawab atas yang terjadi di kementerian saya, saya tidak akan lari dari tanggung jawab saya," kata Edhy usai mengikuti sidang secara daring dari Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis.
Namun, ia mengatakan siap menghadapi proses persidangan selanjutnya. Ia juga mengharapkan Majelis Hakim nantinya dapat mengambil keputusan yang terbaik.
"Sudah dibacakan, sudah didakwakan, sudah saya dengar, tinggal mohon doanya. Saya tinggal menghadapinya di persidangan nanti. Saya berharap di pembuktian lah semua akan diambil keputusan yang terbaik," ujar Edhy.
Sebelumnya, Edhy didakwa menerima 77 ribu dolar AS dan Rp24,625 miliar sehingga total-nya mencapai sekitar Rp25,75 miliar dari para pengusaha pengekspor BBL.
Baca juga: Jaksa KPK beberkan penggunaan uang Rp24,625 miliar oleh Edhy Prabowo
Baca juga: Edhy Prabowo disebut gunakan suap benih lobster untuk belanja di AS
"Terdakwa Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI melalui Amiril Mukminin dan Safri menerima uang sejumlah 77 ribu dolar AS dari Suharjito selaku pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) dan melalui Amiril Mukminin, Ainul Faqih, Andreau Misanta Pribadi, dan Siswadhi Pranoto Loe menerima uang sebesar Rp24,625 miliar," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Ronald Worotikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Tujuan pemberian uang itu adalah agar Edhy bersama-sama dengan Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan pemberian izin budi daya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT DPPP dan pengekspor BBL lainnya.
Atas perbuatannya, Edhy didakwa dan diancam pidana berdasarkan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajiban-nya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.
Terhadap dakwaan tersebut, Edhy tidak mengajukan keberatan (eksepsi).
Baca juga: Edhy Prabowo didakwa terima suap Rp25,75 miliar
"Saya dari awal ketika masuk sini, saya tidak bersalah. Cuma saya bertanggung jawab atas yang terjadi di kementerian saya, saya tidak akan lari dari tanggung jawab saya," kata Edhy usai mengikuti sidang secara daring dari Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis.
Namun, ia mengatakan siap menghadapi proses persidangan selanjutnya. Ia juga mengharapkan Majelis Hakim nantinya dapat mengambil keputusan yang terbaik.
"Sudah dibacakan, sudah didakwakan, sudah saya dengar, tinggal mohon doanya. Saya tinggal menghadapinya di persidangan nanti. Saya berharap di pembuktian lah semua akan diambil keputusan yang terbaik," ujar Edhy.
Sebelumnya, Edhy didakwa menerima 77 ribu dolar AS dan Rp24,625 miliar sehingga total-nya mencapai sekitar Rp25,75 miliar dari para pengusaha pengekspor BBL.
Baca juga: Jaksa KPK beberkan penggunaan uang Rp24,625 miliar oleh Edhy Prabowo
Baca juga: Edhy Prabowo disebut gunakan suap benih lobster untuk belanja di AS
"Terdakwa Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI melalui Amiril Mukminin dan Safri menerima uang sejumlah 77 ribu dolar AS dari Suharjito selaku pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) dan melalui Amiril Mukminin, Ainul Faqih, Andreau Misanta Pribadi, dan Siswadhi Pranoto Loe menerima uang sebesar Rp24,625 miliar," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Ronald Worotikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Tujuan pemberian uang itu adalah agar Edhy bersama-sama dengan Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan pemberian izin budi daya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT DPPP dan pengekspor BBL lainnya.
Atas perbuatannya, Edhy didakwa dan diancam pidana berdasarkan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajiban-nya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.
Terhadap dakwaan tersebut, Edhy tidak mengajukan keberatan (eksepsi).
Baca juga: Edhy Prabowo didakwa terima suap Rp25,75 miliar
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021
Tags: