Bandung (ANTARA News) - Pengamat kebijakan publik menyatakan pernyataan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, yang mengatakan ada mafia hukum dalam kasus sengketa lahan Gasibu Kota Bandung, harus didukung dengan fakta dan bukti yang kuat.
"Ya boleh-boleh saya Gubernur Jabar berkata seperti itu (ada mafia hukum), tapi itu kan harus diserta bukti kuat," kata Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Padjadjaran Bandung Dede Maryana, ketika dihubungi melalui telepon selularnya, Rabu.
Ia mengatakan, jika Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengira ada permainan mafia hukum dalam kasus sengketa lahan Gasibu hendaknya ia menugaskan Bidang Hukum Pemprov Jabar untuk membuktikannya.
Sebelumnya, usai menerima menerima kunjungan Komisi Yudisial Busyro Muqoddas, di Gedung Pakuan Jalan Otista Kota Bandung, Selasa malam (29/6), Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, menyatakan ada mafia hukum dalam kasus sengketa lahan Gasibu.
"Kita tentu patut menduga ada madia hukum, sejak awal proses ini (sengketa lahan Gasibu) kami sudah menemukan beberapa kejanggalan," kata Heryawan.
Terkait kasus tersebut, pihaknya mengatakan akan segera mengajukan laporan ke Komisi Yusdisial. Ia mengatakan, bukti dan kejangalan-kejangalan itu telah dikumpulkan dan akan segera dilaporkan kepada KY.
"Kami menduga adanya kejanggalan-kejanggalan dari putusan PK MA, sehingga perlu menyampaikannya kepada KY," katanya.
Dikatakan Heryawan, sejumlah kejanggalan dan bukti itu sudah banyak diketahui, seperti adanya dugaan pemalsuan kikitir oleh penggugat.
"Setelah kami mengecek di kantor pajak, dari dulu tidak pernah ada kikitir (surat tanah dari desa) di lahan itu," katanya.
Selain itu, kejanggal lain yang ditemui oleh pihaknya adalah adanya perbedaan ejaan dalam putusan yang ditetapkan pada tahun 1948.
Ia menutirkan, semestinya yang digunakan waktu itu adalah bahasa Belanda, namun bukti yang disampaikan menggunakan bahasa Indonesia.
"Dalam ejaan pun terdapat perbedaan, Bandoeng menjadi Bandung," katanya.(*)
(Ant/R009)
Pakar: Mafia Hukum Sengketa Gasibu Harus Didukung Bukti
30 Juni 2010 18:44 WIB
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010
Tags: