Jakarta (ANTARA) - Pengusaha tekstil yang tergabung dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyampaikan bahwa pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) tidak dapat dihindari sebagai kewajiban pengusaha, sesuai Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan tentang pemberian THR tahun 2021 bagi pekerja atau buruh perusahaan.

Namun demikian, Ketua Umum API Jemmy Kartiwa Sastraatmadja meminta keringanan untuk pembayaran tagihan listrik industri tekstil.

“THR tidak dapat dihindari. Anggota meminta agar tagihan PLN untuk tiga bulan diberi keringanan pembayaran 50 persen, dan 50 persen sisanya dapat dicicil sebanyak lima kali,” ujar Jemmy saat dihubungi Antara di Jakarta, Selasa.

Jemmy mengatakan masih banyak perusahaan tekstil yang mengalami masalah arus kas karena terdampak pandemi COVID-19. Sehingga, jika ada kelonggaran dalam pembayaran tagihan listrik, maka anggarannya dapat digunakan untuk membayar THR.

“Banyak yang masih terjadi masalah cashflow, jadi kalau ada kelonggaran PLN, dananya bisa dipakai untuk membayar THR terlebih dahulu,” tukas Jemmy.

Diketahui, SE Menaker tersebut mengatur sejumlah ketentuan mengenai pembayaran THR 2021, di antaranya THR keagamaan wajib dibayarkan paling lama 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

Kemudian, pembayaran THR diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih. Lalu, THR juga diberikan kepada pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

Bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, THR diberikan dengan ketentuan sebesar 1 bulan upah.

Sementara bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus, tetapi kurang dari 12 bulan, THR diberikan secara proporsional sesuai dengan perhitungan masa kerja dibagi 12 bulan kemudian dikali 1 bulan upah.

Adapun bagi pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima selama 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.

Sedangkan bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.

Baca juga: Presiden KSPI apresiasi edaran Menaker tentang THR 2021
Baca juga: Menaker minta pemerintah daerah bentuk posko dan satgas THR 2021
Baca juga: Kementerian Ketenagakerjaan terima 410 aduan terkait THR tahun lalu